Washington, DC (SIB)
Pakar Timur Tengah Christopher O'Leary memprediksi perang antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, yang berlarut-larut bisa meluas ke kawasan. Situasi itu pun disebut-sebut semakin bikin Amerika Serikat waswas. Sejumlah pasukan hingga aset militer AS seperti kapal perang semakin menjadi incaran kelompok-kelompok milisi yang disebut disokong Iran. Situasi yang semakin memburuk itu pun disebut mulai mengkawatirkan Washington.
Seperti dilansir dari CNN, Rabu (27/12) O'Leary yang merupakan mantan direktur pemulihan sandera untuk AS mengatakan meski situasi di kawasan belum mendekati skenario terburuk, potensi keterparahan selalu ada. "Perang Israel-Hamas merupakan bagian dari skema yang lebih besar dari poros perlawanan, strategi kontrol Iran untuk mendapat pengaruh dan kekuasaan melalui kelompok-kelompok seperti Hamas, Jihad Islam Palestina, Hizbullah, Kataib Hizbullah hingg Houthi," ujar O'Leary.
"Jadi, serangan-serangan yang terus menerus itu, sebenarnya sudah bisa diperkirakan, termasuk serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah. Namun, ini adalah semacam peringatan tentang apa yang mungkin terjadi. Jika Iran benar-benar turun tangan dan mengerahkan pasukan cadangan dengan sekuat tenaga, kita mempunyai masalah kawasan yang nyata terhadap pasukan AS di Irak dan Suriah," katanya menambahkan.
Di lain pihak, Israel bersikeras menyatakan bahwa perang melawan Hamas bakal berlangsung selama berbulan-bulan meski sudah ditekan AS agar segera menurunkan tensi konflik. Situasi itu pun disebut-sebut kemungkinan perang akan semakin liar tanpa bisa dikendalikan dan menyeret AS ke dalam pusaran perang yang berkobar. AS bahkan mulai menyerang kantung-kantung milisi di Irak yang menewaskan sejumlah milisi Kataib Hizbullah.
Aksi itu dilakukan usai terjadi serangan pesawat tanpa awak di pangkalan udara Erbil di Irak pada Senin pagi yang menyebabkan tiga anggota militer AS terluka, dan salah seorang di antaranya masih dalam kondisi kritis hingga kini. Menteri Pertahanan Lloyd Austin menyebut serangan udara AS yang merupakan aksi pembalasan itu “perlu dan proporsional”.
AS kemudian mengungkapkan bahwa intelijen Iran mulai terlibat aktif dalam membantu menyusun rencana serangan terhadap kapal-kapal dagang. Situasi itu membuat sejumlah armada perusahaan kapal kargo mengalihkan rutenya dari Timur Tengah melalui Terusan Suez ke perairan Afrika Selatan.
Ketidakstabilan geopolitik bahkan merambat hingga Samudera Hindia saat kapal India diduga diserang drone-drone Iran. Pentagon melaporkan bahwa serangan itu berada pada 200 nautikal mile dari garis pantai India. Iran sendiri selalu membantah tuduhan AS tersebut.
Kemungkinan insiden yang bisa menyebabkan tentara AS tewas dan kerusakan kapal-kapal perang mengalami kehancuran serius, bisa menyeret Washington mengerahkan kekuatan perangnya ke Timur Tengah. Kondisi tersebut bisa memicu perang meluas yang juga melibatkan Iran dan sekutunya.
Makin Nekat
Sementara itu, milisi Yaman, Houthi, mengaku melancarkan serangan pesawat tanpa awak yang menargetkan kota pelabuhan Israel Eilat, serta kapal komersial di Laut Merah. Juru bicara militer Houthi, Yahya Sarea, mengatakan kelompok itu melakukan serangan drone di Eilat dan daerah lain di Palestina yang diduduki Israel, demikian seperti dilansir dari Al Jazeera, Rabu (27/12).
Sarea juga menyebut kelompok itu meluncurkan rudal ke kapal MSC United di Laut Merah, usai kapal itu mengabaikan tiga seruan peringatan. Perusahaan pelayaran MSC Mediteranian mengonfirmasi bahwa MSC United VIII, yang sedang dalam perjalanan dari pelabuhan King Abdullah di Arab Saudi ke Karachi di Pakistan, mengalami serangan.
Perusahaan itu kini sedang melakukan penyelidikan dan melaporkan kejadian itu kepada koalisi Angkatan Laut yang dipimpin Amerika Serikat di Laut Merah, yang dibentuk untuk memukul Houthi.
Pernyataan ini juga muncul beberapa jam usai Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UMKTO) juga menerima laporan tentang insiden yang melibatkan kapal di lepas pantai Yaman, terkena serangan drone,
UMKTO melaporkan insiden itu terjadi pada Selasa (26/12), sekira 111 kilometer di luar pelabuhan Hodeidah Yaman. "Satu kapal pelayaran komersial diserang oleh dua drone bunuh diri," kata koresponden Al Jazeera, Resul Serdar, yang melaporkan dari Djibouti seberang laut dari Yaman.
Insiden drone ini terjadi di tengah ketegangan tinggi di Laut Merah, usai Houthi menargetkan kapal-kapal di rute perdagangan Laut Merah, sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina di tengah agresi Israel. Sebelumnya Amerika Serikat mengatakan Houthi telah melancarkan lebih dari 100 serangan drone dan rudal, menargetkan 10 kapal komersial yang memiliki hubungan dengan puluhan negara.
Pasca rentetan kejadian itu, AS baru-baru ini mengumumkan koalisi keamanan untuk melindungi rute pelayaran komersial dari serangan Houthi dan melakukan patroli secara berkala.
Berbulan-bulan
Perang Israel melawan Hamas akan berlangsung berbulan-bulan, kata kepala militer Israel. Ini karena serangkaian insiden di luar Jalur Gaza dapat memperparah risiko penyebaran konflik. Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Jenderal Herzi Halevi, mengatakan bahwa perang akan berlangsung selama berbulan-bulan. "Tidak ada solusi ajaib, tidak ada jalan pintas untuk menghancurkan organisasi teroris, yang ada hanyalah perjuangan yang gigih," kata Halevi. "Kami akan mencapai kepemimpinan Hamas juga, apakah itu membutuhkan waktu seminggu atau berbulan-bulan."
Dilansir dari Reuters, Rabu (27/12) aksi-aksi Israel semakin meningkat menjelang Natal, terutama di daerah pusat tepat di sebelah selatan jalur air musiman yang membelah Jalur Gaza. Tentara Israel meminta warga sipil untuk meninggalkan daerah tersebut, meskipun banyak yang mengatakan tidak ada tempat yang aman untuk dituju.
"Kami sangat prihatin dengan berlanjutnya pemboman di Gaza Tengah oleh pasukan Israel, yang telah merenggut lebih dari 100 nyawa warga Palestina sejak Malam Natal," kata juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB, Seif Magango.
"Pasukan Israel harus mengambil semua langkah yang tersedia untuk melindungi warga sipil. Peringatan dan perintah evakuasi tidak membebaskan mereka dari berbagai kewajiban hukum humaniter internasional," tambahnya.
Israel bertekad untuk menghancurkan Hamas meskipun ada seruan global untuk melakukan gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung selama 11 minggu ini. Sejak Hamas membunuh 1.200 orang dan menawan 240 sandera pada 7 Oktober, yang merupakan hari paling mematikan dalam sejarah Israel, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menanggapi dengan serangan yang telah meluluhlantakkan sebagian besar wilayah Gaza yang dikuasai Hamas.
Otoritas kesehatan Palestina mengatakan hampir 21.000 orang telah tewas dalam serangan Israel, dan ribuan lainnya dikhawatirkan terkubur di bawah reruntuhan. Hampir semua dari 2,3 juta penduduk daerah kantong tersebut telah diusir dari rumah mereka, beberapa kali.
Otoritas Gaza telah menguburkan 80 warga Palestina tidak dikenal yang mayatnya diserahkan oleh Israel melalui penyeberangan perbatasan Kerem Shalom, kata kementerian kesehatan. Menurut Wakaf Islam, atau kementerian urusan agama, mayat-mayat tersebut dikumpulkan dari bagian utara Jalur Gaza. Mereka dimakamkan di satu parit panjang di komplek pemakaman Rafah di bagian selatan. (Al Jazeera/CNNI/Reuters/kompas.com/c)