Rantauprapat (SIB)
Sebanyak seratus tiga puluh guru honorer menyegel ruang sidang paripurna Kantor DPRD Kabupaten Labuhanbatu di Jalan Sisingamangaraja Rantauprapat. Penyegelan dilakukan setelah aksi dan tuntutan guru-guru yang telah mengabdi di atas 10 tahun itu tidak ada yang menanggapi. Mereka menganggap DPRD itu tidak berfungsi.
"Turut berdukacita atas disegelnya kantor DPRD Kabupaten Labuhanbatu," sebut penasihat hukum guru-guru honorer yang melakukan aksi unjuk rasa di depan DPRD tersebut, Santi Rambe SH, saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (27/1) sore.
Menurut Santi Rambe, gedung DPRD tersebut terpaksa disegel karena tidak bisa menampung aspirasi masyarakat.
"Gedung ini terpaksa kami segel karena tidak berguna lagi. Gedung terpaksa kami segel karena tidak bisa menampung aspirasi rakyat lagi," kata Santi.
Ia menyebut pihaknya sedang berduka karena karena tidak menemukan 1 orang anggota dewan di kantor DPRD Labuhanbatu.
"Kita sedang dalam keadaan berbelasungkawa karena 45 wakil kita telah hilang. Gugur sudah wakil rakyat kita," kata Santi, menyindir ketidakhadiran anggota DPRD dalam aksi tersebut.
Santi menyebut, aksi unjuk rasa guru honorer di depan Kantor DPRD Kabupaten Labuhanbatu, Jum'at (26/1), menuntut untuk diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
"Ada sebanyak 405 guru yang masih berstatus honorer. Mereka meminta pemerintah Kabupaten Labuhanbatu untuk menstatuskan mereka menjadi guru ASN P3K," kata Santi yang juga ketua aksi unjuk rasa guru itu.
Menurutnya, fakta di lapangan, masih banyak sekolah yang kekurangan guru ASN. Untuk mengisi itu, para guru honorer ini meminta diangkat menjadi guru P3K.
Sementara itu, pimpinan DPRD Labuhanbatu Abdul Karim Hasibuan yang dihubungi mengaku merasa aneh terhadap aksi para guru honorer tersebut. Sebab, katanya, aspirasi telah ditampung dan sudah dibawa dalam rapat melalui zoom pada Rabu (24/1), tetapi datang lagi ke DPRD pada saat para anggota dewan perjalanan dinas ke luar daerah.
Abdul Karim menjelaskan, penasihat hukum bersama perwakilan guru honorer telah datang menemuinya ke rumah pada Senin (22/1), untuk menyampaikan aspirasi. Setelah itu, Karim ke Kantor Dinas Pendidikan, namun kepala dinas, sekretaris, kepala bidang dan kepala seksi terkait tidak di tempat karena, kata staf, sedang ada pesta salah satu Kabid.
"Saya tunggu, dan datang ajudan Kadis. Saya sampaikan, supaya disampaikan ke kepala dinas, agar diusulkan formasi P3K ke pusat dan apabila ada penerimaan agar guru-guru honorer itu tidak diseleksi lagi. Setelah itu saya ke kantor Badan Kepegawaian (BKD) dan tidak bertemu para pejabat terkait, dan itu saya sampaikan kepada ketua, sekretaris dan penasihat hukum guru-guru honorer," sebutnya.
Setelah itu, tambah Karim, Rabu (24/1), guru-guru itu datang audiensi ke DPRD, saat itu anggota dewan tidak ada di tempat karena sedang melakukan perjalanan dinas ke luar daerah.
"Saya dihubungi mereka. Saya bilang saya sedang di Sumbar. Saat itu mereka menuntut agar dilakukan rapat. Kami dibilang takut. Saya bilang, kami tidak pernah takut menemui pengunjukrasa dan menampung aspirasi, termasuk dari mahasiswa, apalagi dari kelompok intelektual seperti guru. Mereka menuntut dilakukan rapat, lalu kita rapat melalui zoom. Saat itu hadir sekretaris Dinas Pendidikan dan Kabid dari BKD, saya persilakan guru-guru menyampaikan tuntutannya. Sekretaris Disdik bilang, tuntutan guru-guru honorer untuk diangkat jadi guru P3K akan diusulkan formasinya dalam bulan ini. Namun pada saat rapat, seorang guru dan penasihat hukum mereka mengatakan tidak ada solusi, lalu mengajak para guru pulang, dan berdiri bernyanyi gelang sepatu gelang. Pulanglah mereka," sebutnya.
Karim selaku pimpinan rapat, mengaku heran dan kecewa, karena rapat belum ditutup, belum dibuat notulen dan belum ada kesimpulan rapat, guru-guru sudah bubar.
"Saya heran saat itu. Kesal. Setelah rapat digelar, tiba-tiba mereka pulang. Dengan situasi seperti itu, Jumat (26/1), mereka datang demo kantor DPRD, sedangkan kami belum pulang dari perjalanan dinas," ungkapnya.
Menurut Karim, mestinya para guru datang ke ekskutif selaku eksekutor, menyampaikan tuntutan mereka, sehingga pihaknya dari eksekutif menggiring aspirasi guru-guru untuk benar-benar diusulkan formasinya.
"Eksekutif itu, kan, eksekutor. Kita legislatif hanya menampung aspirasi mereka untuk kita kawal. Ini mereka demo di DPRD saat kami perjalanan dinas ke luar daerah. Saya tak paham lagi apa sebenarnya yang mereka tuntut," ujarnya. (**)