Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 13 Juli 2025

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Warga terhadap UU Harmonisasi Perpajakan

Redaksi - Selasa, 20 Februari 2024 09:33 WIB
357 view
MK Kabulkan Sebagian Gugatan Warga terhadap UU Harmonisasi Perpajakan
(Ari Saputra/detikcom)
Ilustrasi Hakm MK 
Jakarta (SIB)
Pedagang asal Sumut, Surianingsih, dan Direktur perusahaan asal Bandung, Budiyanto Pranoto, mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah menjalani serangkaian persidangan, MK memutuskan mengabulkan sebagian gugatan pemohon.
Sidang putusan terhadap perkara ini digelar pada Selasa (13/2). Putusan dibacakan dalam sidang yang dihadiri sembilan hakim konstitusi dan dihadiri oleh para pemohon.
Adapun petitum pemohon sebagaimana tertera dalam salinan putusan nomor 83/PUU-XXI/2023 ialah:
Para Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa dan mengadili permohonan ini untuk memutuskan:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan frasa “pemeriksaan bukti permulaan sebelum penyidikan” dalam Pasal 43A ayat (1) dalam Pasal 2 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap tindakan-tindakan dalam pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yaitu:
a. meminjam dan memeriksa buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. mengakses dan/atau mengunduh data, informasi, dan bukti yang dikelola secara elektronik;
c. memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan tertentu, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak;
d. melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
e. dapat diajukan upaya hukum praperadilan ke pengadilan negeri”.
3. Menyatakan frasa “Tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan” dalam Pasal 43A ayat (4) dalam Pasal 2 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai “hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis-administratif dan bukan pembatasan dan/atau perluasan hak dan kewajiban warga negara”;
4. Memerintahkan memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Majelis hakim kemudian mengabulkan sebagian permohonan para pemohon. Berikut ini amar putusannya:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian.
2. Menyatakan sepanjang frasa “pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan” dalam Pasal 43A ayat (1) dalam Pasal 2 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “tidak terdapat tindakan upaya paksa”, sehingga selengkapnya norma Pasal 43A ayat (1) dalam Pasal 2 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736) menjadi “Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sepanjang tidak terdapat tindakan upaya paksa”;
3. Menyatakan Pasal 43A ayat (4) dalam Pasal 2 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “tidak melanggar hak asasi wajib pajak”, sehingga selengkapnya norma Pasal 43A ayat (4) dalam Pasal 2 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736) menjadi “Tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan upaya paksa dan melanggar hak asasi wajib pajak”.
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
5. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya
Terdapat dissenting opinion dari tiga orang hakim konstitusi terkait perkara ini. Ketiga hakim yang punya pendapat berbeda itu ialah Daniel Yusmic, Guntur Hamzah, dan Saldi Isra. (**)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru