Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 30 Juni 2025
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie:

KPU-Bawaslu Tak Boleh Tunduk pada DPR

Hak Angket DPR Jangan Melebar, Bisa Sebagai Tindakan Makar
Redaksi - Minggu, 25 Februari 2024 07:41 WIB
367 view
KPU-Bawaslu Tak Boleh Tunduk pada DPR
Foto: Istimewa
Jimly Asshiddique
Jakarta (SIB)
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie bicara terkait rencana hak angket DPR yang akan diajukan beberapa pihak berkaitan dengan dugaan kecurangan Pemilu 2024. Jimly menilai, KPU hingga Bawaslu harusnya tidak boleh tunduk pada tekanan DPR.

"Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, yaitu KPU, Bawaslu, DKPP, harus menyadari dan disadari kedudukannya sebagai cabang kekuasaan ke-4 di luar cabang kekuasaan pemerintahan eksekutif, legislatif, dan cabang kekuasaan kehakiman," kata Jimly dalam keterangannya, Sabtu (24/2).

Jimly menyebut, presiden, wakil presiden, dan para anggota DPR merupakan peserta pemilu. Kemudian, kekuasaan kehakiman bertugas mengadili proses dan hasil pemilu.

"Karena itu, KPU, Bawaslu dan DKPP adalah kekuasaan tersendiri yang tidak boleh tunduk di bawah tekanan para anggota DPR ataupun pasangan calon presiden/wapres sebagai peserta pemilu," ucapnya.

Atas dasar itu lah, dia menyebut hasil hak angket tidak boleh dipaksakan efektivitasnya. Menurutnya, yang bisa memengaruhi tahapan pemilu hanya putusan Bawaslu, PT-TUN dan Mahkamah Konstitusi.

"Apapun hasil pelaksanaan hak angket DPR tidak boleh dipaksakan efektivitasnya terhadap keputusan KPU mengenai teknis pelaksanaan tahapan pemilu beserta hasilnya kecuali atas perintah Bawaslu atau PT-TUN dan Mahkamah Konstitusi dengan putusan yang berlaku final dan mengikat," ujar dia.


TAK MELEBAR
Jimly berharap hak angket DPR tidak melebar kemana-mana.

"Para anggota DPR sebagai peserta pemilu harus memahami batas-batas kewenangannya terkait dengan pelaksanaan hak angket dengan mempertimbangkan sesungguhnya tentang maksud dan tujuan serta substansi isu yang hendak diputuskan," kata Jimly.

Kata dia, jika hak angket melebar, maka bisa dikatakan sebagai tindakan makar.

"Tidak melebar kepada isu-isu liar, seperti pemakzulan presiden, pembatalan hasil pemilu, dan lain-lain yang dapat dinilai memenuhi unsur sebagai tindakan makar yang diatur dalam KUHP," ucapnya.

Selain itu, Jimly juga memperingatkan soal timing. Dia berharap hak angket DPR tidak menyebabkan terjadinya kekosongan kepemimpinan seperti diatur dalam UUD 1945.

"Aspek 'timing' dan jadwal waktu yang tersedia, sehingga pelantikan anggota DPR, DPD, DPRD, dan presiden dan wakil presiden terpilih yang telah ditentukan benar-benar tidak terganggu untuk menjamin jangan sampai terjadi kevakuman kekuasaan menurut UUD 1945," ujar dia.

Dia juga mengingatkan DPR agar pengguliran hak angket Pemilu mempertimbangkan jadwal pelantikan anggota DPR, DPD, DPRD, maupun Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jimly menekankan pelaksanaan hak angket jangan sampai membuat jadwal pelantikan eksekutif maupun legislatif menjadi mundur.


Kecurangan
Di sisi lain, dia menuturkan bahwa kecurangan masif selalu terjadi di semua pemilu dan cenderung makin meningkat. Pada Pemilu 2024 ini, Jimly menilai narasi kecurangan muncul karena faktor Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Hal ini membuat dinamika politik di sekitar proses serta hasil Pemilu 2024 berkembang makin tegang dan penuh emosi. Jimly pun mengajak semua pihak menurunkan emosi dan mengambil jalan musyawarah untuk menemukan kebenaran dan keadilan dari aneka perbedaan terkait Pemilu 2024..

"Perbedaan data dan informasi, perbedaan perspektif atau sudut pandang, atau perbedaan kepentingan, ketiganya dapat dipertemukan dengan musyawarah dan pedebatan rasional di ruang sidang untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kemajuan peradaban dalam kehidupan berbangsa bernegara," pungkas Jimly.

Diketahui, partai politik (parpol) Koalisi Perubahan yakni NasDem, PKS, dan PKB sepakat dengan calon presiden atau capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo terkait hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Hermawi Taslim usai rapat rutin tiga sekjen parpol koalisi perubahan yang dihadiri Sekjen PKS Aboe Bakar Al Habsyi serta Sekjen PKB Hasanuddin Wahid di NasDem Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/2).

"Semangat kami sebagai satu kesatuan yang utuh, tiga partai yang solid berkoalisi, semangat kami seperti semangat yang disampaikan Pak Anies, kita siap bersama inisiator PDIP untuk menggulirkan angket. Jadi posisi kami data sudah siap hal-hal kecilnya sudah siap, tinggal menunggu tindak lanjutnya," kata Hermawi.


Tak Ada Temuan
Terpisah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan, belum ada temuan yang dapat membatalkan hasil Pemilu 2024. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, dalam UU Pemilu hanya ada pelanggaran pemilu bukan kecurangan pemilu.

"Ya pada titik ini tidak ada temuan Bawaslu yang bisa menyatakan bisa (batal), kemudian mengambil kesimpulan demikian," kata Bagja dikutip, Sabtu (24/2).

Hal itu disampaikan Bagja saat ditemui di kantornya, Jumat (23/2).

Bagja mengatakan Bawaslu masih mengawasi penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU). Dia mengatakan pembatalan Pemilu 2024 juga tergantung dari temuan-temuan di lapangan yang masih dilakukan sampai saat ini.

"Namun pada titik ini, apakah itu akan menghasilkan? Ada yang namanya pelanggaran administrasi TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) di Badan Pengawas Pemilu," jelasnya.

Bagja menyebut, ada beberapa kriteria kolakfit yang harus dipenuhi persyaratannya. Dia menyebut salah satunya ialah mempengaruhi hasil.

"Itulah yang kemudian apakah bisa dibuktikan dan itu termasuk dalam jalur dalam keberatan atau juga permohonan di Bawaslu untuk mengadukan hal demikian," paparnya.

"Kami dalam UU dan peraturan perundang-undangan, ada pintu-pintu yang demikian ada," imbuh dia. (detikcom/Liputan6/c)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru