Jakarta (SIB)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas untuk tak begitu saja menetapkan Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi tempat nikah bagi semua agama.
Sebelumnya, KUA diperuntukkan hanya urusan menikah umat Islam. Adapun untuk agama lain diurus di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Wakil Ketua Umum MUI Pusat Marsudi Syuhud berharap Yaqut bermusyawarah dengan semua pemuka agama terkait rencananya tersebut.
Marsudi mengatakan pemerintah memang berkewajiban untuk mengurus semua agama yang ada di Indonesia. Menurutnya, musyawarah perlu dilakukan agar tidak ada salah paham ke depannya.
"Ketika pemerintah mau melakukan hal yang urusannya dengan agama, seperti pernikahan, itu memang kewajiban dan pekerjaan pemerintah untuk mengatur. Namun saya harap untuk bisa dimusyawarahkan dengan seluruh agama yang ada," kata Marsudi saat dihubungi, Senin (26/2).
"Jangan sampai nanti ada kebijakan belum paham, belum nyambung, sehingga yang tidak paham jadi bisa menolak," ujarnya menambahkan.
Menurutnya, jika rencana Yaqut itu hendak direalisasikan, sumber daya manusia (SDM) di KUA harus tersedia.
"Nanti kalau KUA mencatat semua pasti di situ yang menikahkan muslim ya pasti muslim, yang menikahkan nonmuslim ya nonmuslim. Berarti nanti di KUA ada petugas agama yang berbeda-beda," katanya.
Di sisi lain, ia juga menyinggung soal kesiapan regulasi jika ingin merealisasikan rencana tersebut.
"Kalau bisa harus ada regulasinya, karena biar tidak salah paham, semrawut," ujarnya.
Masa Tak Boleh
Sementara itu, Menag Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, ia ingin memberikan kemudahan bagi warga nonmuslim.
"Selama ini kan saudara-saudara kita non-Islam mencatatkan pernikahannya di catatan sipil. Kan gitu. Kita kan ingin memberikan kemudahan. Masa nggak boleh memberikan kemudahan kepada semua warga negara?" ujar Yaqut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/2).
Menurutnya, KUA adalah etalase Kementerian Agama. Kementerian Agama, baginya, adalah kementerian untuk semua agama.
"KUA juga memberikan pelayanan keagamaan pada umat agama non-Islam," lanjut Yaqut.
Yaqut menyebut pihaknya sedang membicarakan tentang prosedur pernikahan di KUA untuk semua agama. Mekanisme hingga regulasinya sedang dalam tahap pembahasan.
"Kita sedang duduk untuk melihat regulasinya seperti apa, apa memungkinkan gagasan ini. Tapi saya sih optimislah kalau untuk kebaikan untuk semua warga bangsa, kebaikan seluruh umat agama, mau merevisi undang-undang atau apa pun saya kira orang akan memberikan dukungan," jelasnya.
Tempat Nikah Semua Agama
Diberitakan sebelumnya, Yaqut berencana menjadikan KUA sebagai tempat nikah semua agama. Yaqut menyebut KUA akan bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam.
"Kita sudah sepakat sejak awal bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama," ujar Yaqut dalam keterangannya di situs Kemenag, Sabtu (24/2).
Pernyataan Menag Yaqut tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam bertajuk Transformasi Layanan dan Bimbingan Keagamaan Islam sebagai Fondasi Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan. Hadir dalam rapat tersebut, Inspektorat Jenderal Faisal Ali Hasyim, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Zainal Mustamin, Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Zayadi, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Waryono Abdul Ghafur, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Adib, serta Staf Khusus, Staf Ahli, dan Tenaga Ahli Menteri Agama.
TEMPAT PENCATATAN
Terpisah, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Agustisnus Heri Wibowo mengatakan KUA lebih tepat menjadi tempat pencatatan pernikahan semua agama, bukan hanya sebagai tempat pernikahan.
"Kalau tempat pernikahan tentu masing-masing agama sudah mempunyai aturan internalnya berdasarkan ajaran agama dalam perspektif iman," kata Agustinus saat dihubungi Senin (26/2).
Agustinus menyebut semangat Kemenag harus memberi pelayanan terhadap semua umat beragama. Ia menilai Kemenag harus mengajak perwakilan majelis agama sebelum merealisasikan rencana itu.
"Jangan lupa untuk juga mengajak duduk bersama usernya, perwakilan majelis-majelis agama, sesuai mekanisme resminya, sehingga dapat diberi masukan sejauh perlu dan relevansinya untuk kebaikan bersama," ujarnya.
Agustinus mengatakan setiap kebijakan harus menjawab dan memberi jalan keluar atas permasalahan, bukan menambah permasalahan baru.
Ia pun mengingatkan perlu sinkronisasi dan harmonisasi peraturan-peraturan yang ada untuk merealisasikan rencana Yaqut.
"Seperti UU Perkawinan No 1 tahun 1974, Peraturan terkait Dukcapil. Saya menangkap maksud baik Menteri Agama, yang penting duduk bersama dulu dengan perwakilan majelis-majelis agama sebelum segala sesuatunya diterbitkan," katanya. (CNNI/detikcom/c)