Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 06 Juli 2025
Sidang Sengketa Pilpres di MK

Ketua Komisi II DPR Jamin Tak Ada Arahan Jokowi Agar Pilkada Dihapus

* BW Debat Panas dengan Tim 02, Ketua MK: Kalau Mau Bicara Semua, Keluar Saja
Redaksi - Jumat, 05 April 2024 09:05 WIB
306 view
Ketua Komisi II DPR Jamin Tak Ada Arahan Jokowi Agar Pilkada Dihapus
(Foto: IDNTimes)
SIDANG LANJUTAN: Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung yang juga saksi dihadirkan Tim Pembela Prabowo-Gibran, berbicara dalam sidang lanjutan perkara PHPU Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (4/4). 
Jakarta (SIB)
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan tidak ada arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait ditiadakannya Pilkada pada tahun 2022 dan 2023. Doli mengatakan penghapusan itu sebagai konsekuensi UU Pilkada yang mengamanatkan Pilkada serentak 2024.
Hal itu disampaikan Doli saat menjadi saksi dari pihak terkait Prabowo - Gibran dalam sidang sengketa Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (4/4). Doli mengatakan ditiadakannya Pilkada 2022 dan 2023 membuat pemerintah harus menunjuk Pj Kepala Daerah untuk mengisi kekosongan kepala daerah.
"Jadi kalau tadi pertanyaannya, apakah ada anasir keterlibatan Presiden, kami melihat fakta-fakta selama kami di Komisi II tidak ada sama sekali keterlibatan Presiden terhadap ini," kata Doli.
Doli mengatakan pelaksanaan kebijakan Pj Kepala Daerah itu berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Perppu nomor 1 tahun 2014 tentang Pilkada. Doli mengaku tidak terlibat langsung dalam pembentukan UU tersebut, lantaran belum menjadi anggota DPR.
Meski begitu, kata Doli, dari hasil penelusurannya, kebijakan penetapan Pj Kepala Daerah itu merupakan inisiatif dari DPR.
"Kalau ditanya ini usul inisiatif siapa, pada saat saya jabat sebagai Ketua Komisi II tentu kami mencari tahu riwayat dari setiap pelaksanaan UU yang krusial seperti ini. Saya dapat informasi bahwa UU ini dulu adalah inisiatif DPR," ujarnya.
"Dan kenapa yang juga menjadi pertanyaan kami di Komisi II periode ini adalah kenapa kemudian sampai diputuskan bahwa tidak ada Pilkada. Itu memang karena dalam rangka untuk melakukan keserentakan, jadi mau disertakan seragam semua pelaksanaan Pilkada setelah serentak Pilpres dan Pileg," imbuh dia.
Doli mengatakan pihaknya selalu menggelar rapat kerja dengan pemerintah terkait penetapan Pj Kepala Daerah. Dia mengaku selalu mengingatkan pemerintah untuk objektif dalam menunjuk Pj Kepala Daerah.
"Seluruh anggota itu selalu mengingatkan ya, agar proses penetapan pejabat kepala daerah ini harus harus betul-betul objektif, bebas dari kepentingan politik, dan mungkin ada lima atau enam kali yang kami melakukan rapat kerja," tuturnya.
"Dan itu kami sampaikan sebagai bentuk kontrol sebagai pelaksana fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPR terhadap pemerintah," imbuh dia.



Debat Panas
Saat Kuasa hukum Anies-Muhaimin, Bambang Widjojanto (BW), dan kuasa hukum Prabowo-Gibran, Fahri Bachmid, berdebat panas saat sidang Ketua MK Suhartoyo menegur keduanya.
Momen itu bermula saat BW tengah mengajukan pertanyaan kepada saksi Ahmad Doli Kurnia. BW mempertanyakan isi rapat Komisi II DPR bersama KPU RI mengenai adanya intimidasi Komisioner KPU RI terhadap Komisioner KPU provinsi.
"Mohon maaf ketua, jadi ada civil society yang menekuni soal Pemilu bersih, pernah melaporkan ke Komisi II (DPR) ada pelanggaran tahapan verifikasi faktual yang diduga dilakukan oleh Komisioner KPU terhadap anggota Komisioner KPU di provinsi, yang rapatnya terbuka saat itu jadi tertutup, apakah kita bisa dapat hasil itu dan gimana proses?" tanya BW.
Fahri menyela pertanyaan BW. Menurutnya pertanyaan BW sudah keluar dari dalil yang dimohonkan.
"Yang Mulia, kami ingin konfirmasi ke BW," kata Fahri.
"Saya belum selesai," kata BW.
"Jangan sampai jadi sesat informasi ini, dalam dalil ini, mendalilkan Presiden Jokowi mengatur, sekarang sudah balik lagi narasi seolah-olah dari parpol, mungkin bisa," kata Fahri yang langsung dipotong oleh BW.
"No, no, ini ada dua pertanyaan," ujar BW.
Suhartoyo berusaha menengahi perdebatan itu. Dia meminta BW dan Fahri keluar jika masih ingin berdebat.
"Sudah kalau mau bicara semua keluar saja berdua," ujar Suhartoyo.
"Saya belum selesai ketua," jawab BW.


Baca Juga:


Walk Out
Pada momen lain, BW memutuskan keluar dari ruang sidang (walk out) saat Eddy Hiariej akan memberikan keterangannya di sidang BW mengatakan hal itu sebagai bentuk konsistensi terhadap penolakannya dengan kehadiran Eddy sebagai ahli di sidang.
Momen itu bermula saat Ketua MK Suhartoyo memberikan kesempatan kepada Eddy untuk memasuki ruang sidang dan memberikan keterangannya. Eddy pun lalu memasuki ruang sidang.
"Prof Eddy dihadapkan, silakan waktunya paparan bisa 15 menit nanti dilanjutkan tanya jawab 10 menit," kata Suhartoyo.
Saat Eddy akan memberikan keterangannya, BW-pun menginterupsi. Dia lalu meminta izin untuk keluar dari ruang sidang.
"Majelis karena tadi saya merasa keberatan, saya izin untuk mengundurkan diri ketika Prof Eddy akan memberikan penjelasan, nanti saya akan masuk lagi di saksi ahli yang lainnya," kata BW.
"Silakan," kata Suhartoyo.
"Sebagai konsistensi dari sikap saya, terima kasih," kata BW. Lalu dia pun meninggalkan ruang sidang.
Sebelumnya, BW memprotes atas kehadiran Eddy Hiariej sebagai ahli. Dia meminta MK mempertimbangkan kembali.
"Saya dapat info di berita, sahabat saya Eddy, kalau terbitan penyidikan baru ke Eddy," katanya.
"Apa relevansinya?" kata Suhartoyo.
"Relevansinya adalah seseorang yang jadi tersangka apalagi dalam kasus tindak korupsi untuk menghormati Mahkamah ini, sebaiknya dibebaskan sebagai ahli," jelas BW.
"Bapak kan mantan Ketua KPK, baru penyidikan atau tersangka baru?" tanya Suhartoyo.
"Saya ingin mengajukan ini jadi sebuah pertimbangan, nanti majelis pertimbangkan," jawab BW.
"Iya nanti majelis pertimbangkan," jawab Suhartoyo.


Baca Juga:

Bukan Tersangka
Menjawab keberatan BW, Eddy mengatakan dirinya bukan lagi tersangka.
Mulanya, Eddy meminta waktu kepada Suhartoyo untuk menjelaskan terkait hal yang ditudingkan oleh BW. Sebab, Eddy mengatakan ucapan BW berdampak pada pemberitaan mengenai dirinya.
"Saya kira saya berhak untuk tidak terjadi character assassination, karena begitu dikatakan saudara BW hari ini pemberitaan dengan seketika mempersoalkan keberadaan saya," kata Eddy dalam sidang ini.
Eddy, yang menjadi ahli dari kubu Prabowo-Gibran, mengatakan hal yang disampaikan BW terkait statusnya sebagai tersangka tidak utuh. Eddy mengatakan jika status tersangkanya sudah dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lewat putusan praperadilan.
"Saya hanya ingin mengatakan secara cuma 30 detik, bahwa pemberitaan yang disampaikan BW itu tidak disampaikan secara utuh, pada saat itu Ali Fikri mengatakan akan menerbitkan sprindik umum dengan melihat perkembangan kasus," jelas Eddy.
"Yang kedua status saya sebagai tersangka sudah saya challenge di PN Jaksel, dan putusan tanggal 30 membatalkan status saya sebagai tersangka," sambungnya.
Eddy lalu mengatakan dirinya berbeda dengan BW saat ditetapkan sebagai tersangka. Eddy mengatakan BW hanya mengandalkan belas kasih.
"Jadi saya berbeda dengan saudara BW, ketika ditetapkan sebagai tersangka, dia tidak men-challenge tapi mengharapkan belas kasihan Jaksa Agung," tuturnya.
Sebagai informasi, Eddy Hiariej sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh KPK. Eddy, yang merupakan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, mengajukan praperadilan dan gugatannya dikabulkan.



Tentang Kasus BW
Saat menjadi Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto pernah menjadi tersangka perkara rekayasa keterangan palsu saat menjadi pengacara dalam prakara Pemilukada tahun 2010. Dia ditangkap polisi pada 23 Januari 2015. Selain Bambang, turut ditangkap Ketua KPK Abraham Samad. Dia menjadi tersangka pemalsuan dokumen.
Namun publik menilai penangkapan keduanya terkait dengan langkah KPK yang menjadikan calon kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi. Jaksa Agung M. Prasetyo akhirnya mengesampingkan perkara tersebut (deponir) pada 3 Maret 2016. Dengan kebijakan tersebut, kasus Bambang dan Samad dinyatakan berakhir. "Dinyatakan ditutup, berakhir, dan dikesampingkan," kata Prasetyo kepada pers kala itu.
Ngantuk Pak Ketua?
Sementara itu, Ketua MK Suhartoyo kembali menegur Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam sidang sengketa Pilpres. Suhartoyo menanyakan apakah Bagja mengantuk saat sidang.
Momen itu terjadi saat ahli dari Prabowo-Gibran, Margarito Kamis, selesai memberikan keterangannya di ruang sidang MK. Suhartoyo mempersilakan peserta sidang untuk melakukan pendalaman.
Saat akan mempersilakan Bawaslu bertanya, Suhartoyo menegur Bagja. Suhartoyo mempertanyakan kondisi Bagja yang terlihat sedang tertunduk.
"Dari Bawaslu tidak? Ngantuk ya Pak Ketua itu?" tanya Suhartoyo.
Bagja yang mulanya terlihat menunduk langsung menegakkan kepalanya. Anggota Bawaslu RI Puadi lalu menyampaikan pertanyaannya.
Sebelumnya, Suhartoyo juga pernah menegur Bawaslu. Saat itu, ahli dari Ganjar-Mahfud, Risa Permana Deli, yang merupakan Sosiolog Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial, memberikan keterangan saat sidang sengketa di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4). Mulanya, pemohon memberikan pertanyaan kepada ahli.
Lalu, Suhartoyo menegur Bawaslu. Suhartoyo bertanya apakah Bawaslu tertidur saat sidang.
"Baik, Bawaslu itu tidur, pak Ketua?" tanya Suhartoyo.
"Mau bertanya tidak?" sambung Suhartoyo. (**)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru