
Terima Kunker DPRD Sumut, Wali Kota Tanjungbalai Tegaskan Komitmen Pengelolaan Anggaran Transparan
Tanjungbalai (harianSIB.com)Wali Kota Tanjungbalai Mahyaruddin Salim didampingi Wakil Wali Kota Muhammad Fadly Abdina diikuti para Asisten P
Jakarta (SIB)
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda prihatin atas pernyataan Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjani yang mengatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier dalam rangka menanggapi polemik tingginya UKT (Uang Kuliah Tunggal). Huda menyebut, Kemendikbud menebalkan persepsi orang miskin tidak boleh kuliah.
"Kami prihatin dengan pernyataan-pernyataan Prof Tjitjik bahwa perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier yang bersifat opsional atau pilihan. Bagi kami, pernyataan itu kian menebalkan persepsi bahwa orang miskin dilarang kuliah. Bahwa kampus itu elite dan hanya untuk mereka yang punya duit untuk bayar uang kuliah tunggal," ujar Syaiful Huda dalam keterangannya, Sabtu (18/5).
Huda menilai, pernyataan pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier benar, tapi kurang tepat. Apalagi, kata dia, hal itu disampaikan oleh pejabat publik yang mengurusi pendidikan tinggi dan disampaikan dalam forum resmi temu media untuk menanggapi protes kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri.
Baca Juga:
"Kalau protes kenaikan UKT direspons begini, ya tentu sangat menyedihkan," ucapnya.
Lebih lanjut, Wasekjen PKB ini menegaskan pernyataan pendidikan tinggi bersifat tersier oleh pejabat tinggi Kemendikbudristek bisa dimaknai jika pemerintah lepas tangan terhadap nasib mereka yang tidak punya biaya tapi ingin kuliah. Padahal, menurutnya, di sisi lain pemerintah gembar-gembor ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan ingin memanfaatkan bonus demografi agar tidak menjadi bencana demografi.
Baca Juga:
"Tapi saat ada keluhan biaya kuliah yang tinggi dari mahasiswa dan masyarakat seolah ingin lepas tangan," ujar dia.
Politikus PKB ini mengungkapkan kesempatan mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia bagi peserta memang relatif rendah. Berdasarkan data BPS tahun 2023, Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi Indonesia itu masih 31,45 persen. Angka ini tertinggal dari Malaysia 43 persen, Thailand 49 persen, dan Singapura 91 persen.
"Salah satu kendala faktor pemicu rendahnya angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia adalah karena persoalan biaya," imbuhnya.
Di sisi lain, kata Huda, anggaran pendidikan di Indonesia setiap tahun relatif cukup besar dengan adanya mandatory spending 20 persen dari APBN. Tahun ini saja ada alokasi APBN sebesar Rp 665 triliun untuk anggaran pendidikan. "Nah, ini ada apa kok sampai ada kenaikan UKT besar-besaran dari perguruan tinggi negeri yang dikeluhkan banyak mahasiswa. Apakah memang ada salah kelola dalam pengelolaan anggaran pendidikan kita atau ada faktor lain," tutur dia.
Pernyataan Tjitjik
Sebelumnya, Tjitjik selaku Sesdirjen Dikti mengatakan, pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier dalam rangka menanggapi polemik tingginya UKT. Sebagaimana siaran audio yang ditampilkan 20detik, Kamis (16/5), sifat pendidikan tinggi adalah opsional. Alokasi fokus anggaran pemerintah lebih kepada pendidikan wajib belajar, bukan ke pendidikan tersier itu.
"Pendidikan tinggi adalah tertiary education, jadi bukan wajib belajar. Artinya, tidak seluruhnya lulusan SLTA/SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Itu sifatnya adalah pilihan," kata Tjitjik.
Konsekuensinya, pendanaan pemerintah untuk pendidikan diprioritaskan untuk pembiayaan wajib belajar. Kebijakan itu juga merupakan amanat undang-undang. Meski begitu, negara tetap memberi Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
Idealnya, nominal BOPTN sama dengan biaya UKT. Dengan demikian, pendidikan tinggi menjadi gratis. Namun negara belum punya duit sebesar itu.
"Tetapi permasalahannya dana pendidikan kita tidak mencukupi karena prioritas utama adalah untuk pendidikan wajib. Selama ini bantuan BOPTN untuk perguruan tinggi belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan operasional penyelenggaraan pendidikan. Mau tidak mau, diperlukan peran serta masyarakat," kata Tjitjik.
Apa itu tertiary education?
Mengutip situs Bank Dunia, tertiary education atau pendidikan tersier adalah pendidikan formal 'post secondary education', yakni pendidikan setelah SMA. Tertiary education termasuk universitas swasta-negeri, sekolah vokasi, atau institut pelatihan teknis.
Tertiary education atau pendidikan tersier adalah alat untuk menguatkan pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, dan mendorong kesejahteraan bersama.
Ugal-ugalan
Lebih lanjut, Syaiful Huda menyebut, ada beragam alasan di balik kenaikan UKT mahasiswa tersebut.
"Kalau dari pengamatan dan laporan yang sampai kepada kami, ada beragam penyebab kenaikan UKT," kata Huda saat dihubungi, Jumat (17/5).
Ada dua faktor yang menyebabkan UKT meroket. Kedua faktor itu yakni tidak optimalnya alokasi anggaran pendidikan kampus negeri dan penetapan status PTN Berbadan Hukum (PTN-BH).
"Dua faktor ini yang membuat rektorat di masing-masing kampus sedikit ugal-ugalan menaikkan UKT dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan operasional," ucapnya.
Huda lantas menjelaskan, mengapa menganggap kenaikan UKT tersebut ugal-ugalan? Dia menyebut, selain kenaikan yang tinggi, hal itu juga dilakukan di tengah proses belajar mahasiswa.
"Kenapa kami menyebut sedikit ugal-ugalan? Karena kenaikannya cukup drastis kalau tidak bisa dibilang meroket. Anda bisa cek sendiri misalnya kenaikan UKT di Unsoed untuk mahasiswa baru naiknya bisa sampai 350%. Meskipun kabar terbarunya kenaikan itu sudah direvisi. Selain dari besaran kenaikan UKT agak ugal-ugalan karena dari sisi waktu dilakukan di tengah proses kegiatan belajar mahasiswa. Situasi ini juga telah diprotes oleh Menko PMK Prof Muhadjir Effendi," tegasnya.
Huda mengaku, belum mendapat informasi terkait potensi pengalihan anggaran pendidikan untuk program atau kegiatan lain oleh pemerintah. Namun, dia menyebut distribusi anggaran hingga Rp 665 triliun perlu diperbaiki.
"Hanya saja memang pola distribusi anggaran pendidikan dari APBN sebesar Rp 665 triliun dalam pandangan kami memang butuh perbaikan. Secara umum anggaran pendidikan tersebut terbagi dalam tiga jenis belanja yakni pertama Belanja Pemerintah Pusat (BPP) ini untuk Kemendikbud Ristek, Kemenag, dan kementerian/lembaga lain. Kedua untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), dan ketiga Pembiayaan Anggaran," jelasnya.
Bentuk Panja
Sebelumnya, Komisi X DPR akan membentuk panitia kerja (panja) terkait biaya pendidikan. Panja tersebut akan bekerja 3-4 bulan.
"Ini menurut kami tidak wajar sehingga kami melihat bahwa perlu ada kita dudukkan bersama dan kita rencana akan memanggil Kemendikbud dan DPR juga langsung membuat panja biaya pendidikan," kata Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf kepada wartawan di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5).
Dede menyebut, panja tersebut akan bekerja 3-4 bulan untuk memeriksa komponen-komponen apa saja yang memang harus UKT dinaikkan. Namun, langkah terdekat, kata Dede, adalah mendorong revisi Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024.
"Kita akan mendorong mungkin tidak di pemerintahan sekarang tapi di pemerintahan nanti agar alokasi anggaran pendidikan 20% paling tidak dikelola Kementerian Pendidikan itu 50%-nya sekitar Rp 300 triliun," kata dia.
Evaluasi
Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengevaluasi tata kelola kebijakan pembiayaan pendidikan perguruan tinggi.
Pasalnya, UKT terkini naik signifikan dan tidak mempertimbangkan kemampuan orang tua mahasiswa.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih Fikri menegaskan, pendidikan adalah hak anak bangsa tanpa memandang status ekonomi dan sosial.
"Kami mendesak Kemendikbudristek memberi solusi dengan memperbaiki tata kelola pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi. Jangan sampai (kenaikan UKT) membebani mahasiswa sampai tidak mampu kuliah lagi," kata Fikri dalam keterangannya, Sabtu (18/5).
Fikri berharap pemerintah memperbesar kuota beasiswa, baik jalur tidak mampu dan prestasi.
Selain itu, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengingatkan untuk mempertajam pengawasan kebijakan pendidikan tinggi. Hal ini menjadi sorotannya lantaran demi menjaga mutu pendidikan perguruan tinggi agar tetap berimbang serta berkualitas.
"Kemendikbudristek perlu untuk memperbesar kuota beasiswa baik jalur tidak mampu dan prestasi," kata Fikri.
Diketahui, Perwakilan dari Aliansi BEM SI mendatangi Komisi X DPR RI terkait polemik implementasi Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Di mana perangkat aturan tersebut mengakibatkan nilai biaya UKT yang dibebankan kepada mahasiswa semakin berat tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial gaji orang tua.
Selain itu, Permendikbud ini juga berdampak terjadinya komersialisasi pendidikan tinggi. Padahal, negara telah mengamanatkan lewat UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan.
Diketahui, sebagian besar universitas di Indonesia mengalami kenaikan UKT secara signifikan hingga mencapai 300-500 persen. Tidak hanya nilai UKT, kenaikan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) juga terjadi secara signifikan. (**)
Tanjungbalai (harianSIB.com)Wali Kota Tanjungbalai Mahyaruddin Salim didampingi Wakil Wali Kota Muhammad Fadly Abdina diikuti para Asisten P
Tapteng(harianSIB.com)Para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit siapsiap lahannya akan diukur ulang oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Teng
Medan(harianSIB.com)Terkait kasus dugaan korupsi, Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungsitoli melakuka
Tebingtinggi(harianSIB.com)Diduga menabrak pembatas jalan (road barrier), truk colt diesel BK 8397 MH yang mengangkut 7 ton tepung, tergulin
Medan(harianSIB.com)Tahun ini, Wali Kota Rico Tri Putra Bayu Waas memastikan rencana pelaksanaan program Sekolah Rakyat yang digagas Preside