Jumat, 25 April 2025

Abaikan Putusan MK, MKMK Nilai DPR Lakukan Pembangkangan

Wilfred Manullang - Rabu, 21 Agustus 2024 20:24 WIB
394 view
Abaikan Putusan MK, MKMK Nilai DPR Lakukan Pembangkangan
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo (keempat kanan) memimpin sidang putusan uji materi Undang-Undang Pilkada di Gedung MK, Jakarta, Selasa 20 Agustus 2024.
Jakarta (harianSIB.com)

Keputusan Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI tidak mengindahkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pilkada mendapat kecaman dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)

MKMK menilai Baleg DPR telah membangkang konstitusi dengan mengabaikan putusan MK.

Dikutip CNN Indonesia, Rabu (21/8/2024), Ketua MKMKI Dewa Gede Palguna mengatakan putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat, serta berlaku bagi semua pihak (erga omnes).

Baca Juga:

"Ini adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan, c.q. MK, yang oleh UUD diberi kewenangan untuk menjaga Konstitusi (UUD 1945)," kata Palguna.

Palguna meyakini Indonesia saat ini di mata dunia adalah bahan olok-olok. Menurutnya, pembangkangan konstitusi itu sangat memalukan.

Baca Juga:

"Dalam konteks demokrasi, saat ini dunia sedang menempatkan kita sebagai bahan olok olok paling memalukan," ucapnya.

Palguna mengatakan selama ini belum pernah mendengar ada negara yang mengaku demokratis, tetapi membangkan konstitusi.

"Mungkin saya "kuper", saya belum pernah mendengar ada negara yang mengaku negara demokratis dan mengusung rule of law namun langsung membangkang putusan pengawal konstitusinya hanya karena kepentingan politik," katanya.

Menurut Palguna, para pelanggar konstitusi itu suatu saat akan diadili oleh rakyat. "Rakyat dan waktu yang akan mengadilinya," ujar mantan hakim MK tersebut.

Pada Selasa (20/8), MK mengetok palu untuk dua gugatan terkait Pilkada 2024, yaitu gugatan dengan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PUU-XXII/2024.

Melalui putusan 60, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Partai yang tidak memperoleh kursi DPRD, tetap bisa mengusung paslon selama memenuhi syarat presentase yang dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Syarat parpol dan gabungan parpol bisa mengusung paslon yaitu memperoleh suara sah dari 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung pada jumlah pemilih tetap di provinsi itu.

Kemudian, lewat putusan 70, MK menegaskan penghitungan syarat usia minimal calon kepala daerah dilakukan sejak KPU menetapkan pasangan calon, bukan sejak calon terpilih dilantik.

Namun, Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.

Kemudian syarat usia minimal calon kepala daerah juga dihitung saat pelantikan paslon mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA). Poin-poin ini masuk dalam RUU Pilkada yang disahkan Baleg DPR dan dibawa ke Rapat Paripurna besok. (*)

Editor
: Wilfred Manullang
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru