Rantauprapat (SIB) Mahkamah Agung (
MA) menjatuhkan hukuman
pidana penjara selama 5 tahun dan
denda Rp100 juta kepada terdakwa
Freddy Simangunsong (67), suami calon Wakil Bupati Labuhanbatu, Hj Ellya Rosa Siregar. Hakim
MA menyatakan, Freddy terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak (remaja putri berusia 16 tahun), keponakannya sendiri.
"Ya, benar. Putusannya sudah turun dari Mahkamah Agung. Akhir Oktober lalu sudah sampai di PN ini," kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat, Sapriono MH saat dikonfirmasi SIB News Network (SNN) terkait putusan
MA terhadap
Freddy Simangunsong, Selasa (5/11).
Sapriono juga memperlihatkan petikan putusan dari
MA yang memeriksa perkara tindak pidana khusus tersebut pada tingkat
kasasi yang dimohonkan penuntut umum dari
Kejaksaan Negeri Labuhanbatu.
Baca Juga:
"Mengadili sendiri: Menyatakan Dr H
Freddy Simangunsong MBA terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan cabul yang dilakukan oleh wali atau orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga', sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan pertama primer," sebut hakim
MA dalam putusan Nomor 6277 K/Pid.Sus/2024 tanggal 10 Oktober 2024, seperti dikutip dari salinan petikan putusan tersebut.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 5 tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan pidana
denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila pidana
denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan," sebut hakim dalam putusan tersebut.
Baca Juga:
Hakim
MA juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Kemudian, menetapkan barang bukti handphone merek Vivo 1938 warna biru muda dengan Imei 1 869701046826353 dan Imei 2 869701046826246 dengan nomor SIM card 1 082160028256 dan SIM card 2 085361307528 milik
Elvira Rossa Nasution alias Wak Ira dikembalikan kepada saksi,
Elvira Rossa Nasution.
Namun barang bukti kain sarung petak-petak warna hijau dan kuning merek Wadimor, dan 1 kasur busa ukuran 1x2 meter warna merah motif bunga hitam putih, dirampas untuk dimusnahkan.
Sedangkan barang bukti 1 daster berkerah warna kuning tanpa lengan dengan corak daun, dikembalikan kepada korban.
Selain hukuman tersebut, terdakwa juga dibebankan membayar biaya perkara pada tingkat
kasasi sebesar Rp2.500.
Putusan tersebut diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim, Kamis 10 Oktober 2024 oleh Dr Desnayeti SH MH, Hakim Agung sebagai ketua majelis, Dr H Achmad Setyo Pudjoharsoyo SH MHum dan Yohanes Priyana SH MH, hakim-hakim agung sebagai hakim-hakim anggota.
Dalam putusan tersebut, hakim
MA mengabulkan permohonan
kasasi dari jaksa penuntut umum Kejari Labuhanbatu. Putusan tersebut juga membatalkan putusan
PN Rantauprapat nomor 1021/Pid.Sus/2023/PN Rap tanggal 25 April 2024.
Salinan putusan tersebut ditandatangani Panitia Muda
Pidana Khusus, Dr Sudharmawatiningsih SH MHum.
Dalam putusan
PN Rantauprapat nomor 1021/Pid.Sus/2023/PN Rap tanggal 25 April 2024, majelis hakim, Muhammad Alqudri SH (ketua majelis), Khairu Rizki SH dan Bob Sadiwijaya SH MH (hakim-hakim anggota) menyatakan terdakwa
Freddy Simangunsong tidak terbukti melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak melakukan cabul, sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum dalam dakwaan pertama primer, serta membebaskan terdakws dari dakwaan jaksa. Menurut majelis hakim saat itu,
Freddy Simangunsong sebagai korban politik. Atas putusan majelis hakim
PN Rantauprapat, penuntut umum mengajukan
kasasi ke
MA dengan akte permohonan
kasasi, nomor 119/Akta.Pid/2024/PN Rap, juncto nomor 1021/Pid.Sus/2023/PN Rap, tanggal 7 Mei 2024.
Kajari Labuhanbatu melalui Kasi Pidum Horas Monang Jeffry Andi Gultom SH membenarkan telah menerima relaas pemberitahuan putusan
kasasi tersebut.
"Benar. Tadi sudah diterima relaas pemberitahuan putusannya," sebut Kasi Pidum.
Perkara cabul tersebut bergulir dari Polda Sumut. Freddy ditangkap di Rantauprapat pada 31 Agustus 2023, setelah Polres Labuhanbatu menerima laporan ibu korban, Wak Ira, 16 Agustus 2023.
Peristiwa dugaan pencabulan itu disebut terjadi pada 5 Juli 2023 dini hari. Kemudian ibu korban didampingi pengacara dan pihak Lembaga Perlindungan Anak melaporkan pelaku ke Polres Labuhanbatu, setelah menerima keluhan dari putrinya yang tinggal bersama pelaku di Rantauprapat.
Freddy dipersalahkan melanggar pasal 82 ayat (2), juncto pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak. (**)