Jakarta
(harianSIB.com)
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (
BPH Migas) mengimbau masyarakat untuk bisa
menghemat konsumsi Bahan Bakar Minyak (
BBM). Pasalnya, kondisi geopolitik dunia yang tak menentu, ditambah lagi dengan semakin memanasnya
konflik Timur Tengah antara
Israel dan
Iran, bisa berdampak pada pasokan minyak dan
BBM di Tanah Air.
Terlebih, Indonesia merupakan negara net importir minyak dan cadangan operasional
BBM di Tanah Air relatif terbatas.
Baca Juga:
Anggota Komite
BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, dengan kondisi dunia yang kian memanas, dia mengimbau agar masyarakat menghemat pemakaian
BBM. Di sisi lain, pemerintah juga memberikan kemudahan dan insentif agar masyarakat bisa memanfaatkan transportasi umum.
"Masyarakat juga perlu diimbau untuk hemat dalam penggunaan
BBM dan pemerintah memberikan kemudahan dan insentif untuk menggunakan transportasi publik," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6).
Baca Juga:
Di sisi lain, penghematan konsumsi
BBM ini diperlukan, mengingat stok operasional
BBM di Tanah Air "hanya" cukup untuk kurang dari 30 hari.
Saleh membeberkan, per 16 Juni 2025 ini, Indonesia memiliki pasokan
BBM, termasuk Pertalite, Pertamax, hingga Solar dalam rentang 19-29 hari mendatang.
"Alhamdulillah per 16 Juni 2025, stok Pertalite aman, sekitar 21 hari, Pertamax sekitar 29 hari, dan Solar sekitar 19 hari," paparnya.
Saleh juga mengimbau kepada para badan usaha penyedia
BBM dalam negeri untuk segera mengantisipasi potensi dampak yang bisa melanda Indonesia. Hal itu dinilai bisa dilakukan dengan memperbanyak stok
BBM dan minyak mentah.
"Juga melakukan kerja sama dengan negara-negara di luar Timteng seperti Rusia dan Afrika untuk menjamin kontinuitas sumber-sumber impor," tegasnya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor minyak dan gas bumi (migas) sebesar US$ 36,27 miliar pada 2024, naik dari US$ 35,83 miliar pada 2023.
Impor migas sepanjang 2024 tersebut terdiri dari impor minyak mentah yang tercatat mencapai US$ 10,35 miliar, turun tipis dari US$ 11,14 miliar pada 2023.
Kemudian, impor produk minyak seperti Bahan Bakar Minyak (
BBM) tercatat mencapai US$ 25,92 miliar, naik dari US$ 24,68 miliar pada 2023.
Impor minyak mentah Indonesia pun tak dapat ditampik mayoritas berasal dari negara-negara Timur Tengah, dan melewati Selat Hormuz.
Khusus dari Arab Saudi, Indonesia tercatat melakukan impor minyak mentah mencapai 7,04 juta ton pada 2024. Indonesia juga mengimpor produk petroleum dari negara tersebut mencapai 3,42 juta ton, dan produk LPG mencapai 612 ribu ton sepanjang 2024.
Sedangkan, dari UAE, Indonesia tercatat mengimpor produk petroleum mencapai 964 ribu ton sepanjang tahun 2024. Indonesia juga mengimpor LPG dari UAE sepanjang tahun 2024 mencapai 639 ribu ton.
Adapun, dari Amerika Serikat, Indonesia mengimpor LPG mencapai 3,93 juta ton sepanjang tahun 2024. Indonesia juga mengimpor minyak mentah dari AS mencapai 668 ribu ton.
Menurut Goldman Sachs dan firma konsultan Rapidan Energy, harga minyak bahkan diperkirakan dapat melonjak di atas US$ 100 per barel jika selat tersebut ditutup untuk waktu yang lama. Analis JPMorgan menilai, risiko
Iran menutup Hormuz rendah karena AS akan menganggap tindakan tersebut sebagai deklarasi perang.
Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di OPEC, yang menghasilkan 3,3 juta barel per hari.
Iran mengekspor 1,84 juta barel per hari bulan lalu.
Menurut Kpler, sebagian besar minyak
Iran dijual ke China. Sekitar setengah dari impor minyak mentah China melalui perairan berasal dari Teluk Persia.
"Itu akan menjadi luka yang ditimbulkan sendiri: menutup Selat itu akan menghentikan aliran ekspor minyak mentahnya ke China, menghentikan aliran pendapatan utama," kata Matt Smith, analis minyak utama di Kpler.
Harga minyak dunia melonjak tajam pada perdagangan Senin pagi (23/6) setelah
Iran secara resmi menutup Selat Hormuz, menyusul serangan udara Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir utama
Iran, Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Mengacu data Refinitiv pada pukul 08:30 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak terdekat naik 2,69% menjadi US$ 79,08 per barel. Sementara itu, WTI menguat 1,23% ke US$ 75,85 per barel.
Kenaikan ini memperpanjang reli minyak dalam sepekan terakhir. Sejak 12 Juni 2025, harga Brent sudah melonjak hampir 14%, dari level US$ 69,36.(**)