Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 24 Juli 2025

Geger! Trump Umumkan Kesepakatan Transfer Data Pribadi, Menkominfo RI Bingung?

Redaksi - Rabu, 23 Juli 2025 20:13 WIB
124 view
Geger! Trump Umumkan Kesepakatan Transfer Data Pribadi, Menkominfo RI Bingung?
(harianSIB.com/Ist)
Trump dan Prabowo
Jakarta(harianSIB.com)

Sebuah pengumuman mengejutkan datang dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai kesepakatan dagang "bersejarah" dengan Indonesia. Namun, salah satu poin yang sontak menuai kontroversi adalah klausul transfer data pribadi warga negara Indonesia ke Amerika Serikat. Gedung Putih mengklaim ini sebagai "terobosan besar" bagi sektor digital AS.

Di sisi lain, respons dari Jakarta justru menunjukkan kebingungan. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Meutya Hafid, Jakarta, Rabu (23/7/2025) menyatakan ia akan segera berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, karena mengaku "belum tahu persis topiknya apa." Pernyataan ini cukup mengagetkan, mengingat Gedung Putih telah merilis detail kesepakatan tersebut 24 jam sebelumnya.

Baca Juga:

Menurut rilis Gedung Putih, kesepakatan ini mencakup beberapa poin krusial:
- Penerapan tarif 19% untuk ekspor Indonesia ke AS.
-Penghapusan hambatan digital, termasuk jaminan transfer data pribadi ke AS.
-Pengakuan AS sebagai negara 'pelindung data memadai' menurut hukum Indonesia.

Poin terakhir inilah yang menjadi sorotan utama. Pasalnya, Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) Indonesia secara tegas mensyaratkan bahwa negara tujuan transfer data harus memiliki standar perlindungan yang setara, sebuah kondisi yang belum diverifikasi atau bahkan belum ada daftarnya dari pihak Indonesia.

Baca Juga:

Langgar UU PDP dan Konstitusi?

Pengumuman ini langsung memicu reaksi keras dari para ahli hukum dan pakar. Ferry Amsari, seorang Pakar Hukum Tata Negara, menyebut tindakan ini sebagai "Presiden menjual data pribadi tanpa hak!" Ia menekankan bahwa UU PDP hanya mengizinkan transfer data jika negara penerima menjamin perlindungan yang setara, sementara AS belum masuk dalam daftar 'negara aman' versi Indonesia.

Martianus Frederic Ezerman, Pakar Kriptografi, juga menyuarakan kekhawatirannya. "Resiprokal? Bisakah kita transfer data AS ke Indonesia? Pemerintah jelas melanggar UU!" ujarnya, mempertanyakan prinsip timbal balik dalam kesepakatan ini.

Kekhawatiran para ahli juga diperparah oleh klaim bahwa pertukaran data ini hanya untuk komoditas berisiko tinggi seperti gliserol sawit. Namun, lingkup kesepakatan yang dirilis Gedung Putih jelas menunjukkan cakupan yang jauh lebih luas dari sekadar komoditas tertentu.

Jika data pribadi warga Indonesia bocor akibat kesepakatan ini, UU PDP mengancam dengan sanksi berat berupa 6 tahun penjara atau denda Rp6 miliar. Namun, pertanyaan besar muncul: siapa yang akan bertanggung jawab?

Kesepakatan ini, di satu sisi, membuka akses pasar AS yang menjanjikan bagi Indonesia. Namun, di sisi lain, potensi pengorbanan kedaulatan data warga menjadi risiko yang sangat besar. Koordinasi mendesak antara Menkominfo Meutya Hafid dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjadi penentu. Akankah pemerintah Indonesia berani mengoreksi kesepakatan ini, atau justru memaksakan implementasi aturan yang bertentangan dengan Undang-Undang yang telah dibuatnya sendiri?(**)

Editor
: Bantors Sihombing
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru