Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 03 Juni 2025

Rakyat Australia Ingin Pencari Suaka Diperlakukan Kasar

- Kamis, 09 Januari 2014 14:50 WIB
290 view
Rakyat Australia Ingin Pencari Suaka Diperlakukan Kasar
SIB/int
Ilustrasi
CANBERRA (SIB)- Rakyat Australia dikabarkan sangat membenci para pencari suaka yang datang ke negara mereka. Dalam sebuah poling di Australia menyebutkan, sebagian besar rakyat Australia menginginkan para pencari suaka ditangani secara kasar.

Dalam poling yang dilakukan oleh UMR Research di seluruh Australia menunjukkan, 59 persen rakyat Australia meyakini bahwa sebagian besar orang yang datang dengan perahu bukanlah pencari suaka sungguhan. Sementara hanya 30 persen dari mereka yang meyakini bahwa imigran gelap yang datang itu benar para pencari suaka.

"Mayoritas rakyat Australia, sekira 60 persen, menginginkan Pemerintah (Perdana Menteri Tony) Abbott untuk meningkatkan kekerasan terhadap para pencari suaka," hasil poling tersebut, seperti dikutip Sidney Morning Herald, Rabu (8/1).

Sebagai pemaparan, kelompok warga berusia lebih dari 70 tahun, 68 persen dari mereka mendukung tindakan kasar tersebut. Sementara rakyat di Queensland dan Australia Barat mendukung langkah yang lebih berat terhadap pencari suaka.

Hanya sekira 30 persen rakyat Australia yang menilai pencari suaka berhak diperlakukan secara manusiawi. Sementara sembilan persen lainnya, tidak yakin bagaimana memperlakukan para pencari suaka.

Hasil poling ini keluar di saat usaha Australia untuk "membuang" para pencari suaka yang ingin masuk ke wilayahnya, terus diintensifkan. Australia bahkan membeli kapal penyelamat untuk menampung pencari suaka tersebut dan mengirimnya ke Indonesia.

Selama ini, Indonesia dikenal sebagai negara transit bagi para pencari suaka yang ingin ke Australia. Setelah Indonesia menghentikan kerja sama penanganan pencari suaka, Australia pun menerapkan kebijakan turn-back yang berarti mengirimkan kembali para pencari suaka ke negara transit dalam hal ini, Indonesia.

Guna memuluskan kebijakan ini, Pemerintah Perdana Menteri Tony Abbott membeli sekira 16 kapal penyelamat. Kapal-kapal tersebut bisa membawa para pencari suaka dan kemudian memindahkannya kembali ke Indonesia, bila kapal yang mereka tumpangi sudah tidak bisa digunakan.

Laporan Fairfax mengutip sumber di Departemen Pertahanan, yang mengatakan pembelian perahu karet ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap taktik penyelundup manusia yang sering menggunakan perahu tua, dan kemudian menyabotase perahunya sendiri agar ditolong oleh regu penyelamat Australia.

Perahu karet penolong ini digambarkan bisa mengangkut puluhan orang bersama suplai makanan air air minum paling tidak selama seminggu.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan kembali sikap Indonesia atas kebijakan Pemerintah Australia memaksa perahu pencari suaka kembali ke Indonesia. "Saya ulangi sekali lagi, kami menolak kebijakan memaksa perahu pencari suaka kembali (ke Indonesia)," tegasnya.

Namun demikian, Menteri Natalegawa mengatakan, pihaknya hampir setiap hari melakukan kontak dengan mitranya Menlu Julie Bishop.

Australia Nilai TNI tidak Mampu

Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai tidak mampu mencegah pelanggaran perairan oleh tiga kapal perang Australia pada 19 Desember 2013. Pelanggaran perairan Indonesia oleh kapal perang Australia terjadi lagi pada 6 Januari 2013 lalu. Itu pun tidak dicegah aparat keamanan Indonesia.

Kapal perang Australia masuk ke perairan Indonesia hingga 7 mil dari pesisir Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, untuk mengiring kembali perahu pengangkut imigran yang berlayar ke negara itu.

Penilaian pihak Australia itu disampaikan salah satu imigran, Rabu (8/1) di Metronews.com. "Tentara Australia bilang tentara Indonesia itu kecil. Tidak mampu berbuat apa-apa," kata imigran asal Somalia, Mohamed  Abdirashid (18).

Ia mengisahkan, selama pelayaran melintasi perairan Indonesia menuju Australia, lampu kapal perang tersebut dipadamkan termasuk pada malam hari. Pemadaman lampu tersebut bertujuan mengelabui aparat keamanan Indonesia.

"Kami berlayar hampir dekat ke Pulau Rote kemudian melihat perahu di kejauhan. Kami mengira itu kapal perang Indonesia, ternyata bukan," ujarnya. Oleh kapal yang ternyata milik Australia, Abdirashid diminta untuk terus jalan karena Pulau Rote sudah dekat.

Sementara itu, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni mendesak Pemerintah Indonesia khususnya TNI agar tegas kepada Australia. Pasalnya, keberadaan kapal perang Australia di perairan Indonesia yang tanpa izin merupakan pelecehan.

"Tindakan Australia menghalau para imigran sampai perairan Indonesia merupakan pelecehan yang harus diambil tindakan tegas oleh Jakarta," katanya.
Imigran Timur Tengah yang dihalau kapal perang Australia kembali ke Indonesia sebanyak dua kali. Pertama pada 19 Desember 2013 sebanyak 47 orang. Kedua pada 6 Januari 2014 sebanyak 45 orang sehingga total imigran yang ditampung di sebuah hotel di Kota Kupang sebanyak 93 orang.

Kepala Imigrasi Kupang Silvester Sililaba mengatakan imigran ditampung di hotel karena Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang saat ini penuh. (Okz/Dik2/h)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru