Medan (SIB)
Tri Dharma Sipayung - Noni Juniarti Br Kaban mengadopsi sejumlah seni klasik pada pemberkatan, resepsi dan syukuran pernikahannya, Sabtu (26/9) di tiga tempat berbeda.
Ketika mendapat pemberkatan di GKPS Maranatha Ressort Medan Selatan Jalan Bunga Sedap Malam - Padangbulan, Medan, Sabtu (26/9) dipimpin Bishop GKPS Pdt M Rumanja Purba MSi, putra pasangan St Drs Makmur Sipayung - St Rahulina Br Barus SPd dari Sungai Buaya, Serdangbedagai itu mengenakan busana resmi. Dharma mengenakan doble dress didampingi perempuan pilihan hatinya yang mengenakan kebaya panjang kolaborasi longdress bermahkota ronce melati.
Meski tidak menerakan dress code tapi tetamu kompak. Pada umumnya mengenakan busana seperti ke gereja, termasuk abangnya, Ps Ernest Sipayung dari Australia. Dilanjutkan dengan resepsi.
Mengadopsi party garden, aroma etnik mulai kelihatan. Bersalin pakaian, yang kali ini didominasi merah hati, Dharma - Noni mulai dihadapkan dengan budaya Simalungun dan Toba. Mulai ketika rombongan Generasi Muda Silahisabungan datang. Ada juga rombongan Komite Independen Batak dipimpin Capt Tagor Aruan. Tetapi keromantisan Dharma sangat kental ketika ketibaannya di karpet merah didahului peniup saksofon yang membuat syahdu.
Diiringi perkusi Toba, pengantin baru tersebut menerima rombongan yang manortor. Sebagian pula menari ala warga Simalungun dan Karo. Saking banyaknya tetamu, acara yang semula direncanakan dua jam molor.
Dari wilayah Deliserdang yang berdekatan dengan Tanah Karo, rombongan raja dan ratu sehari bergeser ke darah kelahiran Dharma, Sungai Buaya - Serdangbedagai.
Di sini, acara seluruhnya mengetengahkan budaya Simalungun. Mempelai dan keluarganya mengenakan busana khas Simalungun. Pengantin didandan spesial, perpaduan merah dan ungu.
Dharma dengan gotong indah. Noni mengenakan kebaya khas Simalungun. Pengantar acara menggunakan bahasa Simalungun.
Rombongan dari sejumlah wilayah seperti Medan, Simalungun, Karo menyesuaikan mengikutinya.
Mengindahkan protokol kesehatan, seperti memakai masker dan faceshield, tetamu memenuhi Losd Desa Sungai Buaya - Silinda, Serdangbedagai.
Lokasi pesta jadi seperti pasar malam, di mana banyak penjaja panganan dan mainan berdagang. Sama seperti di Restoran Kenanga, rombongan orang-orang muda, pengurus organisasi adat, datang. Mempelai pria selama ini diberi gelar Presiden Jomblo. Khusus di lingkungan GKPS, Dharma seorang pengurus organisasi gereja tertinggi. Usahawan konveksi itu seorang dosen (favorit) di UMI Medan.
Konsekuensinya, ia wajib paham untuk melakoni seni klasik dari budaya yang mengalir di dirinya. Istri? Latar budaya Noni juga dilakoni.
Ketika prewedding, Dharma - Noni mendigitalisasi ritual tersebut dengan pendekatan film dokumenter berlatar darah indah di Tanah Karo dengan sudut Danau Toba, wilayah Samosir dan Simalungun. Video tersebut diunggah Kamis (25/9). Selasa (29/9), nukilan dari ritual di tiga lokasi, kembali dipublikasi di sejumlah platform.
Beberapa jam setelah diposting, ratusan komentar berupa doa, memenuhinya. “Akhirnya moppo juga. Siapa yang kini menyandang gelar Presiden Jomblo,†tulis Alexander Sipayung di akunnya. (T/R10/f)