Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 09 Juli 2025

Martumba Diusulkan Jadi Pertunjukan Wajib

Redaksi - Sabtu, 13 Maret 2021 10:48 WIB
670 view
Martumba Diusulkan Jadi Pertunjukan Wajib
Foto Dok
Martua Sinurat
Medan (SIB)
Martua Sinurat mengusulkan, martumba menjadi pertunjukan wajib dalam iven-iven yang diadakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan. “Selama ini, yang ditampilkan tortor. Itu baik, tapi lebih ideal martumba yang disuguhkan. Saat martumba, tak hanya gerakan yang dipertontonkan, tapi lagu bersama syair yang penuh filosofi,” tegas Sekjen Punguan Ama Huria Kristen Indonesia (HKI) tersebut di Medan, Jumat (12/3).

Sebagaimana diketahui, Pdt Firman Sibarani MTh, Praeses Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) Daerah VI Sumatera Timur II, merilis buku ‘Martumba dan Kumpulan 53 Lagu-lagu Tumba Seni Budaya Batak Toba’ dan diapresiasi publik. “Sulit mendapatkan Gembala Jemaat di era now yang berkomitmen melestarikan seni leluhur yang hampir punah. Karenanya, buku itu membuka mata batin agar seni martumba dilestarikan,” harap suami Riani Malau tersebut.

Martumba, ujarnya, sama seperti tortor yang seni leluhur. Kalau Indonesia memiliki pantun, yang kerap ditampilkan dalam seni serumpun, tumba pun berisi pantun, syair dengan lagu plus gerak. “Lebih kompleks dan dinamis,” tegasnya.

Ia mengingat aktivitas seni kala anak-anak. Waktu itu di 1982 ketika masih duduk di SDN Seibelutu, Seirampah (yang masih di wilayah) Deliserdang. Ketika menyambut pejabat pusat dalam acara Partai Golkar, dalam rombongan besar anak-anak martumba dengan lagu ‘Sineger-neger’ tapi syairnya diubah berisi permohonan renovasi sekolah yang reyot.

Ketika menimba ilmu di SMPN Seibelutu (kemudian menjadi) SMPN Kelapatinggi Seirampah, martumba masih ada hingga ke SMAN 1 Tebingtinggi sampai ke FTI USU. “Sekarang kok sudah jarang. Itu sebabnya saya mengapresiasi buku seorang tokoh agama. “Kebetulan Wali Kota Medan Bobby Nasution punya kepedulian tinggi pada seni budaya dan heritage. Martumba dapat dijadikan konten penampilan seni etnik,” tambah pekerja konstruksi dan instalatir kelistrikan tersebut.

Ia merekomendir martumba menjadi jawaban kenakalan remaja. “Dulu, naposo martumba sebagai media saling mengenal. Sekarang pun bisa dilakukan,” simpulnya.
***

‘Martumba dan Kumpulan 53 Lagu-lagu Tumba Seni Budaya Batak Toba’ tak sekadar mengetengahkan lagu tumba klasik, yang sangat jarang dilagukan dewasa ini. Buku bertagline ‘Melestarikan Budaya, Membangun Karakter Luhur Anak Bangsa. Membangun Bona Ni Pinasa, Dinamit Peledakan Pariwisata Toba’ itu bertujuan melestarikan warisan leluhur nonbenda.

Disusun berdasar studi kepustakaan dan interview dengan sejumlah budayawan, Firman Sibarani menranskrip syair dari puluhan lagu yang tidak diketahui siapa penciptanya. Lengkap dengan solmisasi, yang mungkin dimaksudkan suami Pdt Mery Hutapea sebagai panduan bagi musisi khususnya penyanyi.

Lagu-lagu tersebut disusun lengkap dengan partitur. Bagi kelompok paduan suara, misalnya, jadi mudah membawakan lagu-lagu tersebut untuk komposisi koor. “Itu sebabnya, buku tersebut setara dengan dokumen penting pelestarian seni leluhur,” tutup Martua Sinurat. (T/R10/f)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru