Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 09 Agustus 2025

Nai Malvinas: Lawak Batak Never Die!

- Sabtu, 15 Maret 2014 19:25 WIB
5.831 view
Nai Malvinas: Lawak Batak Never Die!
Personel Nai Malvinas Bagariang bersama Anton Sihite dan Pengurus PWKI Medan dalam syukuran peringatan HUT ke-68 PWKI di Medan, Jumat (14/3).
Medan (SIB)- Nai Malvinas mengocok perut warga saat menghibur publik di peringatan ulang tahun ke-68 Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) dengan tuan rumah PWKI Medan — pimpinan Pj Debbie Rattu dan sekretaris Susi Merry Junita Sinaga SS — pada Jumat, (14/3). Tetapi, di jeda berdendang lagu etnis, salah satu personelnya tetap melawak. “Ina-ina itu banyak bohongnya. Kalau mau ngasih honor artis ngaku tak punya duit hingga cari sponsor. Kalau ke salon maunya murah tapi harus cantik. Kek mana mau cantik, emang sudah peottt... mau didempul tebal tetap berkerut,” ujarnya tapi memuji juga bahwa bohong ibu-ibu itu demi suami dan anaknya. “Misalnya, ke mana-mana memilih naik angkot ketimbang taksi. Kalau biasanya naik angkot memilih menumpang kereta atau bahkan jalan kaki karena uangnya untuk diberi jajan anak-anak dan beli rokok suami!”

Meski satire tapi tetap mengundang gelak. “Emang gitu tingkahku. Diundang nyanyi tapi tetap melawak. Kan panitia untung, beli satu dapat dua. Begitupun masih hitung-hitungan... hahaha. Kalau aku pribadi, demi memuliakanNya, gratis pun oke!”

Dalam setiap menyanyi termasuk mendendang berisi syair memujiNya, personel Nai Malvinas tetap mengocok perut. “Lawak Batak never die!” teriaknya.
***
Nai Malvinas (dengan personel Loren Bagariang) — tampil bersama Bunthora Situmorang difasilitasi Leo Nababan dan Anton Sihite — masih seperti sedia kala. Punya suara merdu, jago memainkan alat musik plus lawak serta mahir berkomunikasi dengan audiens.

Sama seperti hebohnya di era 1980-an, bahan yang ditampilkan dengan gaya parodi dari tanah Batak yang terkenal dengan gaya  bicaranya yang sangat khas. Menanggalkan ciri — selama ini Nai Mavinas berperan sebagai seorang inang-inang — dan muncul dalam kostum macho tapi tetap cerewet bahkan jutek.

Ketika tampil solo, Loren Bagariang mengadopsi genre stand up comedy yang dewasa ini tren di lingkungan anak muda. Meski dalam dialek khas, bahan yang diketengahkan tetap faktual dan mampu menempatkan empati sesauai penontonnya.

Loren Bagariang — biasanya tampil dengan kuartet Togel Sitohang,  Gomong Sinaga dan Sibuea — mengetengahkan konsep lawak dan nyanyi. Selain mengibarkan bendera Nai Malvinas, nama lain yang dikibarkan adalah Meja Group yang ankronim dari Medan - Jakarta. “Ya, Meja Group itu tampilnya terbang, dari Medan ke Jakarta,” ujarnya sambil mengatakan untuk membawa nama grup terebut disesuaikan dengan undangan panitia. “Meja Group khusus untuk bernyanyi,” ujarnya.

Membawa dua nama grup, Loren Bagariang kerap menjadi personel kreatif. Mulai dari memikirkan tema, menggodog isi tampilan serta lagu yang harus dibawakan. “Improvisasinya saat di depan publik dan mengalir.”

Ketika tampil tunggal dalam HUT PWKI, dengan penonton mayoritas perempuan, isu yang diketengahkan soal dapur dan bahan pokok yang melangit. “Jadi, kalau ibu-ibu sekarang itu rada pelit, karena bahan-bahan harganya selangit,” ujar Loren Bagariang yang beristrikan Lilis Br Purba dan memiliki buah hati Joshua, Agnes dan Octaviana tersebut.

Pria kelahiran Pematangsiantar pada 16 April 1963 itu adalah putra pasangan W Bagariang - I Br Ritonga. Di antara ratusan tetamu terlihat Ass Kesra Pemko Medan Erwin Lubis, Binsar Simatupang SE MM, drg natalina Hutabarat, Ny Pdt AHJ Sibarani / Br Regar, Ny Pdt H Nainggolan / Pdt V Br Pangaribuan, Nancy Panggabean.

Atas tampil dan diketengahkan kesenian etnik, Susi Merry Junita Sinaga SS mengatakan bangga karena sebagai generasi muda Batak harus ikut melestarikan warisan leluhur dalam dunia industri kreatif. “Bila terus dan selalu ditampilkan maka anak-anak muda Batak makin akrab dengan kesenian leluhurnya,” tandas perempuan yang juga Sekretaris Women Sumatera Foundation itu. Hal serupa dikatakan Anton Sihite yang datang dari Jakarta untuk menikmati hiburan segar. Menurutnya, sudah seharusnya pelaku kesenian etnik diberi tempat maksimal dalam maksud melestarikan warisan leluhur dan memberi ajaran pada kaum muda untuk mengamalkan kesenian etnik tersebut. “Betapa dahsyatnya kesenian pop west masuk ke sendi kehidupan. Itulah alasan yang kenapa Nai Mavinas dan Bunthora Situmorang ditampilkan,” tutupnya. (r9/w)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru