Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 14 Juli 2025

Terungkap Aliran Kredit dari BTN Digunakan PT KAYA untuk Lunasi Utang PT ACR di Bank Sumut

Redaksi - Rabu, 13 Juli 2022 13:43 WIB
2.578 view
Terungkap Aliran Kredit dari BTN Digunakan PT KAYA untuk Lunasi Utang PT ACR di Bank Sumut
(Foto: Dok/Rido Sitompul)
SAKSI: Ferry Sonefille dan Dayan Sutomo dihadirkan sebagai saksi dipersidangan korupsi BTN Cabang Medan, di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (11/7/2022).
Sidang lanjutan dugaan korupsi di BTN Cabang Medan senilai Rp 39,5 miliar, dengan terdakwa oknum notaris EL, kembali digelar di Ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (11/7/2022).

Sidang yang dipimpin majelis hakim Immanuel Tarigan itu masih menghadirkan saksi Ferry Sonefille selaku pimpinan Cabang BTN Medan (2013-2015), penghubung PT KAYA dengan pejabat BTN Dayan Sutomo dan Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman.

Dalam persidangan itu, Direktur PT KAYA Canakya Suman memberi kesaksian aliran dana dari kredit yang diterimanya dari BTN sebesar Rp 39,5 miliar digunakan sebagian untuk melunasi hutangnya kepada Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto, di Bank Sumut. Padahal, aliran kredit tersebut diterima Canakya Suman dengan menggunakan agunan 93 SHGB milik PT ACR yang ternyata masih berstatus agunan di Bank Sumut.

Perkara ini bermula ketika Canakya Suman berkenalan dengan analis kredit BTN Medan Aditya Nugroho. Canakya mengaku dirinya pertama kali dikenalkan kepada Aditya Nugroho oleh Dayan Sutomo. Selanjutnya, Canakya mengajukan permohonan kredit atas nama PT KAYA tapi dengan agunan milik PT ACR. Di perusahaan yang bergerak di bidang properti ini, Canakya sebagai Direktur.[br]



Canakya mengungkap sebagian dana yang diterima PT KAYA dari BTN Kantor Cabang Medan digunakan untuk melunasi kredit PT ACR di Bank Sumut Cabang Tembung yang telah jatuh tempo.

“Saya bayar Rp 13,4 miliar dari aliran kredit BTN untuk melunasi kredit PT ACR di Bank Sumut,” kata Canakya dalam kesaksiannya secara virtual pada sidang lanjutan dugaan korupsi di BTN Cabang Medan tersebut.

Canakya mengaku mengajukan kredit tersebut ke BTN untuk konstruksi pembangunan 151 unit rumah di Takafuna Residence. Ia mengajukan dengan menggunakan SHGB atas nama PT ACR yang masih menjadi agunan di Bank Sumut.

Menjelang akad, Canakya mengaku telah memberitahu Ferry melalui Aditya bahwa SHGB agunan masih di Bank Sumut. Meski begitu, tetap digelar legal meeting pada 24 dan 27 Februari 2014. Penandatanganan akad kredit pada 27 Februari 2014, sedangkan pencairan kredit dilakukan pada 3 Maret 2014 sekaligus dua tahap dengan total mencapai Rp 20 miliar.

Sebelumnya, majelis hakim juga memeriksa Ferry Sonefille selaku pimpinan Cabang BTN Medan dan penghubung PT KAYA dengan pejabat BTN Dayan Sutomo. Perlu diketahui, Ferry Sonefille dan Canakya Suman juga telah berstatus tersangka di kasus ini.[br]



Ketua majelis hakim Immanuel Tarigan mencecar para saksi dengan beragam pertanyaan terkait proses pengajuan kredit yang diajukan PT Kaya ke BTN Cabang Medan hingga pencairan. “Apakah saksi ada menyetujui pengajuan kredit yang diajukan PT KAYA?” tanya Immanuel kepada saksi Ferry Sonefille.

Ferry mengaku dirinya hanya memberi rekomendasi terkait pengajuan kredit tersebut ke pusat. “Saya hanya memberi rekomendasi, penyetujuannya di pusat,” kata Ferry menjawab Immanuel.

Mendengar jawaban itu, majelis hakim sontak membuka lembaran barang bukti berupa surat yang ditandatangani Ferry terkait kredit PT KAYA. Surat itu berupa rekomendasi ke pimpinan BTN Pusat agar mendapat persetujuan kredit. Surat itupun diperlihatkan kepada Ferry, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim kuasa hukum Elviera.

Meski suratnya sudah diperlihatkan, Ferry tetap membantah hal itu sebagai sebuah persetujuan. Ia ngotot mengaku surat itu hanya sebuah rekomendasi. “Itu hanya rekomendasi, persetujuan ada di pusat,” katanya lagi.[br]



Kemudian hakim pun menanyakan 93 SHGB (Setifikat Hak Guna Bangunan) yang menjadi agunan kredit ke BTN. “Apakah saksi saat legal meeting ada melihat fisik dari 93 SHGB yang dijadikan jaminan sebagai agunan kredit?” tanya hakim.

Ferry kembali mengaku tidak melihatnya. Ia hanya berpatokan kepada berita acara dan covernote. “Saya tidak melihatnya Pak Hakim. Saya hanya berdasarkan berita acara dan covernote,” katanya seraya menyebut ada masing-masing peran di BTN dalam proses pengecekan pengajuan kredit.

Usai majelis hakim, giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dimotori Isnayanda mencecar Ferry. JPU mempertanyakan proses legal meeting yang digelar tanggal 24 dan 27 Februari 2014. Ferry mengaku hadir dalam legal meeting tersebut. Menurutnya, saat legal meeting itu belum ada akta jual beli (AJB) antara PT KAYA dengan PT Agung Cemara Realty (ACR) atas 93 SHGB yang diajukan ke BTN sebagai agunan untuk pencairan kredit Rp 39,5 miliar. Hanya saja, dia melihat ada surat perjanjian jual beli (SPJB).

Kemudian JPU mempertanyakan soal permohonan kredit yang diajukan PT KAYA pada 2011. Saat itu, Ferry belum menjabat sebagai Pimpinan Cabang BTN Medan. Sedangkan Elviera sebagai notaris yang ditugaskan melakukan proses cek bersih dan sebagainya. Namun, Elviera tidak melakukannya diduga karena tidak ada SHGB yang akan dicek bersih kebenarannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Akibatnya, pengajuan kredit itupun tidak terealisasi.[br]



“Apakah pihak BTN Medan ada memberi sanksi kepada notaris Elviera terkait hal itu?” tanya Isnayanda.

Ferry awalnya terdiam. Ia tidak menjawab. Namun, setelah JPU kembali mengulang pertanyaannya, Ferry pun mengaku sudah mengingatkan melalui lisan.

Sementara itu, kuasa hukum Elviera yang dimotori Tommy Sinulingga mempertanyakan prinsif kehati-hatian di BTN Medan. “Siapa saja analis yang melaksanakan prinsif kehati-hatian di BTN?” tanya Tommy dijawab Ferry dengan menyebut Aditya Nugroho bawahan dari R Dewo Pratoloadji.

Tommy juga mengingatkan awal pengajuan permohonan kredit PT KAYA sebesar Rp 49 miliar. Ada surat persetujuan yang ditandatangani Ferry. Namun, Ferry kembali membantah suratnya itu bukan persetujuan, melainkan hanya rekomendasi ke pimpinan BTN Pusat.

“Itu bukan persetujuan, tapi rekomendasi,” katanya.

Tetapi Ferry tidak membantah surat rekomendasinya itu berisi tidak keberatan dengan kredit yang diajukan PT KAYA.[br]



Tommy juga mencecar soal persetujuan permohonan pada 4 Februari 2014. Padahal sebelumnya, Oktober 2013, BTN Pusat telah menerbitkan memo yang menyatakan syarat kelengkapan permohonan kredit itu harus atas nama pemohon terkait agunan yang diagunkan ke pihak BTN.

"Apakah saksi tahu soal itu? Dan mengapa saksi tandatangani surat persetujuan pemberian kredit (SP2K) kepada PT KAYA untuk konstruksi perumahan Takafuna Residence tanggal 4 Februari 2014. Sementara tanggal 24 dan 27 Februari 2014 masih digelar legal meeting. Artinya, saksi mengetahui memo dari BTN Pusat 2013, tapi tetap menyetujui permohonan PT KAYA itu pada 4 Februari 2014. Persetujuan itu jauh sebelum digelar legal meeting pada 24 dan 27 Februari 2014," tanya Tommy.

Lalu Ferry pun membenarkan dirinya ada menandatangani persetujuan itu. Hal itu menurutnya dikarenakan sudah dianggap memenuhi persyaratan.

Jawaban Ferry itu membuktikan kalau Notaris Elviera tidak terlibat dalam kesepakatan antara PT KAYA dengan pihak BTN Medan dalam proses kredit untuk konstruksi Takafuna Residence. Hal itu diperkuat dengan pernyataan saksi Dayan Sutomo yang mengaku mengenal Notaris Elviera pada 24 Februari 2014.

“Artinya, sepakat dulu PT KAYA dengan BTN, baru notaris dipanggil. Begitukan saksi?” tanya Tommy dijawab ya oleh Ferry.

Majelis hakim menimpali pertanyaan kuasa hukum kepada Ferry. “Terus yang membuat saksi percaya adalah berita acara yang dibuat Pak Dewo (R Dewo Pratoloadji) dan ada covernote yang dibuat notaris. Apa saksi tahu SHGB aslinya itu masih ada di Bank Sumut?” tanya hakim.[br]



Terkait hal itu Ferry mengatakan ada surat dari Bank Sumut. Namun, setelah ditunjukkan surat itu, ternyata hanya pemberitahuan SHGB yang jadi jaminan di Bank Sumut akan diberikan bila telah melunasi kredit PT ACR. Artinya, dana kredit dari BTN yang dikucurkan kepada PT KAYA digunakan untuk melunasi kredit PT ACR ke Bank Sumut.

Setelah Ferry, giliran saksi Dayan Sutomo memberi keterangan. Dayan mengaku diberi hadiah Rp 500 juta karena berhasil mempertemukan pimpinan PT ACR dengan pihak Bank Sumut terkait pengajuan kredit sebesar Rp 35 miliar. Hadiah itu diberikan Antona, staf Mujianto selaku Direktur PT ACR.

Sedangkan dari PT KAYA, ia mengaku diberi sebuah rumah karena mempertemukan Canakya Suman (Direktur PT KAYA) dengan pejabat analis BTN, Aditya Nugroho, hingga mulus mengajukan kredit. Pemberian hadiah rumah itu dibungkus dengan akta jual beli.

“Saya diberi rumah berikut sertifikatnya. Hadiah itu dibua akta jual beli seolah-olah saya telah membeli. Padahal itu hadiah,” aku Dayan di hadapan majelis hakim dipimpin Immanuel Tarigan.

Selain itu, Dayan juga mengaku telah memberikan uang Rp 100 juta kepada Ferry sebagai hadiah memuluskan kredit PT KAYA. “Hadiah uang itu saya berikan di depan Canakya Suman di Hotel Emeral saat makan malam bersama,” jelas Dayan.

Keterangan Dayan itu langsung dipertanyakan hakim Immanuel Tarigan kepada saksi Canakya Suman yang dihadirkan secara virtual.[br]



"Tidak benar itu majelis hakim. Soal satu sertifikat itu, kami proses jual beli. Bukan saya berikan. Soal 100 juta itu juga, tidak benar itu. Dia ada hutang 100 juta, (pemberian) itu mungkin hanya inisiatif Dayan sendiri," jawab Canakya menjawab hakim Immanuel Tarigan.

Hakim Immanuel tidak langsung percaya dengan jawaban Canaknya yang kerap berbelit-belit saat memberi kesaksian. "Anda yang jujur. Tadi Dayan sudah menjelaskan. Jangan anda berbohong. Anda tahukan, ada sudah disumpah, nanti bisa-bisa dikenakan berbohong memberi keterangan," tegas Immanuel.

Tapi Canakya tetap bersikukuh membantah. Usai mendengar keterangan saksi, majelis menunda sidang hingga pekan depan. (A17)





Editor
:
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru