Blitar (SIB)- Ada tradisi unik yang masih dilakukan sampai sekarang oleh masyarakat di desa Gogodeso Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar, tiap ada gerhana matahari. Namanya tradisi Kleduk Kleneng. Tradisi ini dilestarikan warga desa ini sebagai media menguatkan silaturahmi antar warga yang selama ini sering disibukkan aktivitas mereka sehari-hari.
Begitu gerhana matahari sudah mencapai 90 persen, warga yang berkumpul di rumah sesepuh desa mulai menyalakan obor yang dipasang mengelilingi halaman.
Begitu alam sudah gelap, para pria yang kebanyakan bapak-bapak mulai menabuh lesung, gerabah, atau benda apa saja yang ada di sekitar mereka untuk dibunyikan bersama-sama.
Irama nada dari berbagai alat yang dibunyikan itu dipadu dengan tembang Jawa yang berisi tuntutan menjalani hidup sederhana dan pasrah pada Kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
"Gerhana matahari itu memang hanya fenomena alam, namun dari pengalaman sebelumnya pasti ada peristiwa besar sebagai runtutannya (kelanjutannya)," jelas budayawan Blitar, Hirdianto.
Untuk itu, tambah Lek Hir panggilan akrab Hirdianto, dengan menabuh lesung dan berbagai alat bunyi ini sebagai simbol untuk mengusir dampak negatif dari munculnya gerhana matahari pagi ini.
"Kalau zaman dulu istilahnya mengusir Batharakala supaya tidak mencaplok bumi," jelas dia.
Lek Hir mencontohkan, runtutan peristiwa besar yang terjadi paska fenomena gerhana matahari atau
terlihatnya lintang kemukus di galaksi ini, seperti tahun 1965 adanya G/30 S PKI kemudian tahun 1983 hebohnya peristiwa petrus (penembak misterius).
Dengan melestarikan tradisi ini, intinya bahwa fenomena alam itu mengingatkan pada umat manusia, bagi siapapun yang menanam akan memetik panennya.
"Kalau ada warga di daerah lain sampai tidak kerja karena takut gerhana, itu sebenarnya tidak perlu dilakukan. Apalagi jika selama ini dalam hidupnya banyak menanam kebaikan, pasti akan memanen kebaikan pula. Yang perlu takut itu kalau orang itu menanam keburukan, pasti panennya nanti juga keburukan," papar Lek Hir.
Setelah itu, warga menyiapkan ember berisi air untuk melihat penampakan gerhana matahari. "Zaman dulu sebelum ada imbauan dari dokter atau pemerintah untuk tidak melihat gerhana matahari langsung, orang Jawa sudah punya metode sendiri untuk melihatnya," kata Murdianto, Guru SMP yang juga ikut tradisi di desanya itu.
Rupanya tradisi serupa juga masih dilakukan masyarakat di Desa Genengan Kec Doko Kab Blitar.
Bedanya, penabuh lesung di sini harus wanita yang sudah tidak perawan karena sudah punya pengalaman dalam mengarungi hidup. Sementara bagi wanita yang sedang hamil, diwajibkan menggigit. "Kreweng" atau pecahan tembikar.
Menurut Zaini, tokoh desa setempat, ini kepercayaan yang masih banyak diyakini warganya yang sedang mengandung.
"Tembikar itu asalnya dari tanah, dengan menggigit kreweng, ibu hamil mendapat keberanian untuk tidak takut karena berpengaruh pada kondisi calon jabang bayi jika psikologisnya sedang ketakutan," pungkasnya.
(detikcom/ r)