Upacara "Mangongkal Holi" merupakan salah satu upacara adat suku Batak.
"Mangongkal" dalam bahasa Indonesia artinya menggali sedangkan "Holi" artinya adalah tulang maka dapat disebut "menggali tulang".
Seperti yang kita ketahui, suku Batak merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia dan memiliki watak yang keras. Suku Batak juga terkenal sangat menghormati nenek moyang mereka sehingga tetap mempertahankan kebiasaan turun-temurun nenek moyangnya yang terkadang dinilai melanggar ajaran agama. Namun itu dulu, sekarang mereka telah menyesuaikan adat dan ajaran agama. Dulunya mereka mempercayai Mulajadi Nabolon sebagai tuhan mereka.
Mayoritas suku Batak beragama Kristen dan berasal dari Sumatera khususnya Sumatera Utara yang beribukotakan Medan. Batak juga terkenal dengan Danau Toba-nya yang terletak di daerah Samosir, asal mula suku Batak.
Di daerah ini upacara adat Batak masih sangat ketat dijalankan walau sudah sedikit terkikis akibat pengaruh dari wisatawan mancanegara yang datang ke Danau Toba, Samosir.
ASAL USUL UPACARA
Menurut HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) yakni sebagai gereja perteduhan suku Batak, tradisi "Mangongkal Holi" dulunya berasal dari kultur Batak pra-Kristen yang menganggap hal itu perlu sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada orangtua atau leluhur yakni dengan meninggikan posisi tulang belulang di atas tanah khususnya di bukit yang tinggi dan batu yang keras.
TUJUAN
Tujuan dari upacara "Mangongkal Holi" itu sendiri ialah untuk memindahkan tulang-tulang orang yang telah cukup lama meninggal dari kubur lama ke kubur lebih bagus, lebih cantik dan lebih besar.
Terkadang bukan sekadar untuk memindah ke kubur yang lebih bagus, melainkan dengan tujuan membuat "Tugu Marga". Seperti yang diketahui bahwa pada suku Batak terdapat marga-marga atau bisa disebut dengan "nama keluarga". Dimana bila memiliki nama keluarga yang sama atau sepadan maka tidak dapat dinikahi karena akan dianggap saudara kandung atau "ito". Tugu tersebut dipersiapkan untuk kubur seluruh anggota keluarga dari marga yang mengadakan upacara "mangongkal holi" tersebut.
MANFAAT
* Upacara ini biasanya dilakukan oleh anak-anak yang telah berhasil dan ingin memindah kubur orangtuanya. Dengan upacara ini dapat diketahui bahwa sang anak dari orangtua tersebut telah berhasil, maka setiap anak dari suku Batak selalu berusaha mencapai kesuksesan supaya dapat mengadakan upacara ini dan membuat tugu marga sebagai tanda bahwa ia telah berhasil dan membahagiakan orangtuanya.
* Upacara ini bertujuan untuk membuat "tugu marga" dimana orang-orang akan mengenal turunan-turunan dari yang telah meninggal tersebut dan jika kelak ada yang meninggal maka akan dikubur di sana juga beserta dengan keluarga yang lainnya.
* Upacara ini juga dapat berfungsi sebagai sarana hiburan terlebih bagi wisatawan karena memang letak daerahnya di daerah pariwisata.
* Atraksi budaya karena melibatkan seluruh masyarakat.
PERALATAN dan SIMBOL
Adapun peralatan yang digunakan cangkul untuk menggali kubur.
Air sebagai tempat mencuci tulang dan mencuci muka menggunakan air tersebut sebagai tanda kita menghormati orang yang telah meninggal.
Kepala kerbau sebagai lambang yang terhormat.
Peti sebagai tempat untuk tulang belulang
TATA UPACARA / RITUAL MANGONGKAL HOLI
Sebelum penggalian dimulai, pertama-tama Hula-hula dari oppung memberikan demban (sirih) dengan ucapan semoga penggalian berjalan lancar dan tulang belulangnya cepat ditemukan, karena sering kali tidak ketemu.
Setelah itu, hula-hula (keluarga laki-laki dari pihak istri) melakukan pencangkulan pertama, diikuti oleh keturunan yang bersangkutan dimulai dari keturunan laki-laki dan selanjutnya perempuan. Hanya sebagai simbol dan kemudian penggalian pun dimulai.
Pada saat penggalian, keluarga yang bersangkutan akan melemparkan uang kedalam makam. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa mereka hadir pada acara itu, dan juga doa agar tulang belulang yang bersangkutan cepat ditemukan. Juga sebagai bonus bagi para penggali.
Pada saat tulang belulang ditemukan, keluarga akan mangandung (menangis) seakan-akan menangisi keluarga pada saat mereka baru saja meninggal.
Pencarian terus dilakukan sampai bagian yang paling penting ditemukan apabila masih kurang lengkap.
Setelah itu, tulang belulang tersebut akan dibawa ke rumah dan dibersihkan dengan air dan dimandikan dengan kunyit dan air jeruk purut. Yang membawa tulang belulang ini, adalah keturunan perempuan yang bersangkutan. Dijemur sebentar setelah diberi kunyit dan jeruk purut sebelum dimasukkan dalam peti.
Sementara itu setelah penggalian, seluruh keluarga dan hula-hula serta penatua kampung diajak masuk ke rumah untuk makan bersama.
Setelah tulang belulang agak kering, kemudian dimasukkan ke dalam peti mini, dan diletakkan di tengah rumah. Dan satu persatu keturunannya akan mengucapkan doa. Doa ini berisi permintaan kepada leluhur.
Keesokan harinya adalah hari pesta. Parhobas (pekerja) sudah mulai sibuk sejak subuh. Parhobas biasanya adalah warga kampung setempat dan boru (keturunan perempuan yang digali maupun dari yang menyelenggarakan pesta). Yang menyelenggarakan pesta disebut Bona Suhut.
Sifat gotong royong bangsa kita yang masih kental terasa disini.
Terdapat dua acara pesta sebenarnya tetapi untuk yang pertama (galang raja) dengan memotong kerbau (horbo baratan) dimaksudkan untuk meminta izin dari penetua setempat dan kerbau pada saat ini adalah untuk jambar (bagian) dari keluarga hula-hula pada saat pesta ini dan juga untuk makan
Kemudian undangan mulai berdatangan satu persatu. Hula-hula biasanya membawa nasi beserta ikan mas dan juga beras.
Jika undangan itu adalah dari pihak hula-hula, biasanya mereka tidak langsung duduk di bawah tenda, tetapi mereka berkumpul dulu sehingga rombongan mereka lengkap. Setelah itu, gondang akan dibunyikan untuk menyambut mereka yang disebut manomu-nomu (mempersilahkan) oleh pihak boru dari Bona Suhut.
Hula-hula adalah tutur yang dihormati dalam kekerabatan Batak. Karena itu mereka dianggap bisa memberikan pasu-pasu (berkat). Oleh karena itu, pada saat manortor posisi tangan mereka adalah posisi memberikan berkat. Terbuka menghadap ke bawah. Sementara Boru adalah pekerja, sehingga jika bertemu dengan hula-hula mereka akan bersembah. Itu sebabnya dalam manortor posisi tangan mereka diletakkan di dahi seperti menyembah.
Tergantung tata cara kampung setempat, disini setelah acara dimulai, maka tulang belulang akan diantarkan ke simin (kuburan baru-red) terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan acara lainnya.
Hula-hula akan naik ke atas, dan memberikan kata sambutan. Sementara Bona Suhut dan Boru berada di bawah. Pada saat ini, hula-hula biasanya akan meminta tanda terimakasih dari keluarga Bona Suhut, dan setelah itu akan memberikan berkat semoga segala yang dilakukan berjalan lancar dan banyak keturunan.
KESIMPULAN
Di zaman ini, tentu kita menjadi orang yang lebih pintar dalam memilah, hal ini pun turut terasa dalam suku Batak yang kini lebih dapat menentukan mana yang baik dan yang benar. Seperti yang mereka ambil dari sisi positifnya yakni menjadi anak yang harus mencapai kesuksesan demi membahagiakan dan membanggakan kedua orangtuanya baik di dunia nyata maupun akhirat. Mencapai hidup yang lebih baik demi meneruskan adat dan tradisi yang tak akan pernah disirnakan.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca yang ingin lebih mengetahui adat dan tradisi Batak. (wordpress.com/h)