Kontemporer ini, setiap pesta, baik pernikahan, bahkan sunatan, dan semacamnya, sudah hampir pasti akan mengundang para “seniman pestaâ€. “Seniman pesta†bisa kita golongkan, seperti sound man atau penyewa sound sistem, fotografer/videografer, pemusik, juga jasa catering.
Saat ini, karena Covid-19, para “seniman pesta†seperti kehilangan pekerjaan. Masuk akal karena pesta dekat dengan kerumunan. Pada saat yang sama, pemerintah sudah melarang kerumunan, bahkan pesta pun dilarang diselenggarakan.
Padahal, pendapatan para “seniman pesta†ini tergantung pada pesta. Kali ini, redaksi mengulas sekilas tentang nasib para “seniman pesta†di Sumatera Utara.
Seorang pengusaha di Lohot Catering Doloksanggul, Humbang Hasundutan mengaku sudah terhenti pendapatan dari pestaâ€. Beruntung, pengusaha catering ini mempunyai tabungan yang cukup.
Suaminya juga punya pekerjaan tetap. Bahkan, mereka juga punya kebun yang bisa diandalkan. “Nasib tukang masak ini yang jadi tak menentu. Dari mana upah mereka, sementara tidak ada lagi pesta,†ujar pemilik Lohot Catering.
Demikian juga dengan fotografer/videografer asal Dokoksanggul ini, namanya Ridho Lumban Gaol. “Benar-benar tak ada uang masuk, Bang,†tuturnya pada awak media konfirmasitimes.com. “Semoga habis corona, pesta padat dan banyak supaya utang bisa lunas,†harapnya.
Selama ini, ia mempunyai tim dengan Adven Situmorang (pemusik/sound system) dan Lesty Lumban Gaol (jasa pelaminan). “Pokoknya, tidak ada uang masuk untuk tim kita,†keluhnya lagi.
Dihubungi secara terpisah, Octavianus Matondang, pengusaha El Condor Pasa Enterprise juga mengeluhkan hal yang sama (25/5). Menurutnya, banyak kawan-kawannya yang benar-benar terimbas.
“Kebanyakan pemusik di Medan ini berasal dari daerah Toba, Samosir dan sekitarnya. Mereka pulang kampung untuk bertahan,†kisah lelaki dua anak ini.
“Banyak juga yang mencoba peruntungan jadi pedagang buah, narik ojek online, jualan ikan teri,†sambung Octa. Bahkan, masih menurut Octa, ada seniman yang live di FB untuk meminta bantuan dengan mencantumkan nomor rekening.
“Pokoknya, seumur hidup, ini momen paling kritis. Tak pernah terbayangkan kejadian begini,†imbuhnya lagi. Bahkan, ia merasa seperti sedang dalam film untuk menegaskan, seakan-akan ini bukan nyata.
Ketika ditanya apakah akan tetap bermusik, Octa optimis. “Sampai sekarang masih tetap bermusik, setidaknya untuk diri sendiri dan mengisi waktu,†tegasnya. Walau begitu, Octa sudah berpikir berputar haluan sebagai langkah wanti-wanti.
Maka, di masa Covid ini, tim Octavianus Matondang sering merekam lagu-lagu tradisional di depan sanggar sederhana mereka. Perwajahan sanggar disulap jadi mewah dengan lukisan tangan sederhana. “Siapa tahu bisa jadi tempat ngopi,†harap Octa.
Di depan sanggar itulah, Octa dan teman-temannya mulai aktif membuat dan mengisi channel Youtube bernama servis TV dan El Condor Pasa Enterprise. “Mengisi waktu saja sambil berharap, siapa tahu bisa jadi youtuber,†candanya lagi.
Octa sangat berharap, masyarakat tidak bandal. “Bekerja silahkan. Tapi disiplin, jangan keluyuran. Mari saling membantu di masa sulit ini. Pikirkanlah, kalau virus ini berkembang karena ketidakpedulian kita, kita sama-sama mati, kok. Jadi, mari bekerja sama untuk sama-sama hidup,†harapnya lagi.
Kepada pemerintah, Octa juga berharap agar cepat tanggap. “Kalau sudah ada anti virus Covid-nya nanti, segeralah dibeli. Jangan cuma beri bantuan beras dan vitamin C,†tegasnya lagi.
Memang, kata Octa, untung mereka punya tabungan. “Tapi, sampai kapan tabungan ini bertahan?†begitu Octa meragukan sekaligus berharap agar masyarakat mengutamakan kedisiplinan demi keselamatan bersama. (Konfirmasitimes.com/d)