Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 14 Juni 2025

Kasus Anak Gugat Ibu Gara-gara Harta Sangat Memalukan Orang Batak

* Hak Anak Dibesarkan Orangtua Sampai Dewasa, Bukan Memiliki Harta
Redaksi - Sabtu, 18 Juli 2020 12:44 WIB
789 view
Kasus Anak Gugat Ibu Gara-gara Harta Sangat Memalukan Orang Batak
Medan (SIB)
Ketua PGI Wilayah Sumut Pdt Dr Eben Siagian mengaku prihatin membaca berita di Harian SIB, seorang ibu, Mariamsyah Siahaan (74) digugat tiga anak kandungnya karena jual rumah dan tanah di Pengadilan Negeri Tarutung. Dia tidak menduga ada perjalanan hidup orang Batak di zaman sekarang ini, anak menggugat orangtua kandungnya karena harta. Apalagi tiga anak penggugat tersebut adalah perempuan.

“Dalam adat Batak, anak perempuan itu sudah “dipahuta”(dinikahkan) dan sudah menjadi milik marga lain. Agama manapun tidak membenarkan seorang anak durhaka kepada orang tuanya. Apalagi tanah itu adalah hasil keringat suami-istri (orang tua),” kata Pdt Eben Siagian kepada wartawan, Kamis (16/7).

Sebagai rohaniwan, Pdt Eben yang juga Sekjen GTDI ini meminta aparat penegak hukum yang ikut menangani kasus ini agar menyelesaikannya dengan hukum kasih. Karena kalau kasih dikedepankan, kasus ini tidak harus sampai ke meja hijau. Dia menyesalkan peran keluarga tidak bisa mengatasinya. “Hukum kasih kita jalankan di dalam melakukan mediasi,” tuturnya.

Sementara itu, menurut Ketua Umum Toga Manalu Kota Medan Ir Romein Manalu, hak anak setelah dilahirkan orang tuanya adalah hak untuk diasuh, disekolahkan sampai bisa cari makan. Setelah dewasa, anak harus berbakti kepada orang tuanya dan jadi tanggung jawab anak mengurusnya, terlebih kalau sakit.

Mengenai harta, apakah itu diberi kepada anak atau tidak adalah hak orang tua.Karena tanah dan rumah milik orang tua yang mereka cari dari hasil kerja, bukan dari jerih payah anak. Kalau menuntut harta sampai menggugat orang tua ke pengadilan, itu sama dengan anak durhaka. Apalagi orang Batak, akan menjadi kebanggaan bagi dirinya bisa berbakti kepada orang tua.

“Rindu membahagiakan orang tua adalah pribadi orang Batak. Justru orang Batak akan sangat berduka tidak sempat membalas budi orang tuanya. Itu makanya musisi Batak menciptakan lagu “Tangiang ni Dainang i, Burju ni Dainang,” Itulah ungkapan hati paling dalam orang Batak mengagungkan ibunya yang sudah tumpah darah melahirkan dan membesarkan. Belum lagi lagu Batak berjudul “Dalan na rais”. Lagu ini sangat sedih, ungkapan kesedihan seorang anak yang tidak sempat berbakti karena setelah ia berhasil, ibunya sudah meninggal dunia,” urainya.

Menurut pengusaha bidang konstruksi itu, tindakan ketiga anak tersebut sangat melukai rasa kemanusiaan. Perbuatan anak tersebut dalam istilah Bataknya disebut “mangalap jea” (menjemput kutuk). Sebaiknya ibu Mariamsyah tersebut, kata Romein, mendepositokan uangnya dan tinggal di panti jompo kalau anaknya tidak perduli.

“Tindakan ketiga anak tersebut sudah di luar batas kewajaran. Pengacara harus membela ibu tersebut semaksimal mungkin. Saya yakin sangat banyak orang cinta orang tua mendukung ibu Mariamsyah Siahaan. Anak tidak boleh menjahati orang tuanya, sekalipun itu orangtua yang jahat. Agama manapun itu tidak pernah mengajarkan berbuat jahat kepada orangtuanya,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua DPP Horas Bangso Batak Lamsiang Sitompul SH. Dia berharap jangan ada lagi orang Batak berbuat seperti itu. Karena itu sangat memalukan orang Batak. Dia menyarankan permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan, jangan putus di pengadilan.

“Dongan tubu, hula-hula, tulang, pariban, namboru, raja huta harus ikut menyelesaikannya. Karena permasalah ini meski sudah di pengadilan tapi sifatnya masih mediasi, saya berharap permasalahan ini selesai lewat mediasi,” imbuhnya. (M10/c)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru