Jakarta (SIB)- Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) melakukan lacak artefak di sepanjang Sungai Ciliwung di Condet Jakarta Timur. Pencarian artefak dan situs kali ini difokuskan pada peninggalan prasejarah yakni periode ketika manusia belum mengenal huruf.
"Jakarta dan sekitarnya telah dihuni manusia sejak sekitar 4000 tahun yang lalu atau 2000 Sebelum Masehi. Berdasarkan survei dan ekskavasi arkeologi sejak tahun 1970-1995 diketahui terdapat belasan situs prasejarah di tepi Sungai Ciliwung. Namun, setelah itu atau hampir 20 tahun telah berlalu, praktis tidak ada lagi riset prasejarah di tepi Sungai Ciliwung," jelas Ketua MARI Ali Akbar, Selasa (12/1).
Ali mengungkapkan, lacak Artefak kali ini diikuti Komunitas Ciliwung, Asosiasi Pilot Drone Indonesia, Bike to Work Indonesia, Geographical Mountaineering Club UI, GenKreatif, dan Komunitas Peta Hijau.
Selain peninggalan prasejarah, disusuri pula gedung tua kolonial yang disebut Groeneveld atau Villa Nova Tanjung Oost, makam putri Gubernur Jenderal VOC, makam leluhur masyarakat Condet yakni Pangeran Antawana yang diperkirakan meninggal pada abad ke-18, dan rumah Betawi. Sementara itu, situs-situs prasejarah yang pernah diteliti tahun 1970-an telah menjadi pemukiman masyarakat saat ini.
Ali mengungkapkan, berdasarkan informasi dari seorang warga bernama Dicky yang saat ini berusia sekitar 40 tahun dan lahir di Condet, orang-orang tua sering menyebut ada makam yang lebih tua dari Pangeran Antawana. Namun, ia sendiri belum pernah melihatnya. Tim Lacak Artefak akhirnya fokus mencari makam tersebut.
"Setelah menelusuri tepian sungai, makam yang dimaksud akhirnya ditemukan. Makam ini tidak ada nisan yang berisi tulisan. Penanda makam adalah batu-batu kali yang disusum sedemikian rupa sehingga menyerupai makam. Struktur seperti ini mirip dengan bentuk makam prasejarah. Berdasarkan riset-riset sebelumnya, situs-situs pemukiman prasejarah memang cukup banyak ditemukan di tepi Sungai Ciliwung. Namun, makam dan bangunan peribadatannya belum diketahui sampai sekarang," ujar dia.
"Untuk membuktikannya akan diadakan ekskavasi arkeologi di sekitar struktur yang diduga makam tersebut. Mengingat saat ini musim hujan dan mengantisipasi kemungkinan banjir, maka ekskavasi akan dilakukan di bulan Maret 2016," tutup dia.
DISEBUT KI TUA
Makam itu tidak seperti makam lainnya. Hanya bebatuan saja yang tersusun. Tak ada nisan yang tertanam. Makam ini mirip makam era prasejarah yang terdapat di Bogor. Sungai Ciliwung sejak 2 ribu tahun Sebelum Masehi memang menjadi jalur peradaban.
"Kalau warga Condet menyebutnya makam Ki Tua. Ada juga yang menyebutnya Ki Balung Tunggal. Namun tidak ada tulisannya sama sekali," terang Ketua MARI, Ali Akbar.
Menurut Ali, ada jenis tradisi lisan yang ketika melihat fenomena atau temuan tertentu kemudian mencoba memahami dan memberi nama. Ki Tua kemungkinan karena makam itu diperkirakan sangat atau paling tua. Ki Balung Tunggal kemungkinan berasal dari kata "balung" atau tulang dan "tunggal" yang satu atau utama.
"Nama Ki Balung Tunggal juga terdapat di Gunung Pancar Bogor. Artinya masyarakat setempat mencoba mencari tahu, tetapi informasi sangat minim dan akhirnya menjadi cerita dari mulut ke mulut. Makam siapa di tepi Sungai Ciliwung? Tidak ada yang tahu. Yang pasti dari bentuk makamnya untuk sementara ini dapat dikatakan merupakan yang tertua di Condet," urai dia.
Yang menarik, lanjut Ali, ada beberapa warga Condet yang memang sering mendengar ada makam Ki Tua tetapi ketika ditanya tidak tahu di mana letaknya.
"Lokasi makamnya terawat, di seberang Kelurahan Balekambang. Sepi lokasinya, tidak ada yang menaruh sesajen atau apa," tutup dia.
(Detikcom/h)