Sanaa (SIB)- Pemimpin senior Al-Qaeda di Yaman menyerukan serangan terhadap otoritas Myanmar. Seruan serangan ini disebut Al-Qaeda sebagai bentuk dukungan untuk etnis minoritas muslim Rohingya yang tertindas di negara tersebut. Seperti dilansir Reuters, Minggu (3/9), seruan serangan itu disampaikan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) melalui pesan video yang dirilis yayasan media kelompok itu, al-Malahem dan dilaporkan oleh organisasi pemantau militan yang berbasis di Amerika, SITE.
Dalam pesan video itu, pemimpin senior AQAP, Khaled Batarfi, menyerukan warga muslim di Bangladesh, India, Indonesia dan Malaysia untuk mendukung Rohingya melawan 'musuh-musuh Allah'. Batarfi juga mendorong kelompok Al-Qaeda di Subkontinen India (AQIS) untuk melakukan serangan terhadap otoritas Myanmar.
"Jangan berhenti dalam mengobarkan jihad terhadap mereka dan melawan serangan mereka dan jangan sampai mengecewakan saudara-saudara kita di Burma (Myanmar)," tegas Batarfi dalam pesan video itu. Batarfi diketahui bebas dari sebuah penjara di Yaman, tahun 2015, saat AQAP menguasai kota pelabuhan Mukalla.
Sementara itu Myanmar mendesak warga Muslim di daerah barat laut yang bermasalah bekerja sama dalam perburuan para pemberontak yang mengoordinasi serangan-serangan terhadap pos-pos keamanan. Pemberontak itu juga melancarkan tindakan keras kepada tentara, yang telah menjadi serangan kekerasan paling mematikan, yang melanda warga Rohingya dalam puluhan tahun.
Perlakuan Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut ajaran Buddha terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya menjadi tantangan terbesar yang dihadapi pemimpin Aung San Suu Kyi, yang dituduh kritikus Barat tidak bersuara mengenai minoritas yang telah lama mengeluhkan penganiayaan. Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan kekerasan terharap Muslim di negara itu serupa dengan genosida.
Kekerasan terhadap warga Rohingnya kali ini menandari ekskalasi konflik yang telah membara sejak Oktober, ketika serangan kecil Rohingya ke pos-pos keamanan memicu respons militer yang dianggap melanggar hak-hak asasi.
"Menggunakan pelantang suara, warga desa-desa Islam di bagian utara Maungtaw didesak bekerja sama ketika pasukan keamanan memburu teroris ekstremis Tentara Balabantuan Arakan Rohingya (ARSA), dan tidak menimbulkan ancaman atau mengacungkan senjata ketika pasukan keamanan masuk ke desa-desa mereka," menurut koran Global New Light of Myanmar, yang dijalankan pemerintah, Minggu (3/9).
Sejauh ini dilaporkan sekitar 58.600 warga Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh, demi menghindari konflik yang kembali pecah di Rakhine, sejak pekan lalu. Konflik itu dipicu bentrokan militer Myanmar dengan militan lokal yang bernama Pasukan Penyelamat Arakan Rohingya (ARSA).
Militer Myanmar menyebut ARSA mendalangi rentetan serangan terkoordinasi terhadap sejumlah pos keamanan di Rakhine. Militer Myanmar dalam pernyataannya juga menyebut, militan ARSA mendalangi sedikitnya 52 gelombang serangan terhadap pihaknya, dalam sepekan terakhir.
Dalam pertempuran sengit di Rakhine yang berlangsung selama 8 hari terakhir, militer Myanmar menyebut 370 teroris tewas dan 9 orang lainnya ditangkap hidup-hidup. Sementara itu, 15 personel militer Myanmar dan 14 warga sipil tewas dalam pertempuran itu.
Otoritas Myanmar menyalahkan ARSA atas serangkaian kekerasan, termasuk aksi pembakaran rumah-rumah warga sipil di Rakhine. Militer Myanmar menegaskan pihaknya menggelar operasi militer di Rakhine untuk memusnahkan ARSA. Namun warga Rohingya yang berhasil kabur ke Bangladesh menyebut militer Myanmar yang mendalangi kekerasan seperti pembakaran dan pembunuhan, untuk mengusir mereka keluar dari Rakhine. (Ant/Rtr/d)