Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 27 Juli 2025

Eskalasi Konflik Thailand-Kamboja: Warga Sipil Jadi Korban Utama, Puluhan Ribu Mengungsi

Redaksi - Sabtu, 26 Juli 2025 16:42 WIB
352 view
Eskalasi Konflik Thailand-Kamboja: Warga Sipil Jadi Korban Utama, Puluhan Ribu Mengungsi
(harianSIB.com/Ist)
Warga yang mengungsi akibat perang.
Kamboja(harianSIB.com)

Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali memuncak, mengakibatkan warga sipil menanggung beban terberat dari konflik bersenjata yang berkobar. Serangan pada Jumat subuh (24/7/2025), menandai peningkatan signifikan dalam perseteruan yang telah lama membara ini, dengan laporan korban jiwa dan pengungsian massal dari kedua belah pihak.

Ketenangan pagi di perbatasan pecah ketika deru jet tempur dan desing peluru menggema. Di sisi Thailand, sebuah roket menghantam stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Sisaket, menewaskan delapan orang, termasuk seorang anak berusia 8 tahun yang sedang membeli makanan ringan pagi.

Baca Juga:
Sementara itu, di Oddar Meanchey, Kamboja, seorang kakek berusia 70 tahun dilaporkan tewas tertimbun reruntuhan rumahnya akibat serangan artileri.
Pengungsian Terbesar Sejak 2011

Dampak Kemanusiaan

Dalam 48 jam terakhir, sekitar 138.000 warga Thailand dari provinsi Surin, Sisaket, dan Buriram telah mengungsi ke gudang-gudang kosong dan kuil-kuil. Di Kamboja, sebanyak 35.000 orang terpaksa melarikan diri ke pedalaman, dengan banyak yang tidur beralaskan daun pisang.

Baca Juga:

"Kami lari hanya dengan baju di badan! Tak tahu kapan pulang," teriak seorang ibu dari Samraong, Kamboja, mencerminkan keputusasaan para pengungsi. Ini merupakan evakuasi terbesar di Asia Tenggara sejak konflik serupa pada tahun 2011.

Saling Tuduh

Kedua negara saling menuduh sebagai pemicu serangan terbaru ini. Thailand menuduh Kamboja memulai agresi dengan penggunaan drone dan roket Grad BM-21. Kamboja membalas, menegaskan bahwa mereka "hanya membela diri!"

Sebagai respons, jet F-16 Thailand membombardir markas divisi infanteri Kamboja, menghancurkan dua tank dan menewaskan puluhan tentara. Namun, ironisnya, korban terparah justru berasal dari warga sipil, dengan 14 kematian di Thailand dan 8 di Kamboja. Sebuah sekolah dasar di Oddar Meanchey bahkan luluh lantak, meskipun murid-muridnya telah berhasil dievakuasi sebelumnya.


Konflik ini bukanlah hal baru. Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah ada sejak era kolonial Prancis pada tahun 1904, memanas akibat perebutan Kuil Ta Moan Thom yang kuno. Pemicu langsung dari eskalasi saat ini diyakini adalah ledakan ranjau pada 23 Juli di Ubon Ratchathani, yang menyebabkan seorang tentara Thailand kehilangan kakinya.

Thailand menuduh Kamboja menanam ranjau baru, namun Kamboja membantah keras, menyatakan bahwa ranjau tersebut adalah peninggalan perang sipil. Ketegangan ini diperkeruh oleh persaingan dinasti politik antara keluarga Hun Sen di Kamboja dan Shinawatra di Thailand.

Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai telah memperingatkan bahwa situasi ini "bisa menjadi perang penuh!" Sementara itu, Kamboja mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk turun tangan. Upaya gencatan senjata yang dipimpin Malaysia di bawah naungan ASEAN hampir runtuh karena penolakan Thailand terhadap mediasi asing.

Meskipun dalam kegelapan konflik, masih ada secercah harapan. Para relawan dari kedua negara bahu-membahu mengirimkan obat-obatan dan makanan kepada para pengungsi. Seperti yang diungkapkan seorang nenek di Surin, "Kami bukan musuh, kami sama-sama korban."

Kata-kata ini menggarisbawahi penderitaan bersama dan harapan akan perdamaian di tengah kekerasan yang sedang berlangsung.(**)

Editor
: Bantors Sihombing
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru