Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 01 Juni 2025

Rusia Sahkan Aneksasi Crimea dengan Undang-undang

* Dewan Eropa: Referendum Crimea Ilegal
- Senin, 24 Maret 2014 00:13 WIB
499 view
Rusia Sahkan Aneksasi Crimea dengan Undang-undang
Moskow (SIB)- Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani undang-undang yang mengesahkan ‘pencaplokan’ Crimea dari tangan Ukraina, meskipun dikenai sanksi oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat. Penandatanganan undang-undang aneksasi disaksikan antara lain oleh ketua dua majelis parlemen, Valentina Matviyenko dan Sergei Naryshkin.

Usai penandatanganan, Putin memerintahkan pesta kembang api di Moskow dan di Crimea guna merayakan masuknya wilayah Crimea ke dalam Federasi Rusia. Sebelumnya Uni Eropa menambah jumlah pejabat Rusia yang dikenai sanksi terkait dengan pencaplokan Krimea. Ukraina dan Uni Eropa juga menandatangani kesepakatan untuk menjalin hubungan politik lebih erat.

Sementara itu, Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa sepakat mengirim pemantau ke Ukraina setelah Rusia mencabut keberatannya. Misi selama enam bulan akan terdiri dari 100 pemantau sipil dari berbagai negara. Mereka akan diterjunkan di sembilan kawasan Ukraina, termasuk di bagian timur laut, tempat terjadinya kekerasan antara aktivis pro-Ukraina dan pro-Rusia. Misi internasional tidak akan pergi ke Krimea tetapi Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier mengatakan keputusan ini " merupakan langkah yang membantu upaya menekan eskalasi".

Dewan Eropa: Referendum Crimea Ilegal
Hasil referendum di Crimea yang memutuskan untuk bergabung ke Rusia dinilai ilegal. Menyusul referendum tersebut dan langkah Moskow, hubungan antara Timur dan Barat kembali memanas. Dewan Eropa yang disebut Komisi Venice dan terdiri dari para ahli konstitusional independen ini mengatakan hasil referendum Crimea untuk memisahkan diri adalah tidak demokratis dan melanggar konstitusi Ukraina.

"Konstitusi Ukraina dibentuk untuk keutuhan negara dan (konstitusi tersebut) tidak memungkinkan diadakannya referendum lokal untuk memisahkan diri dari Ukraina," kata komisi itu dalam sebuah pernyataan seperti yang dikutip dari AFP, Sabtu (22/3). "Hanya referendum konsultatif pada level otonomi yang diperbolehkan menurut Konstitusi Ukraina," tambahnya.

Para pemimpin dunia menolak untuk mengakui hasil referendum Crimea yang digelar pada akhir pekan lalu, yakni  96 persen warga di negeri semenanjung Laut Hitam tersebut menolak pemerintahan pro-Eropa yang baru di Kiev dan lebih memilih bergabung dengan Rusia.

Barat telah mem-blacklist 33 politikus Rusia, orang-orang terdekat Presiden Vladimir Putin, dan sejumlah komandan militer Crimea sebagai bentuk balasan setelah Moskow pada Selasa lalu menandatangani masuknya Crimea ke dalam teritorinya. Sidang pleno Komisi Venice menyebutkan referendum tersebut tidak sesuai dengan standar demokrasi Eropa. "Setiap referendum mengenai status suatu wilayah seharusnya didahului dengan negosiasi serius antara semua pemangku kepentingan. Tapi negosiasi itu tidak terjadi (pada referendum Crimea)," jelas pernyataan itu.

Perwakilan Rusia di Komisi Venice, Taliya Khabrieva, membalas tudingan Dewan Eropa. Khabrieva menyebutkan banyak negara yang berhasil memisahkan diri melalui referendum lokal seperti Eritrea, Bangladesh, dan Kosovo. "Sejumlah besar negara-negara baru muncul setelah berolahraga hak ini," katanya. Ukraina bergabung dengan dewan yang berbasis di Strasbourg ini pada tahun 1995. Badan ini didirikan untuk melindungi hak asasi manusia, demokrasi dan supremasi hukum. Setahun berikutnya, Rusia bergabung. (BBC/AFP/dtc/w)

Simak berita lainnya di Harian Umum Sinar Indonesia Baru (SIB). Atau akses melalui http://epaper.hariansib.co/ yang di up-date setiap hari pukul 13.00 WIB.

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru