Kuala Lumpur (SIB)- Di tengah pencarian puing dari pesawat Malaysia Airlines masih terus dilakukan, muncul masalah klaim ganti rugi. Maskapai Malaysia Airlines (MAS) dikabarkan bakal meminta pinjaman darurat dari pemilik saham mayoritas Khazanah Nasional Bhd., yang merupakan perusahaan milik pemerintah Negeri Jiran. Bahkan masalah keuangan sudah dialami MAS sebelum tragedi hilangnya pesawat MH370 yang membawa 239 penumpang dan awak untuk rute Kuala Lumpur - Beijing.
Menurut kantor berita Reuters seperti dilaporkan situs Vivanews, Rabu (26/3), dana tunai dan investasi jangka pendek MAS di akhir Desember 2013 tidak sampai US$1,2 miliar. Jumlah itu di bawah rata-rata biaya operasional MAS dalam dua triwulan sebelumnya. Ini jadi pertanda bahwa MAS kemungkinan segera butuh dana segar atau pinjaman bank.
Berpredikat maskapai terbesar keempat di Asia Tenggara berdasarkan nilai pasar, MAS mengalami aliran dana operasional negatif selama tiga tahun. Ini berarti maskapai itu tidak bisa menghasilkan pendapatan untuk memenuhi biaya operasional harian, aliran dana segarnya negatif, dan belanja modalnya tidak proporsional selama enam tahun.
Ini belum beban yang harus ditanggung oleh MAS terkait hilangnya pesawat MH370, yang sudah dinyatakan jatuh di selatan Samudera Hindia oleh Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, berdasarkan analisis pantauan satelit dari Inggris. Walau pesawatnya diasuransi, MAS masih harus menanggung biaya kompensasi bagi keluarga para penumpang MH370.
"Kecelakaan ini akan menyebabkan semakin cepatnya tren yang menurun bagi MAS selama bertahun-tahun dan perlunya untuk restrukturisasi," kata Bertrand Grabowksi, yang memimpin divisi keuangan untuk jasa penerbangan dan transportasi darat di bank Jerman, DVB. "Satu-satunya jalan keluar adalah pengurangan, baik dalam kapasitas maupun jaringan rute," lanjut Grabowski.
Kalangan bankir dan pengamat menilai bahwa tragedi MH370 bisa berdampak buruk bagi MAS untuk genjot pendapatan. "Walau kecelakaan itu dianggap berada di luar kendali maskapai, kami perkirakan ada penurunan pemesanan tiket, pemotongan harga tiket dan MAS bisa jadi kian terpukul dari apa yang dialami pada 2013," kata Timothy Roos, pengamat transportasi dari Credit Suisse.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Korporat (CEO) MAS, Ahmad Jauhari Yahya, mengatakan dia saat ini berkonsentrasi dulu menuntaskan masalah MH370 sebelum memutuskan masa depan kariernya. Dalam jumpa pers Selasa kemarin, Yahya ditanya seorang jurnalis apakah dia akan mengundurkan diri terkait hilangnya pesawat MH370, yang memasuki hari ke-18 belum ditemukan keberadaan fisiknya.
Sedangkan terkait pembayaran kompensasi bagi keluarga korban, keluarga dari penumpang pesawat asal Amerika Serikat (AS) berpotensi mendapatkan uang ganti lebih besar. "Kompensasi atas korban jiwa sangat berbeda antara penumpang AS dengan penumpang yang bukan dari AS," ujar pengamat penerbangan Terry Rolfe.
"Jika klaim tersebut diajukan di pengadilan AS, tentunya klaim akan lebih berharga dibandingkan pengadilan di negara mana pun. Untuk warga AS, tidak ada masalah untuk membawa klaim ini ke pengadilan di Amerika," lanjutnya.
Berdasarkan Konvensi Montreal yang sudah disepakati oleh dunia internasional, sebuah maskapai penerbangan harus memberikan ganti rugi kepada tiap penumpang sebesar USD176 ribu atau sekira Rp2 miliar (Rp11.404 per USD).
Sementara pihak Malaysia Airlines mengaku telah memberikan kompensasi awal sebesar USD5 ribu atau sekira Rp57 juta. Selain itu pihak Malaysia Airlines akan menanggung biaya hotel, transportasi dan makanan keluarga penumpang, selama menunggu kabar mengenai keberadaan keluarga mereka yang berada di dalam pesawat MH370.
(vivanews/f)