Washington (SIB)- Belum ditemukannya puing-puing pesawat Malaysia Airlines MH370 yang jatuh di selatan Samudera Hindia membuat sekelompok ahli matematik dan kelautan menyatakan siap memberikan bantuan. Sekelompok ahli matematika asal Amerika Serikat menyatakan kesiapannya untuk membantu pencarian pesawat Malaysia Airlines (MAS) MH370 di Samudera Hindia. Kelompok ini berhasil menemukan lokasi peristirahatan terakhir pesawat Air France di dalam Samudera Atlantik pada tahun 2009 lalu.
Para ahli tersebut bergabung dalam Metron, sebuah perusahaan konsultan ilmiah yang bermarkas di Reston, Virginia, Washington, AS. Meskipun belum ada yang meminta bantuan langsung kepada Metron untuk membantu pencarian MH370, perusahaan ini telah memulai analisanya dengan menggunakan data-data yang terungkap di publik.
"Kami berusaha untuk menganalisa semua data yang tersedia secara publik jadi kami bisa mulai melakukan penilaian yang independen," terang ketua divisi penerapan matematika Metron, Van Gurley, seperti dilansir AFP, Kamis (27/3).
Metron yang didirikan tahun 1982 ini memiliki 170 staf termasuk para ahli matematika terapan. Selama ini, Metron melakukan analisa matematika yang sangat khusus bagi kepentingan keamanan nasional AS, seperti sistem sonar.
Namun Metron juga mengembangkan protokol penyelamatan dan pencarian yang banyak digunakan oleh otoritas Penjaga Pantai AS yang didasarkan pada dalil yang dikembangkan pada awal abad ke-18 oleh seorang ahli statistik Inggris, filsuf dan juga Presbyterian Minister, Thomas Bayes.
"Ini merupakan metode terstruktur yang memaksa Anda untuk melihat semua informasi yang tersedia tentang suatu masalah dan kemudian menerapkan faktor kepercayaan diri -- seberapa percaya diri Anda pada setiap informasi," jelasnya mengenai metode yang digunakan oleh Metron.
Tidak ada satupun data yang dibuang, tapi seiring berjalannya waktu informasi tersebut dikonfirmasi -- katakanlah, ketika sebuah titik pada gambar satelit ternyata merupakan puing yang asli -- kemungkinan soal letak target dari obyek tersebut terus berkembang.
Dalam tragedi pesawat Air France Flight 447 yang jatuh di Samudera Hindia, targetnya adalah rekaman data penerbangan yang berada di dasar lautan dalam. Saat itu, badan penyelidikan kecelakaan udara Prancis, BEA meminta bantuan Metron untuk menebak lokasi paling mungkin dari kotak hitam pesawat, hingga akhirnya sukses ditemukan oleh drone bawah laut pada Mei 2011, atau 2 tahun kemudian.
Pada kasus Air France tersebut, puing mengapung yang berasal dari pesawat jenis Airbus A330 berhasil ditemukan dalam waktu seminggu dan area pencarian kemudian dibatasi menjadi diameter 130 kilometer. Melihat kasus MAS MH370 tentu akan lebih sulit. Sebabnya, titik obyek yang diduga berasal dari MH370 dibandingkan dengan luasnya area pencarian di Samudera Hindia bagian selatan, serta laporan temuan 122 obyek mencurigakan yang tertangkap satelit baru-baru ini tanpa ada satupun obyek yang dikonfirmasi.
Ketika ditanya peluang penemuan MH370, Gurley menyatakan bahwa melihat sarana teknis untuk menyelesaikan misi tersebut dalam waktu dekat, tentu itu tugas yang sulit. "Terdapat teknologi untuk mencapai dasar samudera di wilayah tersebut dan mencarinya. Tapi tetap saja itu tugas yang sangat menantang -- dan saya pikir itu akan tiba waktunya, dan akan datang," tandasnya.
Tawaran bantuan juga diutarakan ahli kelautan. Pemahaman mereka terhadap dinamika kelautan akan sangat membantu para penyelidik dalam mencari lokasi puing atau bangkai MH370, dan kemudian menemukan kotak hitam pesawat tersebut.
The Wall Street Journal (WSJ) menyebutkan ada enam ahli kelautan dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), yang merupakan badan ilmiah nasional Australia, yang mencoba memetakan arah angin dan arus laut yang mungkin telah menghanyutkan puing-puing MH370 di lautan.
Para ahli tersebut menggunakan teknik yang disebut drift modelling, yang mendasarkan pada data satelit dilengkapi dengan sejumlah alat. Pertama, alat bernama altimeter, yakni semacam instrumen yang mengukur kedalaman laut hingga akurasi 10 cm. Kedua, alat bernama buoys yang menggunakan telemetri untuk meneruskan informasi tentang kedalaman laut dan arus laut.
Dengan mengukur kedalaman laut, para ilmuwan bisa memetakan kontur laut untuk menyusun gambar detail lanskap di dasar laut. Menurut David Griffin yang merupakan pemimpin tim CSIRO, meskipun permukaan laut cenderung datar, bagian dalamnya terdiri atas banyak gundukan dan palung. "Tinggi dan rendahnya bisa memiliki radius sejauh 50-100 kilometer," ucapnya.
Griffin menambahkan, setiap obyek yang hanyut di air, termasuk puing pesawat, akan secara natural mengikuti kontur yang rendah -- yang pada dasarnya berfungsi seperti jalan raya di laut -- dan berputar-putar di sekitar gundukan laut.
(Detikcom/ r)