Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 17 Juni 2025
Terkait Unjuk Rasa Aliansi Mahasiswa Pantai Barat Madina

Baru Bebaskan 3100 Ha dari 6250 Ha, PT DIS Berikan Uang Tunggu pada Peserta Plasma

- Kamis, 06 Oktober 2016 21:19 WIB
488 view
Baru Bebaskan 3100 Ha dari 6250 Ha, PT DIS Berikan Uang Tunggu pada Peserta Plasma
SIB/Dok
TERIMA SHP : Perwakilan PT DIS menyerahkan sisa hasil produksi (SHP) kepada anggota koperasi penerima melalui ketua koperasi.
Medan (SIB)- PT Rimba Mujur Mahkota (RMM) dan PT Dinamika Inti Sentosa (DIS) menyampaikan klarifikasi dan bantahan atas pernyataan sekelompok orang yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Pantai Barat, saat berunjuk rasa di Kantor PT RMM dan PT DIS di Medan, Senin (3/10) lalu. Pernyataan-pernyataan sekelompok orang itu dinilai telah merugikan kedua perusahaan itu.

Humas PT DIS Jaya Tarigan menjelaskan, pihaknya  telah memperoleh Izin Lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit dengan luas 6.250 hektare (Ha) berdasarkan SK Bupati Mandailing Natal No.525.25/458/K/2009 tanggal 4 Agustus 2009. Lahan tersebut berada di Desa Sale Baru, Desa Tabuyung Kecamatan Muara Batang Gadis dan  Desa Sundutan Tigo Kecamatan Natal Kabupaten Mandailing Natal.

"Dari luas lahan 6.250 Ha tersebut, 3.614 Ha untuk kebun inti dan 2.636 Ha kebun plasma masyarakat yang diwakili oleh koperasi masing-masing yaitu KSU Peduli Usaha Bersama, KSU Mutiara Tani Sejahtera, Koperasi Bina Karya Pantai Barat, dan KSU Mitra Kerja," katanya.

Sejak diperolehnya Izin Lokasi tersebut, dari total 6.250 Ha luas lahan yang diberikan Pemkab Mandailing Natal, sampai saat ini baru sekitar 3.100 Ha yang dapat dibebaskan dari masyarakat dan diusahakan oleh PT DIS. Hal ini disebabkan banyaknya kendala yang dihadapi dalam upaya perolehan lahan yang berada di dalam izin lokasi,  antara lain adanya klaim oleh pihak masyarakat maupun pihak lain, serta tingginya biaya ganti rugi.

Disamping itu, katanya,  pihak Koperasi Desa Buburan dan Koperasi Desa Bintuas sama sekali tidak melakukan dan tidak berpartisipasi apapun untuk memperoleh lahan seluas 6.250 Ha guna menyukseskan realisasi kemitraan pihak perusahaan dan peserta plasma. Padahal seharusnya secara bersama-sama mengupayakan lahan perkebunan sampai dalam keadaan bersih (tidak ada enclave).

"Sehingga perusahaan dapat melaksanakan pembukaan lahan (land clearing), penanaman, pemeliharaan, pembangunan infrastruktur, kegiatan panen, serta tindakan lain yang diperlukan dalam rangka kegiatan operasional di lahan perkebunan dengan aman, lancar, serta tidak ada tuntutan dari pihak manapun  dalam bentuk dan nama apapun juga, termasuk tidak terbatas pada tuntutan ganti rugi dari masyarakat hukum adat yang berada dan atau bermukim di atas lahan perkebunan tersebut," katanya.

Kendati PT DIS belum dapat mengganti rugi seluruh lahan seluas 6.250 Ha (yang baru dibebaskan dari masyarakat seluas 3.100 ha), namun menurut Jaya, pihak perusahaan tetap berupaya membangun kerjasama kemitraan dengan masyarakat melalui koperasi di desa masing-masing.

Kerjasama yang dibangun sejak 2008 sampai Maret 2011 tersebut, memberikan uang tunggu (kompensasi) secara cuma-cuma Rp100.000 per anggota koperasi setiap bulan. Dimana jumlah anggota koperasi mencapai 1.440 orang sehingga total yang dibayarkan mencapai Rp5.423.100.000.

Sejak April 2011 sampai 2015 (tanaman belum menghasilkan),  perusahaan masih melakukan investasi berupa pengeluaran biaya-biaya sehingga anggota koperasi tidak mendapat uang tunggu (kompensasi) sesuai yang diperjanjikan dalam MoU yang telah disepakati antara perusahaan dengan pihak koperasi. Namun,  sejak Juni 2015-Agustus 2016, karena perkebunan telah berproduksi maka anggota koperasi sudah menerima sisa hasil produksi (SHP) setiap bulannya sesuai perjanjian plasma.

Meski SHP minus, lanjut Jaya, namun atas itikad baik perusahaan tetap memberikan pinjaman berupa bantuan sebesar Rp100.000 per anggota koperasi tanpa syarat bunga yang akan diperhitungkan setelah SHP tidak minus dan petani plasma tetap menerima pendapatan minimun. Hingga saat ini PT DIS masih tetap berupaya mendapatkan lahan seluas 6.250 Ha melalui ganti rugi di dalam izin lokasi sekaligus tetap berkomitmen dan berupaya membangun kebun plasma bagi masyarakat.

Tentang limbah PT RMM dan PT DIS, ditegaskannya, sampai saat ini PT DIS tidak/belum membangun Pabrik Kelapa Sawit (PKS), dengan demikian tidak mungkin mencemari lingkungan. "PT RMM memang  telah memiliki PKS, namun PT RMM telah melakukan sistem pengolahan limbah  yang ditentukan, yakni Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sesuai izin dan ketentuan pemerintah," katanya.

Terkait hal itu, menurutnya, telah dilaksanakan uji mutu air buangan ke sungai di laboratorium PT Sucofindo (Persero) untuk setiap bulannya. Dan hasilnya sudah sesuai baku mutu yang ditetapkan pemerintah, dan dilaporkan secara berkala kepada pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dan ditembuskan ke BLH Sumut. Dengan demikian  PKS PT RMM tidak pernah melakukan pencemaran lingkungan sebagaimana yang dituduhkan. (R19/d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru