Kutacane (SIB)
Rapat perdana Gugus Tugas Multipihak Konservasi Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser, di Oproom Setdakab Aceh Tenggara, Rabu (7/10) berlangsung panas diwarnai interupsi.
Rapat koordinasi itu dihadiri Sekdakab, Muhammad Ridwan, Kabid Teknis Balai Besar TNGL, Adi Nurul Hadi, Asisten Administrasi Setdakab, Sudirman Selian, Kepala Bappeda Yusrizal, Kepala Organisasi Perangkat Daerah dan lembaga yang bergerak di bidang lingkungan hidup.
Yashut, salah seorang aktivis lingkungan hidup mengatakan, persoalan konservasi merupakan masalah yang sangat penting dan urgen untuk dibahas, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Apalagi dengan dibentuknya Gugus Tugas Multipihak Konservasi Ekosistem TNGL, yang pada intinya merupakan perlindungan terhadap petani Aceh Tenggara yang lahan perkebunannya masuk dalam kawasan ekosistem Leuser.
Selama ini, banyak petani yang terjerat masalah hukum akibat membuka lahan kebun yang terlanjur masuk dalam kawasan ekosistem Leuser atau Taman Nasional Gunung Leuser, persoalan atau konflik antara petani dengan pihak penjaga hutan telah berlangsung lama dan belum pernah ada solusinya.
Karena itu, pembentukan Gugus Tugas Mutipihak Konservasi Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser merupakan solusi yang paling ditunggu ribuan petani Aceh Tenggara yang lahan perkebunannya masuk dalam kawasan TNGL,karena isinya sangat jelas membantu dan melindungi kepentingan dan nasib petani,sebab itu harus didukung oleh semua pihak.
Ketua Persatuan Petani Kawasan Kaki Gunung Leuser (PPKK-GL) Aceh Tenggara, Muslim Sekedang menambahkan, dipidananya petani yang terlanjur mengelola kebun dalam kawasan TNGL dan aksi demo ratusan petani di kantor BTNGL di Tanah Merah Kutacane, merupakan pengalaman pahit yang hendaknya jangan terulang lagi.
Lahirnya Gugus Tugas Multipihak yang dibidani, Wiratno, Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, merupakan titik terang bagi petani, karena sepanjang lahirnya Kabupaten Aceh Tenggara, belum ada peraturan dan perundang-undangan yang melindungi kepentingan petani.
Prinsip menjaga dan melestarikan lingkungan hidup serta mengembangkan kepariwisataan dalam kawasan TNGL juga perlu diperhatikan dan diprioritaskan tim gugus tugas, sambung Mursalin dan M Riduan Kadis Pertanahan, ditambah lagi menjaga dan menjamin nasib petani yang akan diperbolehkan mengelola perkebunan dan bidang pariwisata dalam kawasan TNGL, kendati terbatas.
Sebelumnya, Kepala Bappeda Aceh Tenggara, Yusrizal menerangkan, untuk saat ini ada beberapa zonasi Taman Nasional Gunung Leuser, yang bisa dikelola dengan zona pemanfaatan seluas 20,371,06 Ha (2,35%), di antaranya, Lawe Gurah (Ekowisata), Gunung Setan (Ekowisata), Lawe Mamas (PLTMH), Lawe Lubang (Ekowisata) dan Lawe Kompas untuk PLTMH.
Sedangkan untuk zona Rehabilitasi seluas 55.185,06 hektare (6,65%), di antaranya 18.000 Ha pola untuk pola kemitraan konservasi dan untuk tujuan tersebut, telah dibentuk lagi KTHK Alur Baning Kecamatan Babul Rahmah dan KTHK Gunung Setan Kecamatan Ketambe. (K-10/d)