Pematang Raya (SIB)
Rumah Bolon Pematang Purba di Desa Pematang Purba, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, menempati areal seluas ± 20.000 m² mulai dimakan usia. Istana yang diperkirakan berusia 341 tahun ini merupakan rumah adat Batak Simalungun yang masih tersisa dan terancam runtuh akibat dimakan usia. Karenanya, jika tidak segera dipugar, maka Rumah Bolon ini terancam runtuh.
Hal itu disampaikan Jaipin Purba kepada Tim Kemenparekraf RI saat berkunjung ke Rumah Bolon Pematang Purba di Desa Pematang Purba, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Kamis (18/2).
Rumah Bolon di Situs Cagar Budaya Istana Pematang Purba di Desa Pematang Purba, Kecamatan Purba itu, tampak rusak dan mulai rapuh terutama di bagian pondasinya. “Kami tidak berani lagi masuk ke Rumah Bolon ini karena kondisi tiang, dinding dan lantainya sudah sangat rapuh,†kata keturunan Raja Pematang Purba XII ini, yang kini mengelola komplek Istana Pematang Purba.
Istana Pematang Purba didirikan tahun 1680 oleh Raja Pangultop-Ultop yang berkuasa di wilayah Pematang Purba, salah satu wilayah kerajaan di Simalungun. Istana dan kekuasaannya diwariskan secara turun-temurun hingga Raja XIV, yakni Raja Mogang yang meninggal pada 1946. Setelah itu, istana yang terletak di Desa Pematang Purba, Kecamatan Purba, di kawasan Danau Toba itu diwariskan kepada keturunan raja, tetapi tidak mempunyai daerah kekuasaan lagi.
Dia mengatakan, Istana Pematang Purba seluas 2 hektare itu mempunyai beberapa bangunan di dalamnya dengan bangunan utama yakni Rumah Bolon Istana Raja. Kompleks istana dikelilingi pelindung berupa jurang, tanaman berduri dan pohon jelatang yang bisa membuat gatal. Hanya ada satu pintu terowongan kecil untuk masuk ke komplek istana.
Kondisi Rumah Bolon berukuran panjang 29,4 meter, lebar 7 meter, dan tinggi 5 meter itu kini nyaris runtuh karena sebagian besar dari 20 tiang utamanya sudah lapuk. Pengelola Rumah Bolon membuat 10 tiang besi untuk menopang rumah. “Lima tahun lalu, keluarga besar keturunan raja mengumpulkan uang Rp 100 juta untuk membuat penopang rumah agar tidak runtuh,†katanya.
Dinding Rumah Bolon yang terbuat dari anyaman kulit bambu pun sudah rapuh dan bolong di beberapa bagian. Sementara itu, lantainya banyak yang jebol sehingga mereka tidak berani lagi masuk ke dalam rumah. Atap ijuk rumah itu pun sudah lapuk dengan ditumbuhi lumut dan tanaman pakis. Rumah Bolon bahkan miring sejak gempa Aceh dan Sumut pada 2004.
Sementara itu kata dia, kondisi bangunan lainnya di komplek istana itu masih lebih baik, seperti jambur (tempat tamu raja menginap), bale bolon (tempat rapat adat dan pengadilan), pattangan raja (tempat istirahat raja), pattangan puang bolon (tempat permaisuri menenun ulos), bale buttu (pos pengawal istana), jabu junga (tempat tinggal keluarga raja), rumah losung (tempat menumbuk padi), dan rumah persidangan.
Dia mengatakan, sudah hampir puluhan tahun tak pernah disentuh atau direvitalisasi pemerintah. Pemugaran berskala besar terakhir kali dilakukan pemerintah pada 1984 sampai 1985. Enam dari 20 tiang utamanya diganti. Namun ketika itu tiang utama yang berdiameter sekitar 60 sentimeter itu diganti dengan diameter yang lebih kecil. “Mereka lalu melapisnya dengan papan agar tampak sama dengan ukuran aslinya,†katanya.
Ditambahkan dia, selama masa pandemi Covid-19 ini, hampir tak ada wisatawan yang datang. “Sehingga kami merasa kesulitan untuk mengurus cagar budaya ini. Namun begitupun tetap kami usahakan dari pekerjaan yang kami tekuni selama ini agar bangunan ini tetap berdiri dan terawat dengan menyisihkan uang pribadi dan sanak suadara yang peduli", ucapnya.
Sebelumnya Kemenparekraf telah menggelar acara sosialisasi dan simulasi program Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan serta Kelestarian Lingkungan (Cleanliness, Health, Safety and Environmental sustainability/CHSE) berikut pedoman pelaksanaannya kepada para pelaku atau asosiasi pariwisata di sekitar objek wisata tersebut, serta di Sumut secara umum. Kemenparekraf ingin menunjukkan, bahwa Indonesia siap menyambut wisatawan domestik dan mancanegara di masa pandemi, dengan penerapan CHSE dan prokes Covid-19 secara ketat. Terutama dalam sektor Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE) berskala internasional. (M11/c)
Sumber
: Hariansib edisi cetak