Jakarta (harianSIB.com)
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun yang terdiri dari Mince Ginting, Aries Ginting dan Desi Ginting memvonis JB (38) orang tua yang melakukan persetubuan paksa terhadap putrinya sendiri dengan kurungan 12 tahun penjara dan denda Rp. 800 juta subsider 6 bulan mendapat apresiasi Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.
"Vonis ini lebih tinggi 2 tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 10 tahun penjara," ujar Arist dalam keterangan tertulisnya yang diterima SIB di Jakarta, Rabu 5 Mei 2021.
Dikatakan Arist, putusan PN Simalungun patut diapresiasi, walaupun belum memuaskan semua pihak, termasuk korban dan pihak-pihak lain. Namum Majelis Hakim telah menimbang rasa keadilan korban, berdasarkan ketentuan UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 tentang UU Nomor :01 tahun 2016 tentang perubahan kedua tentang Undang-undang 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
"Meski menurut saya pelaku patut mendapat hukuman pidana maksimal 20 tahun dan atau seumur hidup. Mengingat pelaku adalah orangtua kandung korban yang seyogianya melindungi dan menjaga martabat anaknya sendiri,"ujar Arist.
"Harapan Komnas Perlindungan Anak, keputusan Majelis Hakim Simalungun ini menjadikan efek jera bagi predator dan monster kejahatan seksual terhadap anak dan juga menjadi kewaspadaan bagi anak bahwa predator dan monster kejahatan seksual itu ada di sekitar kita dan adalah orang terdekat, seperti ayah, kakak, paman, guru, dan teman sebaya," tegas Arist.
Dalam persidangan, Hakim menyebut remaja 12 tahun yang menjadi korban berada dalam tekanan, diancam akan dipukul jika memberitahukan hal itu kepada ibunya maupun pamannya.
Perbuatan bejad JB dilakukan sejak Juni 2020 hingga November 2020 di rumahnya secara berulang-ulang saat istrinya yaitu Ibu korban bekerja di ladang.
"Atas peristiwa kejahatan seksual yang dilakukan orangtua ini, dan jumlah kejahatan seksual yang terus meningkat, sudah sepatutnya dan segera pemerintah Kabupaten Simalungun mencanangkan gerakan perlindungan anak berbasis keluarga dan kampung dengan melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pelopor dan pelapor terhadap perlindungan anak," ujar Arist. (*)