Medan (SIB)
Pasca musibah jatuh dan tenggelamnya satu unit mobil milik penumpang kapal motor penyeberangan (KMP-fery) Ihan Batak yang menimbulkan korban jiwa (tewas) satu orang pada Senin (31/5) di perairan Danau Toba di Pelabuhan Ambarita Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, kalangan konsultan pelayaran dan praktisi bisnis maritim di Sumut mengungkapkan buruknya standar operasional angkutan kapal perairan (ASDP) di Danau Toba selama ini.
Ketua Umum (Chairman) Asosiasi Surveyor Maritim Indonesia (Indonesia Marine Surveyor Association--IMSA) Captain Tagor Aruan, dan Presiden Indonesia Nation Maritime Pilot Association--INAMPA) Pasoroan Herman Harianja, secara terpisah menyebutkan luasnya wilayah perairan Danau Toba dengan mobilitas angkutan perairan yang terus meningkat, harus nya sudah menerapkan sistem dan standar penataan keamanan dan keselamatan angkutan sungai danau dan penyeberangan (ASDP) secara rutin maupun berkala.
"Kalau disebutkan mobil milik penumpang kapal itu jatuh (ke danau) disebabkan terputusnya pintu dek kapal yang berfungsi sebagai jembatan (rampdoor) keluar masuk mobil (dan kendaraan lainnya) akibat hempasan angin yang tiba-tiba kencang, sangat dipertanyakan dan ironis, bagaimana sebenarnya standar, sistem dan inspeksi (pemeriksaan) atau preservasi (pemeliharaan) kondisi fisik kapal itu selama ini. Apa tidak dicermati, misalnya kondisi ensel atau ring roll pada rampdoor itu sudah berkarat atau aus sehingga bisa putus dihantam angin?," ujar Tagor Aruan kepada pers di Medan, Kamis (3/6).
Dia mengutarakan hal itu seusai meninjau temu pers tentang pro-kontra publik terhadap proyek dan investasi tambang timah oleh PT Dairi Prima Mineral (DPM), yang digelar aliansi LSM Tolak Proyek Tambang di Area Rawan Bencana, di aula Literacy Coffee Medan Teladan.
Secara khusus, Tagor yang juga fungsionaris Asosiasi Independen Surveyor Indonesia (AISI, induk organisasi IMSA) mengaitkan musibah jatuhnya mobil milik penumpang kapal di KMP Ihan Batak tersebut, dengan pengalaman dan kesaksiannya pada 1 Mei lalu, ketika menumpang kapal fery atau KMP Tao Toba, dari Ajibata-Parapat ke Tomok-Samosir dan pulangnya dengan kapal yang sama.
Sembari menunjukkan data berupa rekaman foto-foto tentang deretan kenderaan (mobil) yang sangat tidak teratur pada dek kapal KMP Tao Toba, Tagor menyebutkan para pemilik mobil selaku penumpang KMP jadi waswas selama perjalanan (pelayaran) karena sulit melintas dari jejeran mobil lainnya ketika akan menuju ruang penumpang di atas dek kapal (anjungan). Para pemilik selaku penumpang banyak yang terpaksa tetap di mobil karena sulit keluar dari mobilnya sendiri atau melewati barisan mobil lainnya dalam dek.
"Padahal, dalam standar pelayaran atau angkutan ASDP, ada sistem dan tatanan soal jarak dan posisi mobil dalam dek kapal plus batasan jarak keluar masuk ke rampdoor. Pihak operator atau nakhoda wajib mengingatkan para penumpang agar duduk di ruang penumpang pada saat kapal melaju (berlayar) dan tidak boleh tinggal dalam mobil di dek, karena rawan polusi gas mesin atau AC dan masalah keselamatan lainnya. Letak parkir mobil dalam dek kapal tidak boleh bersilangan, harus sejajar. Pada kondisi tertentu harus ada tali tambang (mirip kabel baja yang lentur) yang terpasang di sisi rampdoor untuk mengantisipasi hal-hal seperti yang terjadi pada KMP Ihan Batak kemarin," katanya menegaskan sistem (SOP) ini harusnya sudah aktif diterapkan di perairan Danau Toba.
Soalnya, ujar Ketua Umum Komite Independen Batak (KIB) itu, pihak operator kapal di Danau Toba itu malah tampak acuh dan protes dengan ketus bilang: 'Kalau Bapak tidak suka naik kapal ini, turun saja, naik kapal lain,' ketika dipertanyakan atau disinggung soal tatanan penumpang yang lebih banyak tidak pegang atau pakai pelampung, dan penataan barang-barang angkutan kapal berupa kenderaan mobil yang tidak teratur dalam dek kapal.
Ke depan, ujar dia, para konsultan atau tenaga pandu maritim dari kalangan IMSA dan semacamnya akan mengajak kerja sama dengan kalangan operator perkapalan di perairan Danau Toba, untuk sosalisasi teknis pemeliharaan kapal-kapal, edukasi keamanan kapal dan keselamatan penumpang, pelatihan SDM kepanduan dan patroli angkutan perairan, dan lainnya.
"Terlepas apakah ini termasuk gangguan alam (angin kencang di pelabuhan) atau faktor perawatan kapal (ship maintenance), kita harap tidak lagi terjadi musibah begini," katanya serius.
Musibah KMP Ihan Batak, Senin (31/5) terjadi ketika kapal yang sudah sandar (berlabuh) di Pelabuhan Ambarita sedang mengeluarkan muatan berupa sejumlah mobil milik penumpang. Pada saat akan mengeluarkan mobil yang ke-tujuh (Avanza BK 1421 QP), tiba-tiba angin bertiup kencang dan menggeser kapal sehingga rampdoor kapal terputus. Para awak kapal dibantu warga dan penumpang mencoba mengikat mobil dengan tali, namun beban mobil terlalu berat sehingga menggantung di rampdoor dengan posisi kepala mobil ke atas. Tiga orang berhasil keluar dari dalam mobil, namun seorang lagi, Desy Marizdayani (32) warga Jalan Gunung Martimbang III nomor 82 Kelurahan Rantaulaban Kecamatan Rambutan Kota Tebing tinggi gagal keluar karena sempat terendam air sekira 15 menit, dan akhirnya meninggal. Tiga penumpang mobil selamat dari alamat yang sama yaitu Farida (72), H Zulkarnain Tanjung (76) dan Neiny Safira (33) warga jalan Padangsidempuan nomor 1 Pematangsiantar. (A5/f)