Medan (SIB)
Alokasi anggaran dari APBN untuk biaya perlindungan sosial (Linsos) secara nasional di masa PPKM Darurat (telah diubah istilahnya menjadi PPKM Level-4) dinilai terlalu kecil dan tidak sebanding dengan risiko dan potensi gejolak sosial akibat terdampak wabah pandemi Covid-19.
Praktisi jasa surveyor ekonomi Captain Tagor Aruan dan praktisi jasa investasi Ir Raya timbul Manurung, secara terpisah menyebutkan pemerintah harusnya buat kebijakan Linsos atau civil society yang berorientasi pada keseimbangan peran masyarakat dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN), mulai di tingkat desa-kelurahan, kecamatan, kabupaten-kota hingga provinsi.
"Secara sektoral untuk ukuran Jawa-Bali saja, alokasi anggaran Linsos sebesar Rp 287 triliun dari total Rp225 triliun untuk PPKM Darurat, dipastikan tidak akan cukup, apalagi untuk skala nasional. Tapi berapapun alokasinya, penyaluran harusnya melibatkan warga masyarakat yang terkena dampak Covid, misalnya para karyawan ter-PHK, pemuda Karang Taruna, Ormas -ormas yang disiplin, praktisim kesehatan yang freelance dan sebagainya. Jangan cuma melibatkan para pejabat atau aparat yang justru mengundang kerumunan pada saat razia dan patroli," ujar Tagor Aruann kepada pers di Medan, Sabtu (24/7).
Dia mencetuskan hal itu menanggapi tambahan alokasi anggaran sebesar Rp 225,4 triliun untuk pelaksanaan PPKM Darurat baru-baru ini. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto merinci, alokasi anggaran itu meliputi penanganan kesehatan sebesar Rp 120,72 triliun, bantuan UMKM Rp 50,04 triliun, perlindungan sosial Rp 28,7 triliun, insentif usaha Rp 15,1 triliun dan untuk program prioritas sebesar Rp 10,89 triliun.
Selain untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) alokasi anggaran itu juga untuk penguatan dana stimulus Pemda-pemda yang berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) yang 8 persen dikhususkan untuk penanganan Covid di daerah. Pemerintah juga menyiapkan alokasi lanjut sebesar Rp 40 triliununtuk pengadaan obat-obat dan Rp 9,15 triliun untuk insentif tenaga kesehatan (Nakes).
"Selain mengurangi angka pengangguran dan sekaligus antisipasi gejolak sosial akibat krisis ekonomi selama pandemi, pelibatan masyarakat dalam penyaluran dana-dana PPKM atau semacamnya untuk penanganan dampak Covid, juga untuk kontrol anggaran itu sendiri agar tepat guna dan tepat sasaran," ujar Tagor serius.
Hal senada juga dicetuskan Raya Timbul Manurung, bahwa pelaksanaan PPKM dan semacamnya tampak jadi fenomena 'alep cendong' karena aktifitas publik tetap marak dengan mobilitas kenderaan umum dan pribadi yang merambah jalur lain menghindari penyekatan lalu lintas. Sebagian pedagang yang diancam tutup malah beralih ke tempat lain yang bisa dijangkau konsumen demi nafkah keseharian keluarganya.
"Fakta kumulatif terkini (per 22 Juli) di Sumut menunjukkan korban Covid mencapai 1.449 orang yang meninggal atau rata-rata 7 orang perhari, dari total 49.509 kasus yang terjadi. Tapi sekarang kesannya publik bukan lagi lebih takut pada Covid, tetapi lebih takut kehilangan nafkah dan ancaman kelaparan sambil terus hindari ribut-debat dengan petugas razia yang cuma tanya masker dan larang kerumun. Tak ada kepastian dari siapapun kapan Covid berakhir, tapi yang pasti orang harus cari makan setiap hari. Kalau masyarakat dibiarkan menganggur terus, PPKM Darurat justru bisa berubah jadi 'darurat sosial' kalau masyarakat tidak diberdayakan secara zonasi atau secara potensi selama Covid. Ini yang harus diantisipasi," katanya. (A5/a)