Simalungun (harianSIB.com)
Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Himapsi) meminta pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk berhati-hati menetapkan kawasan hutan adat di lingkungan Danau Toba khususnya, di Kabupaten Simalungun.
Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjend) DPP Himapsi Rizal Viftori Hartono Sinaga SP kepada harianSIB.com, Minggu (8/8/2021). Menurut Rizal, terbitnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor SK.235/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2021 tentang langkah-langkah penyelesaian permasalahan hutan adat dan pencemaran limbah industri di lingkungan Danau Toba merupakan hal yang cukup tepat untuk menyelamatkan lingkungan Danau Toba sebagai destinasi wisata super prioritas.
"Dalam menetapkan hutan adat di lingkungan Danau Toba khususnya di Kabupaten Simalungun tentu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu berhati-hati dalam penetapannya ke depan. Mengingat wilayah Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar terdapat etnis asli yang tinggal di sana, yakni etnis Simalungun," ujarnya.
Setiap etnis yang tinggal di kawasan Danau Toba dipandang memiliki kekhasan adat dan budaya yang berbeda-beda. Bukan hanya adat dan budaya, setiap etnis juga memiliki histori yang berbeda pula. Peradaban etnis Simalungun yang telah ada beribu-ribu tahun yang lalu dan diperintah oleh raja dapat diketahui dari beberapa kerjaan terakhir sebelum kemerdekaan Republik Indonesia yang sering disebut ‘harajaon marpitu’, yaitu Damanik (Pematangsiantar, Bandar dan Sidamanik), Sinaga (Tanoh Jawa), Purba Pak-pak (Purba), Purba Tambak (Dolok Silou), Saragih Garingging (Raya), Purba Dasuha (Panei) dan Girsang (Silimakuta).
Dijelaskan, pada lampiran I Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut, ada 22 usulan hutan adat di lingkungan Danau Toba untuk penyelesaian. Dan, 3 dari usulan itu berada di wilayah Kabupaten Simalungun, yakni seluas 3.039 Ha. "Jika pemerintah memberikan pengakuan hutan adat kepada kelompok masyarakat yang bukan merupakan etnis Simalungun di wilayah Kabupaten Simalungun, tentu akan memicu gesekan antar etnis Simalungun dan etnis non Simalungun yang meminta pengakuan hutan adat. Himapsi yang merupakan bagian dari etnis Simalungun meminta kepada pemerintah agar tidak memberikan pengakuan hutan adat kepada kelompok yang bukan merupakan bagian dari etnis Simalungun," urainya.
Menurut Rijal, Himapsi juga meminta pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menutup korporasi yang merusak lingkungan Danau Toba. (*)