Medan (SIB)
Pasca terjadinya lagi tabrakan maut antara kereta api dengan mobil angkutan umum dalam kota (angkot) di lintasan rel jalan Sekip Medan, Sabtu (5/12) lalu, pemerhati sektor transportasi Captain Tagor Aruan dari PT Tugu Arta Group mempertanyakan peran dan reaksi Lembaga Konsumen Indonesia (LKI) dan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) di daerah ini.
"Selaku organisasi atau lembaga yang harusnya menyikapi masalah dan kepentingan para penumpang sebagai konsumen transportasi, LKI dan MTI harusnya tampil untuk mediasi, edukasi, konsultasi hingga advokasi untuk menjajaki perolehan hak-haknya sebagai konsumen. Tapi dalam peristiwa ini, kita publik tidak melihat LKI atau MTI muncul, minimal untuk pendampingan para korban. Ke mana dan di mana mereka ya," katanya kepada SIB, Kamis malam (9/12).
Terlepas dari faktor siapa bersalah apa dalam tabrakan maut yang sebabkan tiga penumpang tewas di tempat, Tagor menyatakan para penumpang atau konsumen selaku korban, perlu pendampingan selain untuk proses klaim asuransi seperti Jasa Raharja, penanganan medis dan lainnya. Terlebih, bila pasca kecelakaan timbul tuntutan perkara pidana terhadap pengemudi, pemilik dan-atau operator perusahaan angkutan umum untuk proses pertanggung jawaban, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2009 pasal 310 tentang Kecelakaan Lalu Lintas.
Di lain pihak, sejumlah narasumber SIB mengaku tak kenal dan tidak tahu menahu apakah LKI ada dan punya kantor di Sumut-Medan. Sementara, Parlindungan Purba SH yang selama ini dikenal sebagai pengurus atau ketua MTI di Sumut, melalui WA ketika dikonfirmasi SIB dengan singkat mengaku dia tidak ketua MTI. Lalu ketika diteringati kehadirannya sebagai Ketua MTI dalam satu pertemuan rakor di kantor Dishub Provsu yang dihadiri Kadishub Sumut Ir Anthoni Siahaan MTd dan Kadishub Kota Medan Renward Parapat, Parlin kemudian memberikan nomor ponsel Hendra yang disebutnya sebagai pengurus MTI di Sumut.
Namun, Hendra pada nomor ponsel tersebut juga tidak menyahut apapun saat dikonfirmasi, mulai dari pesan kenalan, pertanyaan dengan ringkasan topik, dan juga ketika ditelepon langsung berulang. Padahal, LKI dan MTI diharapkan berperan aktif dan proaktif terhadap konsumen. Bahkan, di luar peristiwa kecelakaan, LKI dan MTI sangat urgen untuk edukasi dan sosialisasi demi kenyamanan penumpang selaku konsumen transportasi.
"Misalnya, lembaga konsumen itu perlu mendorong atau gagasi agar halte atau pangkalan angkot itu harus humanis dan nyaman. Bila perlu, halte atau pangkalan di luar area terminal umum dibuat dekat pasar swalayan, klinik umum, sekolah, asrama dan sebagainya. Selain agar jangan ada menu miras apalagi narkoba, juga agar para sopir lebih tertib dan segan, apalagi diwajibkan tes urine, dan wajib tampil rapi dengan pakaian seragam. Jangan lagi kita lihat seperti selama ini, ada sopir yang tega telanjang dada atau berkata kasar ketika mengemudi, hanya karena hal-hal kecil antar sesama sopir angkot atau dengan kendaraan lain di tengah jalan," papar Tagor.
Selain itu, lembaga konsumen itu juga harusnya berperan aktif dalam pendampingan para korban kecelakaan lalu lintas untuk mendapatkan hak-haknya, tidak hanya hak pertolongan dan perawatan dari pihak bertanggung jawab, termasuk pemerintah, atas peristiwa kecelakaan, tetapi juga dalam klaim ganti rugi, santunan kecelakaan, biaya pemakaman bagi korban meninggal dunia, juga bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya medis bagi para korban cedera-terluka.
"Pendampingan lembaga konsumen ini penting hingga pada saatnya nanti bisa ditempuh kebijakan revisi UU Kereta Api yang selama ini membuat perusahaan kereta api seperti kebal hukum dan tidak bisa dituntut apapun bila terjadi tabrakan di lokasi lintasan rel. Setidaknya bisa mendorong pihak perusahaan kereta api berempati secara sosial-kemanusiaan bila terjadi peristiwa seperti ini, terlebih kalau ada korban yang meninggal dunia," cetus Tagor. (A5/a)