Medan (SIB)
Maraknya peristiwa bencana alam tingkat lokal berupa hujan disertai angin kencang belakangan ini, tampak mulai merata merambah kawasan Kota Medan sekitarnya. Sebelum peristiwa angin kencang yang mengakibatan tiang trafo listrik (PLN) di Pasar III Simpang Marindal Medan yang menimpa seorang pengendara motor, Minggu sore (22/2) kemarin, beberapa lokasi lain di sekitar Kota Medan juga dilanda peristiwa serupa.
Ketua Komunitas Siaga Bencana (Kogana) Provinsi Sumatera Utara, Benny Yudi Purnama, menyebutkan pekan lalu pada 16 Maret petang juga terjadi hujan plus angin kencang di sekitar Sei Sikambing Medan yang sempat menimbulkan kecemasan bagi warga sekitar dan para pengendara ketika melintasi area yang ada pepohonannya.
"Hujan plus angin kencang yang melanda wilayah kita ini memang terkesan dadakan, termasuk cuaca mendungnyapun tampak muncul tiba-tiba. Memang, durasi angin kencang dan hujannya tidak berlangsung lama, tapi kan mencemaskan juga.
Itulah pentingnya pemerintah kota atau Pemda-Pemda lainnya. Perlu segera memasang perangkat peringatan dini (early warning system-EWS) termasuk EWS untuk bencana angin kencang seperti ini," katanya kepada pers di Medan, Senin (23/2).
Bersama rekannya Dedy Armaya, dia mengutarakan hal itu di Kompleks Taman Cadika Medan Johor dalam satu temu diskusi pagi (coffee morning) tentang wacana atau rencana peralihan pengelolaan Taman Cadika dari Dinas Pertamanan Kota Medan (pengelola selama ini) kepada Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Kota Medan. Masalah bencana alam tingkat lokal (daerah) tampak ikut menonjol dalam pertemuan tersebut.
Sembari menunjukkan tayangan singkat (video short) yang disebar (inter share) ke publik, Benny menyebutkan peristiwa angin kencang disertai 'hujan lokal tapi deras' lebih sering terjadi di wilayah (kecamatan) Medan Tuntungan, Kutalimbaru, dan sebagian Pancurbatu. Di ketiga kawasan ini, angin kencang plus hujan deras mendadak, misalnya acap terjadi di sekitar Desa Laubakri, Sampecita, Gunungtinggi, Sukaraya, Tanjungselamat.
"Uniknya, misal dalam satu rute atau lintasan dari Simpang Tanjunganom ke Desa Berdikari, spasi hujannya betul-betul timpang. Dari Tanjunganom cuaca tampak cerah bahkan agak terik, tapi di Sukaraya dan Laubakri justru tampak gelap dilanda hujan dan angin kencang. Lebih aneh lagi, desa di tengahnya, Gunungtinggi tampak legoh (Bahasa Daerah Karo:terang dan kering). Hal begini sudah sering kali terjadi," katanya kepada SIB.
Dia menegaskan, kendati ada deteksi terpublisir dari Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) atau petunjuk dari Google, pengetahuan dan kesiapan publik atau masyarakat terhadap potensi dan risiko bencana, masih terkesan minim akibat minimnya pula sosialisasi dan edukasi kebencanan oleh kalangan Pemda serta instansi terkait selama ini. Sehingga, pengadaan perangkat EWS pada zona-zona rawan bencana sudah mutlak direalisir.
Sementara, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumut Ir Haris Lubis MSi, menegaskan pihaknya telah menginventarisir rencana kebutuhan berbagai perangkat EWS di daerah ini, baik yang diajukan publik melalui Kogana dan semacamnya, juga melalui BPBD Kabupaten-Kota.
"Itulah pentingnya Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) sebagai instrumen terpadu untuk mengurangi risiko terjadinya bencana di tengah-tengah masyarakat. FPRB ini menghimpun dan libatkan lima unsur atau elemen masyarakat selain dari Pemda, yaitu unsur akademisi, dunia usaha, ormas--LSM serta unsur pers atau media massa," katanya kepada SIB sembari memaparkan Peraturan Gubernur (Pergub) Sumut Nomor 28 Tahun 2019 sebagai dasar pembentukan FPRB tersebut. (A5/f)
