Jakarta (harianSIB.com)
Pemerintahan hendaknya tidak hanya terbatas pada soal tata kelola pemerintahan secara digital, melainkan melingkupi Digital Governance, Digital Economy dan Digital Society.
Ketua PPUU, Badikenita br. Sitepu menyatakan hal itu dalam tapat kerja (Raker) dengan Kementerian Dalam Negeri di ruang GBHN, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Badikenita mengemukakan, saat ini Kemendagri berinisiatif mendorong terciptanya transformasi tata kelola pemerintahan yang lebih baik di seluruh Indonesia melalui pendekatan digital government.
DPD RI sangat mengapresiasi langkah-langkah tersebut dan diharapkan dapat mempercepat upaya digitalisasi pemerintahan.
Senator asal Sumatera Utara ini menegaskan, PPUU DPD RI sangat mengapresiasi capaian-capaian Kementerian Dalam Negeri dan berharap program-program tersebut dapat terus dilanjutkan dan menjadi masukan bagi RUU.
Anggota PPUU, Fahira Idris mempertanyakan langkah strategis apa yang akan dilakukan oleh Kemendagri untuk memberikan literasi bagi penduduk di daerah terpencil.
Upaya literasi dalam persoalan digitalisasi ini, khususnya untuk daerah-daerah terpencil, dukungan informasinya masih sangat rendah.
Makanya perlu dijelaskan apa upaya yang akan dilakukan pemerintah untuk memberikan literasi kepada masyarakat terutama di daerah terpencil.
Anggota PPUU DPD RI lainnya Abdul Hakim juga mempertanyakan tingkat akurasi dari program Satu Data Indonesia yang saat ini dikerjakan oleh pemerintah.
"Satu Data Indonesia yang dimiliki oleh pemerintah, berapa persen akurasi nya, apakah bisa dipastikan tidak data duplikasi, atau keterangan penduduk yang palsu atau fiktif. Pemerintah harus dapat memberikan jaminan akurasinya," kata Senator asal Lampung ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Suhajar Diantoro menjelaskan bahwa perkembangan penerapan pemerintah digital di Indonesia tercatat sebanyak 425 daerah dan 34 kementerian yang menerapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Kebijakan eksisting digitalisasi sistem pemerintahan melalui SPBE ini mengatur mulai dari tata kelola sistem, manajemen sistem, audit sistem TIK, penyelenggaraan sistem, percepatan sistem dan pemantauan evaluasi system.
Suhajar Diantoro menambahkan permasalahan dan tantangan dari implementasi pembangunan digitalisasi di Indonesia antara lain masih ada wilayah yang belum memperoleh layanan informasi dan teknologi, dan literasi informasi teknologi masyarakat yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Selain itu, sekitar 44,3% penduduk Indonesia masih hidup di pedesaan dengan tingkat spasial ekonomi yang berbeda.
Menurut Suhajar Diantoro penerapan kebijakan pemerintahan digital di Indonesia ini sifatnya urgen.
Sasarannya adalah pemenuhan kebutuhan akan keterbukaan akses informasi bagi publik, terkelolanya komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat dengan baik, tersedianya data yang up to date dan akurat sebagai dasar pengambilan kebijakan, adanya jaminan keamanan dan terwujudnya efektivitas dan efisiensi pengelolaan pemerintahan yang baik. Demikian laporan jurnalis Koran SIB, Jamida.(*)