Medan (SIB)
Publik dari kalangan pemerhati dan konsumen transportasi di sektor angkutan umum daerah ini mulai mempertanyakan realisasi dari janji pemerintah untuk mengurangi arus dan mobilitas kenderaan atau mobil-mobil pribadi atas pengoperasian armada angkutan umum secara massal yang disebut buy the service (BTS) di Kota Medan, saat ini.
Wakil Ketua Association of Indonesia Travel Agency (ASITA) Provinsi Sumatera Utara, Clement HJ Gultom selaku pemerhati jasa angkutan dari kalangan mitra Konsorsium Angkutan Wisata Nasional (KAWN), dan pengurus Forum Konsumen Transportasi Indonesia (FKTI) Debora Simanjuntak Amd selaku konsumen, secara terpisah menyebutkan operasional armada BTS di dalam kota, telah menimbulkan efek pro-kontra serius yang harusnya dari perhatian serius pula bagi pemerintah, khususnya bagi pihak atau instansi peyelenggaranya.
"Ketika armada BTS ini mulai beroperasi, publik termasuk kita praktisi wisata selaku pemerhati transportasi umum, sempat bangga ketika menyaksikan armada BTS ini memang mirip bus travel style (BTS-model bus travel) dengan ornamen yang artistik. Kita juga sempat lega karena armada BTS ini diproyeksikan untuk mengurangi arus kemacetan dari maraknya mobilitas kenderaan atau mobil-mobil pribadi di tengah kota. Tapi setelah hampir dua tahun BTS beroperasi (sejak November 2020), apakah kemacetan di kota berkurang? Apakah jumlah kenderaan pribadi berkurang? Kalau ternyata belum atau tidak, lalu apa sanksinya? Apakah tetap publik yang dipersalahkan dengan alasan tidak ada kesadaran berlalu-lintas?" ujar Clement Gultom kepada pers di Medan, Sabtu (2/4).
Hal senada dengan prihatin juga dicetuskan Debora Simanjuntak, bersama rekannya Imsah Barisi Toruan, bahwa target dan misi perubahan prilaku masyarakat Kota Medan dari kebiasaan dan penggunaan mobil-mobil pribadi, menjadi kegemaran 'naik angkot massal' (BTS), justru meleset dan tampak terbalik, karena kehadiran armada BTS menjadi semacam 'predator' yang mengancam bahkan mematikan operasional armada angkutan kota yang ada selama ini.
"Terlepas dari kondisi atau istilah konvensional, aksi protes dan reaksi massal dari kalangan operator angkutan umum seperti Organda belakangan ini, sejatinya kan sudah berupa fakta adanya 'ancaman kematian' para operator (supir dan pemilik) angkot-angkot yang merasa diserang predator BTS itu. Tragisnya, iklim 'predatorik' itu malah mencuat ketika jalur lintasan armada BTS itu ternyata mayoritas ruteyang dilayani armada angkot selama ini," katanya serius.
Mereka mengungkap hal itu di sela-sela diskusi dan urun rembuk pembentukan pra- deklarasi FKTI di aula Kenanga Garden Jalan Djamin Gintings Medan Selayang. FKTI menghimpun dan gabungkan beberapa asosiasi terkait pramuwisata, agen travel dan jasa rental mobil yang selama ini tampak vakum. Secara khusus mereka mengaku prihatin atas sikap pemerintah yang terkesan justru bertahan membiarkan armada BTS tetap beroperasi walau sudah berulang kali diprotes publik.
Di lain pihak, Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan Mont Gomery Munthe menyebutkan, hingga kini pihaknya masih tetap menolak kehadiran armada BTS, bukan karena takut akan kalah bersaing, melainkan semata-mata merasa terzalimi atas kebijakan dan tindakan yang secara sistemik mengarah pada upaya bungkam operasional, serta redam dan singkirkan operasional armada angkot yang sudah eksis di kota ini.
"Sistem tarif gratis yang semula ditetapkan dalam operasional armada angkutan BTS, justru berdampingandengan sistem angkutan berbayar. Ini kan seperti kebijakan yang 'cari pasal' dan berpotensi curang karena tindakan tanpa 'hati nurani'. Tapi dibiarkan tanpa ada sanksi apapun. Padahal, keputusan ini terang benderang mengabaikan Pancasila sebagai pedoman keadilan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya prihatin.
Hanya saja, pihak Pemko Medan melalui Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan Iswar Lubis SST MT, menyatakan terjadinya protes berulang (dari pihak Organda) pada dasarnya merupakan hal biasa atas terbitnya kebijakan baru, seperti di sektor angkutan massal atau BTS ini.
"Hal yang pasti, pihak kementerian (Kemenhub) tetap mengoperasikan bus-bus BTS ini sebagai kebijakanyang berorientasi manfaat massal bagi seluruh rakyat, baik di kalangan pengemudi maupun penumpang," katanya kepada pers belum lama ini. (A5/f)