Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 06 September 2025

Ketua DPRD Humbahas Surati Kajati Sumut

* Mohon Bantuan untuk Memeriksa Sejumlah Pelanggaran
Redaksi - Rabu, 30 November 2022 18:05 WIB
2.267 view
Ketua DPRD Humbahas Surati Kajati Sumut
Foto: Ist/harianSIB.com
Ramses Lumban Gaol dan John Harry Marbun 
Humbahas (SIB)

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) Ramses Lumban Gaol SH menyurati Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto SH MH memohon bantuan untuk memeriksa sejumlah pelanggaran dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu yang diduga tidak sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ramses Lumban Gaol ketika dihubungi SIB via selulernya, Selasa (29/11) membenarkan surat permohonan bantuan pemeriksaan tersebut.

Dia mengatakan, langkah untuk menyurati penegak hukum itu sesuai dengan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Humbahas serta adanya pengaduan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkait adanya sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Pemkab Humbahas.

Kata dia, sejumlah dugaan pelanggaran itu telah mereka tindaklanjuti melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, dan disimpulkan, ditemukan sejumlah pelanggaran yang patut untuk ditindaklanjuti ke penegak hukum.

“Iya benar, kita menyurati Kepala Kejaksaan Sumatera Utara memohon bantuan pemeriksaan terhadap beberapa pelanggaran yang dilakukan Pemkab Humbahas,” ucapnya.

Adapun sejumlah pelanggaran yang dia maksud yang dituangkan dalam surat permohonan itu terdiri dari, keterlambatan penyerapan anggaran APBD Kabupaten Humbahas yang selalu terjadi dari tahun ke tahun dan tidak pernah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut seolah-olah tidak mengindahkan instruksi Presiden RI dalam hal ini Menteri Keuangan yang menginstruksikan agar setiap kabupaten/kota se-Indonesia segera melaksanakan percepatan penyerapan anggaran APBD.

Dalam surat itu juga dijelaskan, sesuai dengan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Humbahas, ada indikasi dana transfer dari pemerintah pusat sebagai pendapatan pemerintah Kabupaten Humbahas didepositokan dulu di beberapa bank.

“DPRD Humbahas telah mencoba menelusuri aliran kas dan transaksi keuangan, namun terbentur dalam aturan kerahasiaan bank untuk perlindungan konsumen,” tulis Ramses dalam surat itu.

Lebih lanjut, dalam surat itu juga dituangkan, berdasarkan rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Humbahas terdapat kegiatan Program Hibah Jalan Daerah (PHJD) sebesar Rp22 miliar tidak tertampung dalam APBD Humbahas TA 2022. Namun kegiatan tersebut tetap dilaksanakan dengan pembayaran uang muka sebesar 30 persen kepada penyedia jasa.

Lebih lanjut dalam surat itu diuraikan, setelah pekerjaan selesai 100 persen, penyedia jasa meminta sisa pembayarannya kepada Pemkab Humbahas, namun belum terealisasi mengingat dana untuk kegiatan PHJD tidak tertampung dalam APBD Humbahas, sehingga menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat (penyedia jasa). Selain itu, pembayaran uang muka sebesar 30 persen yang diterima oleh penyedia jasa juga tidak diketahui sumber dananya.[br]




“Maka pelaksanaan kegiatan PHJD tersebut menurut DPRD Humbang Hasundutan berpotensi merugikan keuangan daerah Kabupaten Humbang Hasundutan,” tulisnya lagi.

Di dalam surat nomor 173/2026/DPRD/XI/2022, tertanggal 21 November 2022 itu juga dijelaskan bahwa DPRD Humbahas bersama Bupati Humbahas telah menetapkan Ranperda Nomor 6 tahun 2016 tentang Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Humbahas menjadi Perda Kabupaten Humbahas, yang selanjutnya mendapat evaluasi dari Gubernur Sumut.

“Melihat evaluasi tersebut, DPRD menduga terdapat manipulasi data yang disampaikan kepada gubernur, mengingat Perda tersebut berbeda dengan hasil keputusan bersama DPRD dan Bupati Humbang Hasundutan yang disepakati dalam Rapat Paripurna tanggal 1 November 2021,” ungkap Ramses dalam surat itu.

Lebih lanjut politisi PDI Perjuangan itu juga menuangkan dalam surat itu, bahwa dalam hal tata kelola kepegawaian di lingkungan Pemkab Humbahas yang saat ini dijabat Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Jhon Harry Marbun, DPRD Humbahas menerima informasi dari kalangan pegawai, bahwa dalam pengisian jabatan, ada indikasi pemberian uang, sehingga banyak jabatan yang kosong yang mengakibatkan jabatan diisi oleh pelaksana tugas untuk jangka waktu cukup lama.

Hal itu kata dia, bertentangan dengan surat edaran nomor 2/SE/VII/2019 tentang kewenangan pelaksana harian dan pelaksana tugas dalam aspek kepegawaian pada isi surat edaran poin b.11 yang menyebutkan, “Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk sebagai pelaksana tugas melaksanakan tugasnya paling lama 3 bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 bulan. Selain itu juga terdapat dua OPD diduduki oleh satu orang pejabat, sehingga pelayanan publik tidak maksimal.

“Berdasarkan uraian di atas, bersama ini kami minta kepada bapak, agar melakukan pemeriksaan kepada saudara Drs John Harry MMA, mengingat yang bersangkutan diduga melaksanakan poin-poin tersebut di atas, dan paling berkuasa di Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan,” tulis Ramses dalam surat itu, yang juga ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua DPR RI, Kepala Kejaksaan Agung RI, Ketua KPK RI, Kapolri, Ketua Komisi II DPR RI, dan Kapolda Sumut.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) sekaligus Plt Kepala BKPSDM Humbahas John Harry Marbun, saat dikonfirmasi SIB di ruang kerjanya, Selasa (29/11) sore mengaku belum mengetahui surat Ketua DPRD Humbahas tersebut. Namun meski demikian, dia dengan tegas membantah seluruh tuduhan pelanggaran seperti yang disampaikan oleh Ketua DPRD itu.[br]




Terkhusus mengenai tudingan dugaan pendepositoan sebagian APBD di beberapa bank, John Harry menjelaskan bahwa pada dasarnya Pemkab Humbahas tetap taat aturan dalam hal pengelolaan keuangan daerah, dan setiap transaksi keuangan baik uang masuk dan keluar dari kas daerah selalu diawasi dan diperiksa oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), termasuk mengenai penyimpanan atau penempatan uang daerah dalam bentuk deposito di sejumlah bank negeri.

“Untuk deposito, saya kira tidak ada masalah. Dan sesuai dengan aturan, kita diperbolehkan untuk mendepositokan uang di bank negeri sesuai dengan kemampuan keuangan daerah kita, dan uang itu kapan saja bisa kita tarik. Dan hasil dari deposito itu selalu kita laporkan sebagai Pendapatan Asli Daerah sebagai pendapatan bunga deposito dalam APBD,” kata John Harry.

Sementara mengenai PHJD, dia menjelaskan bahwa program tersebut adalah program pemerintah pusat, sehingga tidak ada masalah jika pemerintah daerah melakukan pembayaran terhadap proyek itu terlebih dahulu, karena pemerintah pusat akan tetap membayarkannya pada tahun berikutnya.

“PHJD kan ada aturannya. Itu kan proyek pemerintah pusat. Kan itu resmi, beberapa daerah mendapatkan program itu, kita dan Kabupaten Simalungun yang mendapatkan waktu itu. Dan PHJD itu ada setelah proses penetapan APBD selesai. Lalu saat itu ada surat dari pemerintah pusat terkait program itu supaya menampung anggarannya di perubahan penjabaran APBD. Memang saat itu di APBD murni kita tidak bisa lagi menampung anggaran itu. Tapi ada aturannya yang mengatakan bisa (anggarannya) bisa dimasukkan di P-APBD. Dan aturannya, pembayarannya harus didahulukan oleh Pemda. Dan itulah yang kita lakukan,” ucapnya.

Terakhir mengenai indikasi pemberian uang untuk setiap penempatan pejabat di daerah itu, John Harry menanggapinya dengan santai dan berujar kalau tudingan itu sah-sah saja. “Kalau itu hak dia (Ramses Lumban Gaol), mengatakannya masalah transaksi itu,” pungkasnya. (BR7/c)





Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru