Puluhan emak-emak yang tergabung dalam gerakan mahasiswa dan rakyat untuk perubahan (Gemuruh) berunjuk rasa ke Kantor Wali Kota Pematangsiantar, di Jalan Merdeka, Kamis (25/1/2024).
Dalam aksinya, massa pengunjuk rasa membentangkan spanduk dan sejumlah poster saat berorasi di depan Kantor Wali Kota.
Dalam orasinya, koordinator aksi Khairil Sirait, mengatakan, sesuai informasi yang mereka dapatkan berkaitan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Non Tunai (BPNT) selama ini adalah program lanjutan yang dijalankan negara sejak 2021 melalui Kementerian Sosial RI.
Namun, seiring berjalannya program ini, menurut pengunjuk rasa, ada dugaan penyalahgunaan penyaluran PKH dan BPNT yang dilakukan oknum-oknum tertentu kepada masyarakat miskin di Pematangsiantar.
Salah satunya, kata mereka, keberadaan relawan kelurahan yang mengintimidasi dan mengarahkan KPM untuk berbelanja di E-warung tertentu. Di mana warung tersebut mitra dari relawan.
Padahal, lanjut pengunjuk rasa, jika mengacu pada surat Kementerian Sosial pada 2021, tidak diperbolehkan lagi adanya E-warung, namun sampai saat ini masih saja beroperasi di Pematangsiantar.
Ironisnya lagi, kata mereka, KPM sering dijadikan ajang exploitasi politik tertentu seakan bantuan sosial yang diterima masyarakat itu adalah bantuan partai politik, sehingga menciderai program pemerintah dan sistem demokrasi di Indonesia.
Atas dasar itu, pengunjuk rasa menyampaikan sejumlah tuntutan. Di antaranya, meminta relawan kelurahan ilegal menjadi momok karena menakut-nakuti warga. Untuk itu mereka meminta Wali Kota Pematangsiantar menghapus relawan kelurahan yang menyusahkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Selain itu, mereka juga meminta wali kota mengganti tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK), karena melenceng dari tugas pokok dan fungsinya. Wali kota juga diminta mengevaluasi Dinas Sosial, camat dan lurah dalam melaksanakan program kesejahteraan keluarga.
Wali kota, kata pengunjuk rasa, harus melakukan pendataan atas pengusulan data masyarakat calon KPM tanpa pilih kasih. RT/RW sebaiknya dalam pendataan KPM tidak lagi bersumber dari relawan, karena pada prinsipnya RT/RW adalah instrumen negara yang ada di ruang masyarakat.
Usai menggelar aksi, massa meninggalkan lokasi karena Wali Kota Pematangsiantar Susanti Dewayani tidak berada di tempat. Massa tidak menerima perwakilan Pemko Pematangsiantar menanggapi tuntutan mereka.
Sementara itu, Asisten I Pemko Pematangsiantar Junaedi Sitanggang, yang dimintai tanggapan sejumlah wartawan usai aksi, Kamis (25/1/2024), mengatakan aspirasi yang disampaikan pengunjuk rasa akan menjadi masukan dan akan melakukan evaluasi.
"Kami akan lakukan evaluasi guna mencari tahu kebenaran informasi yang disampaikan. Terkait E-warung sebagaimana tuntutan mereka, pastinya akan mengeceknya karena belum ada laporan secara resmi," katanya. (*)