Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 04 September 2025

Petani Sebut Biaya Produksi Padi Lebih Besar Dibanding Jagung

* Pendapatan Petani Per Bulan Dibawah Rp 2 Juta
Redaksi - Rabu, 06 Maret 2024 18:48 WIB
358 view
Petani Sebut Biaya Produksi Padi Lebih Besar Dibanding Jagung
Foto: Net
Ilustrasi
Simalungun (SIB)
Sejumlah petani di Nagori Tigabolon Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun menyebut biaya produksi tanam padi lebih besar dibandingkan tanam jagung. Pernyataan itu diungkapkan Hendro Damanik, Parsaoran Sinaga, Jhonson Damanik dan Sani Pardede saat bincang-bincang dengan SIB, Selasa (5/3) di salah satu warung kopi.

Jhonson menilai permasalahan yang saat ini tengah dihadapi bangsa Indonesia atas kenaikan harga beras dan diperkirakan Republik Indonesia bisa masuk krisis pangan jilid 2 harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Tentu persoalan ini muncul karena dari tahun ke tahun petani yang merupakan ujung tombak dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional luput dari perhatian pemerintah. Sehingga petani dihadapkan dengan pilihan bagaimana agar bisa bertahan dan memenuhi kebutuhan hidup dari hasil bertani.

Dalam kesempatan itu, para petani menyampaikan keluhan yang kerap kali dialami dalam bertani. Mulai dari kebutuhan pupuk subsidi yang mahal dan sulit didapatkan, ketersediaan bibit unggul, serta sarana dan prasarana pendukung pertanian sama sekali tidak dioptimalkan. Sehingga mengantisipasi hal itu, petani memilih untuk melakukan alih fungsi lahan dengan catatan antara padi sawah atau bertanam jagung yang mana lebih menguntungkan, katanya.

Dari perhitungan per satu hektare, Jhonson dan Hendro menerangkan bahwa biaya produksi sawah padi lebih besar dibandingkan tanaman jagung. "Kita hitung harga gabah dan jagung per 5 Maret 2024", katanya.

Biaya produksi sawah satu hektare (24 rante) mulai dari persiapan olah lahan menggunakan Hand Traktor per rante biayanya Rp 80.000x 24 rante = Rp 1.920.000, bibit padi untuk satu hektare 12 kaleng padi, per kaleng biayanya Rp 60.000= Rp 720.000. Kemudian biaya tanam untuk 15 orang x Rp 80.000= Rp 1.200.000.

Selain itu, pupuk Urea 6 sak Rp 960.000, pupuk Phonska 6 sak Rp 1.020.000, pupuk ZA 1 sak Rp 300.000. Pestisida obat keong 200 gram Rp 120.000, obat hama wereng 200 gram Rp 160.000 dan obat walang sangit Rp 160.000.

Sementara untuk biaya panen satu hektare menghabiskan biaya Rp 2.880.000 dengan rincian upah pemanen padi per rante Rp 60.000x 48 kaleng padi. Sehingga untuk biaya produksi padi sawah satu hektare mencapai Rp 13.892.000.

Nah, kalau untuk hasil panen padi sawah satu hektare yakni per rante menghasilkan 18 kaleng padi. Berarti 18 kaleng x 24 rante = 432 kaleng padi. Sehingga hasil panen dalam satu hektare 432x Rp 60.000 = Rp 25.920.000. Jadi hasil yang didapat petani padi sawah setiap kali panen yakni hasil panen Rp 25.920.000- biaya produksi Rp 13.892.000 = Rp 11.300.000 per musim panen. "Kalau biasanya dalam dua tahun padi sawah hanya bisa panen 3 musim. Sehingga kalau per musim hasil panen Rp 11.300.000x 3 musim= Rp 33.900.000 : 24 bulan= Rp 1.412.500. Jadi pendapatan petani padi setiap bulan sekitar Rp 1.412.500, dengan catatan tidak gagal panen, katanya.

Kemudian, biaya produksi bertanam jagung untuk satu hektare mulai dari biaya pembersihan (membabat) dan persiapan lahan per rante Rp 50.000 x 24 rante = Rp 1.200.000. Biaya semprot 2 liter Roundap Rp 160.000, bibit jagung 20 kilogram x Rp 135.000= Rp 2.700.000, biaya tanam jagung 20 orang x Rp 80.000= Rp 1.600.000 dan biaya semprot Alamor 2 liter Rp 640.000.

Selain itu, biaya pupuk Urea 10 sak Rp 1.600.000, pupuk Phonska 10 sak Rp 1.700.000, obat perangsang 24 bungkus Rp 240.000. Kemudian, biaya panen 10 orang laki-laki Rp 1.200.000, perempuan 10 orang Rp 800.000. Untuk biaya menggiling jagung per kaleng Rp 2.000. Jadi kalau untuk hasil panen jagung dalam satu hektar biasanya 400 kaleng. Sehingga 400x Rp 2.000= Rp 800.000 ditambah biaya menjemur jagung untuk 5 orang Rp 120.000= Rp 600.000. Sehingga total biaya produksi mencapai Rp 13.480.000.

Sementara untuk hasil panen jagung satu hektare setelah mengalami penyusutan menjadi 360 kaleng x 15 kilogram = 5.400 kilogram. "Kalau hari ini harga jagung sudah turun menjadi 4.200. Sehingga hasil panen satu hektare 5.400 kilogram x Rp 4.200 = Rp 22.680.000. Jadi hasil panen Rp 22.680.000 - biaya produksi Rp 13.480.000 = Rp 9.200.000 sekali panen. "Kalau normalnya jagung bisa panen sampai 5 kali dalam dua tahun. Sehingga Rp 9.200.000 x 5 musim = Rp 46.000.000 : 24 bulan = Rp 1.916.000. Jadi pendapatan petani jagung setiap bulan sekitar Rp 1.916.000.

Maka, selisih biaya produksi padi sawah yakni Rp 13.892.000 dengan biaya produksi jagung Rp 13.480.000 sebesar Rp 412.000. Lebih besar biaya produksi padi sawah. Sementara kalau dari hasil panen padi sawah dalam dua tahun Rp 33.900.000. untuk hasil panen jagung dalam dua tahun Rp 46.000.000. Jadi selisihnya mencapai Rp 12.100.000. Sehingga masyarakat banyak yang beralih menanam jagung daripada padi sawah, kata petani.

Dengan begitu, dari hasil rata-rata per bulan pendapatan petani padi maupun jagung cukup rendah karena masih dibawah Rp 2 juta. Sehingga memang perlu keseriusan dan perhatian pemerintah dalam membantu para petani kalau tidak ingin Republik Indonesia memasuki krisis pangan.

Sebaiknya dalam mendukung sektor pertanian, pemerintah harus tegas dan serius memperhatikan petani. Salah satu contoh, pemerintah harus memperhatikan regulasi pendistribusian pupuk agar bisa sampai kepada petani dengan catatan peningkatan kebutuhan pupuk, dan pupuk dibeli dengan harga eceran tertinggi sebagaimana yang telah ditetapkan. Kemudian menyiapkan bibit unggul dan memeperhatikan sarana prasarana seperti saluran irigasi, serta menjaga stabilitas harga-harga hasil pertanian. Sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani.

"Kalau hal itu bisa dilakukan pemerintah dan menjadi skala prioritas, kami yakin petani akan lebih produktif dalam memenuhi stok ketahanan pangan nasional. Jadi Republik Indonesia tidak akan pernah krisis pangan", ungkap petani.(**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru