Sibolga (SIB)- Jemari tangan Eva Riana Daulay, pelajar kelas XI, salah satu dari puluhan siswa di Jurusan Teknik Pembuatan Kain (TPK) di SMK Negeri 2 Jalan Maraden Panggabean Sibolga, Selasa (14/4) terlihat sudah mahir memainkan peralatan mesin semi kayu ( bukan logam ), sebagai media pembuatan kain di ruangan tempat mereka melakukan praktik. Tangan Eva juga sudah mahir membagi posisi kedua tangannya, yang satu memegang mesin, satu lagi memegang benang.
Memang, sejak duduk di bangku kelas XI ( kelas satu ), para siswa sekolah itu telah diperkenalkan materi dasar pembuatan kain tenun dengan menggunakan peralatan mesin. Selain itu, juga diajarkan merajut benang ke benang lainnya, hingga mempadupadankan motif dengan tenunan dasar. Ilmu dasar tersebut paling tidak harus dikuasai seluruh siswa, baru bisa karya kain tenunan.
Motif kain tenun ( bakal baju ) hasil rancangan sekolah itu, di unit produksi Tehnik Pembuatan Kain (TPK) terbilang unik dan menarik dengan ciri khas daerah berupa ikan. Dasar kain tenun yang dipakai juga sangat indah dan menarik dengan nuansa kelautan serta tidak kalah kualitasnya. Benar – benar menonjolkan ciri khas daerah.
Beranjak dari kemauan, sekolah inipun memiliki sebuah impian, kelak akan mampu merancang dan memroduksi kain tenun bakal baju motif daerah, yang diharapkan dapat dipergunakan menjadi pakaian resmi pemerintahan, sekolah dan masyarakat. Order kecil-kecilan pun sudah mulai mengalir, terutama dari lingkup Pemko Sibolga.
Inovasi pun terus dilakukan, dimana awal dasarnya mengambil motif Sipirok, namun seiring keahlian dan pengetahuan serta kemauan keras guru pembimbing bernama Tetti Tumanggor, akhirnya dapat menghasilkan karya khas Sibolga. Motif Sipirok dikembangkan menjadi motif Sibolga dengan nuansa kelautan. Motif bahkan dikembangkan lagi sesuai permintaan pasar atau konsumen.
“Inilah cikal bakal dasar pembuatan kain tenun bakal baju ciri khas Sibolga. Kelak diharapkan dapat menjadi kain khas daerah Kota Sibolga, karena kain tenunan bakal baju motif khas daerah Sibolga juga dapat diaplikasikan ke bentuk pakaian lain,†kata Abdul Hamid,Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Sibolga, saat menemani SIB ke ruangan praktek siswa .
Tetapi masih perlu bantuan dan dukungan dari semua pihak terutama Pemko Sibolga dalam pengembangannya, terutama dalam perluasan ruangan sekolah (praktik) dan perubahan mesin ke mesin logam †katanya.
Dijelaskan, hasil karya unit produksi TPK SMK Negeri 2 secara tak langsung telah masuk pasaran daerah. Sebagai bukti, pada beberapa waktu lalu, unit produksi itu mendapatkan pesanan pembuatan kain tenun bakal baju sebanyak 41 unit dari Pemko Sibolga, untuk keperluan pemakaian pada perayaan hari Jadi ke-315 Kota Sibolga. Orderan juga datang dari sejumlah instansi . Hasilnya, sudah bisa dipakai dan dinilai sudah lumayan bagus oleh pengorder.
Abdul Hamid selaku Kepala SMK Negeri 2 yang sebentar lagi akan mengikuti Adiwiyata Mandiri tahun 2015 tingkat nasional, mengaku merasa bangga karya unit produksi TPK sekolah yang dipimpinnya sudah mulai merangkak maju, padahal usia jurusan ini baru berdiri tahun pembelajaran 2011 - 2012 . “ Tapi atas dasar kemauan dan kerja keras guru pembimbing dibantu dua orang eks siswa lulusan jurusan TPK dan dua orang yang sengaja dipekerjakan pihak komite sekolah ditambah dukungan siswa jurusan TPK, telah mampu mampu menghasilkan karya,â€tuturnya.
Keterbatasannya tutur Abdul Hamid adalah tenaga ahli design-nya. Tenaga ahli hanya satu merangkap guru pembimbing. Sementara peralatan baru ada satu alat tenun mesin tetapi biaya pengoperasiannya cukup tinggi dan produksinya juga harus dilakukan secara massal. Peralatan lain, baru memiliki 8 unit alat tenun bukan mesin untuk pembuatan bakal baju bukan ulos dan 2 unit alat tenun bukan mesin untuk pembuatan ulos.
Bahan baku juga sulit didapatkan di kota Sibolga, karena stok yang terbatas, sehingga pemesanan sering dilakukan ke Medan. Sementara pengambilan dari Sipirok juga cukup jauh dan benang lusi harus dihani atau digulung di Sipirok, karena mesin hani yang di SMK Negeri 2 Sibolga belum dapat dipergunakan, akibat belum memiliki tenaga tehnis untuk mengoperasikan.
Kendala lain, ruang unit produksi yang belum representatif bila dibandingkan dengan jumlah rombongan belajar siswa, minimal ukuran ruang 10 x 20 meter persegi. Sementara ukuran ruangan yang ada sekarang hanya 10 x 12. “Maka untuk lebih memaksimalkan produksi dan kualitas, kita sebenarnya perlu menambah perluasan ruangan dan menambah tenaga ahli ,†paparnya.
Adul Hamid mengatakan, spirit yang dibangun kepada siswa adalah , kelak mereka punya pengetahuan tentang pembuatan kain dan punya rasa percaya diri untuk dapat berkarya setelah tamat.
(E06/c)