Pematangsiantar (SIB)- Pemerintah diminta membentuk peraturan perundang-undangan untuk melindungi hak-hak buruh rumahan seperti pekerja pemilin ulos, pengupas bawang,pemecah kemiri,bordir dan lainnya. Hak-hak dasar buruh rumahan, seperti honor dan kesejahteraan masih tampak terabaikan.
Permintaan ini terungkap saat, DPP FSB Kamiparho KSBI bekerjasama dengan Australia AID, ILO menyelenggarakan seminar bersama dengan para undangan yang terdiri dari puluhan buruh rumahan dan serikat pekerja dengan tema. "Pandangan Serikat Buruh dalam mendorong kebijakan pemerintah untuk melindungi buruh rumahan" di Hotel Grand Palm, Jalan MH Sitorus Pematangsiantar, Senin (27/4) .
Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Kamiparho (Makanan, Minuman, Pariwisata, Restoran, Hotel dan Tembakau) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Supardi mengatakan saat ini masalah yang dihadapi buruh rumahan adalah upah yang diterima jauh di bawah upah minimum kabupaten/kota.
"Belum terakuinya sebagai buruh yang layak diorganisir. Bahkan, di mata pemerintah pun buruh rumahan bukanlah merupakan buruh. Malah, tidak dihitung sebagai faktor produksi yang perlu dicatat dalam statistik ekonomi pemerintah," ujar Supardi yang didampingi Sekretaris Wilayah KSBSI Sumut, Tobasan Siregar dan Ramlan Hutabarat selaku KSBSI Federasi Kamiparho beserta pengurus KSBSI Siantar-Simalungun yakni Ramson Bakkara, Suryati Simanjuntak dan pemerhati buruh dan anak, Milton Napitupulu
Diterangkannya, sistem buruh rumahan yang terjadi saat ini adalah kontrak kerja yang tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan, tidak mempunyai hubungan kerja, tidak ada perlindungan hukum, tidak mendapatkan pengamanan sosial.
(Dik/MS/c)