Medan (SIB)- Komisi A DPRDSU menskorsing Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kelompok Tani (Koptan) Arih Ersada Aron Bolon Durin Tonggal Deliserdang soal tanah mereka yang dijadikan perumahan oleh pihak pengembang. Alasannya, DPRDSU meminta Badan Pertanahan (BPN) Deliserdang terlebih dahulu secara lengkap mempersiapkan data-data dan fotocopy sertifikat di atas lahan 102 hektare di Durin Tonggal Kecamatan Pancur Batu, sehingga sesegera mungkin dapat dilakukan peninjauan lapangan.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi A DPRDSU Fernando Simanjuntak pada saat membacakan kesimpulan RDP bersama jajaran Pemkab Deliserdang, antara lain BPN Deliserdang, BPN Provsu, PTPN II dan Poldasu, anggota Komisi A lainnya, Sarma Hutajulu, Syamsul Qadri Marpaung, M Hanafiah Harahap, Januari Siregar, Delmeria beserta masyarakat, Selasa (31/1) di Ruang Rapat Komisi A DPRDSU.
Sebelumnya, Rembah Keliat dari Koptan memaparkan, pihaknya menggarap kebun tembakau deli pada 1956 dengan menanami palawija sampai tahun 1967. Belakangan PTPN II memohon agar tanah yang sudah diusahai masyarakat, diminta untuk dijadikan lahan perkebunan. Permohonan tersebut tidak diindahkan masyarakat hingga pada 1974 diambil paksa oleh pemerintah.
Masyarakat katanya disuruh ke Pancur Batu, tanaman mereka dirusak, tanpa diberikan ganti rugi. Kemudian dikeluarkan SK tahun 1956, tanah itu dijadikan lahan kelapa sawit dan karet. Kemudian, masyarakat kembali memperjuangkan tanah dimaksud, karena pada 1998 keluar instruksi lewat Presiden Gusdur, menyatakan tanah rakyat dikembalikan pada rakyat. Tahun 1999 pihaknya pun kembali memperjuangkan tanah dan dibuat pertemuan di DPRD Deliserdang dan diketahui PTPN II di Durin Tonggal tak miliki HGU.
Lalu, karena konflik yang berkepanjangan, tahun 2006 bupati melarang surat apa pun terbit di Lahan eks PTPN II tersebut. Pada tahun 2008 mereka mengaku diintimidasi, tanaman dibabat. Padahal, menurutnya, tanah tersebut merupakan tanah kosong yang tidak dimiliki siapa pun. Ia juga mengaku tidak bisa menunjukkan bukti alas hak atau sertifikat tanah karena pada 2006 ada instruksi untuk tidak menerbitkan surat apapun. Sementara pembangunan perumahan terus berlangsung di areal tersebut.
Kata Rembah Keliat, sebelumnya mereka mengklaim tanah seluas 102 Ha, namun 70 Ha diantaranya diklaim pengembang perumahan, sisa lahan 30 Ha yang masih kosong lalu dimanfaatkan warga untuk menanam tanaman. Namun lahan itu juga kemudian diklaim pihak lain dalam hal ini Keluarga Besar USU hingga masyarakat tidak memiliki lahan apapun.
Kabag Hukum PTPN II, Kennedy Sibarani menyikapi hal itu mengatakan, lahan yang menurutnya bermasalah tersebut tidak pernah menjadi bagian dari HGU PTPN II. Namun menurut warga di lahan tersebut ada pilar dan tanaman kelapa sawit milik PTPN II.
"Selama ini kami menuntut pengembang perumahan atas lahan 102 Ha sekarang tanah seluas 30 Ha yang diusahai masyarakat juga sudah diklaim KB USU. Kami dilaporkan ke Polda, tolonglah kejelasan, jangan kami dibenturkan dengan hukum," tambah Rembah.
Menyahuti Rembah, Kanit Satu Bagian Pertanahan Direskrim Polda Sumut, Kompol Sunani mengatakan setiap ada laporan dari masyarakat, pihaknya melihat bukti formil. Laporan dugaan pengrusakan terhadap tanaman dari masyarakat menunggu bukti alas hak dari masyarakat atas lahan yang disengketakan. Namun masyarakat tidak bisa menunjukkan.
Ketika pihak BPN ditanyai oleh dewan soal sertifikat, BPN Deliserdang tidak bisa menyebutkan nama-nama sertifikat yang keluar dan pada tahun berapa dikeluarkan BPN Deliserdang. Akhirnya RDP pun diskors. "BPN harus membawa data yang jelas, sertifikat siapa saja yang telah BPN keluarkan. Karena BPN tidak membawa data yang jelasnya, maka rapat kita tunda dan berharap rapat selanjutnya agar BPN membawa data yang jelas. Kemana saja sertifikat itu dikeluarkan, apakah benar kepada pengembang atau bagaimana," ujar Fernando Simanjuntak.
Selain itu, Sarma Hutajulu juga meminta pihak kepolisian menghentikan sementara proses hukum terhadap kelompok tani yang dianggap melakukan pengusahaan lahan tanpa izin dan pengerusakan lahan. "Mohon lah dipakai perasaan pihak kepolisian dalam menempatkan kasus, ini kan tanah masih silang sengketa. Kita berharap agar pihak kepolisian tidak memproses dulu setiap laporan dari pihak manapun yang merasa dirugikan dan memiliki sertifikat di lahan 102 Ha ini, berilah keadilan kepada masyarakat," kata Sarma menutup. (A22/q)