Medan (SIB) -Para pegawai negeri sipil (PNS) atau kalangan aparatur sipil negara (ASN) di kantor-kantor instansi vertikal pemerintahan, guru-guru, para pejabat UPT-UPT dan keluarga anggota legislatif di daerah ini mengeluhkan peraturan atau ketentuan wajib buka rekening di bank tertentu. Seperti di Sumut, gaji dan tunjangan atau semacamnya yang bersumber dari kas pemerintah (APBD) wajib melalui Bank Sumut.
Sejumlah PNS dari instansi berbeda dalam satu acara sosial pada Minggu (11/3) kemarin menyebutkan, kebijakan mewajibkan menerima atau mengambil gaji atau honor langsung ke bank setelah membuka rekening pribadi, harusnya ditinjau berdasarkan klasifikasi tertentu terutama bagi para PNS selaku nasabah yang tinggal di daerah atau desa-desa terpencil yang belum terjangkau jaringan bank yang ditunjuk itu.
"Kebijakan mewajibkan para PNS atau ASN termasuk mengambil gajinya langsung ke bank setelah membuka rekening pribadi, memang ada plus minusnya. Plus atau positifnya memang uang akan aman, baik dari risiko perampokan di tengah jalan atau tradisi potongan di kalangan oknum bendahara. Tapi minusnya adalah peraturan itu dipaksakan. Gaji yang merupakan hak azasi kok diharuskan pakai rekening baru di bank tertentu. Logikanya, kan hampir semua pegawai sudah punya nomor rekening di bank pilihannya masing-masing, kenapa diharuskan buka rekening lagi di bank tertentu? Pengalaman ketika kasus BDL atau BBKU, kondisi dengan dalih kebijakan buka rekening sebagai trik 'titip uang' ini justru mengundang kecurigaan kalau satu bank itu sedang mengalami kesulitan likuiditas sehingga butuh upaya lain untuk mengolah dana pihak ketiga (DPK)," ujar beberapa PNS yang juga memahami sedikit tentang keuangan itu kepada SIB di acara tersebut.
Keluhan yang terjadi atas kebijakan harus buka rekening itu adalah repot atau ribet karena makan waktu menuju bank untuk ambil uang gaji, gusar karena antrian panjang di bank terlebih bila mengambil di bank lainnya. BElum lagi risiko tersangkut kartu di ATM luar kantor bank (misal di kompleks SPBU atau plaza-plaza).
Repot dan risiko uang keluar tambahan menuju bank terdekat bagi PNS yang tugas atau tinggal di desa-desa terpencil karena belum semua desa memiliki fasilitas ATM atau bank rakyat maupun BPR.
"Jadi agak repot memang, kita (PNS) harus pergi ke bank atau cari ATM kalau mau mengambil atau mencairkan gaji, belum lagi kalau pas antrian yang panjang di bank sehingga bisa saja jadi mengganggu kegiatan di jam kerja. Tapi bagaimanalah, itu sudah peraturan," ujar seorang PNS, Ir Zubaidi, Plt kepala Dinas ESDM Provinsi Sumut, kepada SIB di kantornya di sela-sela penandatangan berkas di hadapan pejabat dari Bank Sumut, di ruang kerjanya, Jumat pekan lalu.
Hal senada dicetuskan Ir Simon Ginting di kantor PU Ditjen Bina Marga Sumut, bahwa proses penerimaan gaji saat ini tidak lagi berurusan dengan bendahara karena atau peraturan harus membuka rekening untuk mengambil gaji atau honor itu ke bank yang dihunjuk.
Sedangkan aspek positifnya, bagi seorang PNS di salah satu biro Pemprovsu Drs Pardomuan Malau, dana atau gaji PNS akan lebih aman dan terkontrol dengan ketentuan atau peraturan yang antara lain didasarkan kebijakan Men-PAN secara nasional ini. Selain itu, rekannya sesama PNS menyebutkan para pegawai selaku konsumen perbankan akan terhindar dari aksi dan tradisi potongan di 'meja' bendahara
Kondisi plus-minus atau sikap pro-kontra kebijakan ambil gaji di bank itu, juga ditanggapi pro-kontra oleh kalangan praktisi bisnis dan pengamat moneter di daerah. Pakar ekonomi Polin Pospos menyebutkan hal ini tak perlu ditanggapi macam-macam karena menyangkut uang atau gaji sebagai hak azasi publik. Praktisi keuangan Doddy Thaher SE MBA dari biro penukaran uang di Medan menyebutkan sisi positif kebijakan ini akan membuat uang pegawai akan aman dan utuh dan terhindar dari perampokan atau belanja tak terkontrol, namun sisi negatifnya akan menyulitkan para pegawai di desa-desa terpencil.
"Misi pemerintah dengan kebijakan ini agar semua masyarakat atau PNS itu 'bankable' atau melek bank, plus agar dana itu aman dari potongan oknum bendahara yang terjadi selama ini. Kalaupun potongan itu cuma Rp10.000-an atau Rp5.000-an, sudah berapa terhimpun dari belasan atau puluhan ribu PNS? Ambil gaji di ruang bendaharapun terkadang panjang antriannya, belum lagi kalau bendahara tak hadir dengan alasan urusan atau sedang pesta. Lalu, sering terjadi pengamanan khusus yang butuh biaya pada saat membawa uang ke kantor bendahara itu," ujar Ir Raya Timbul Manurung MSc, pemerhati keuangan dari kalangan praktisi jasa investasi nasional, di Medan, Senin (12/3) kemarin.
(A04/h)