Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 30 Juni 2025

Pilkada Calon Tunggal, GMKI: Kegagalan Partai Politik Dalam Membangun Demokrasi

Redaksi - Kamis, 24 September 2020 21:21 WIB
500 view
Pilkada Calon Tunggal, GMKI: Kegagalan Partai Politik Dalam Membangun Demokrasi
Internet
Gito M Pardede
Medan (SIB)
Pendaftaran calon kontestan Pilkada serentak tahun 2020 di 23 kabupaten/kota, Provinsi Sumatera Utara, Jumat (4/9), diwarnai dinamika politik calon tunggal.

Kondisi itu memunculkan kekhawatiran, dimana demokratisasi yang diharapkan dalam Pilkada serentak kali ini bakal semakin terkikis oleh pragmatisme politik.

Koordinator GMKI Wilayah Sumut-NAD Gito M Pardede menilai fenomena ini adalah kegagalan partai dalam membangun khasanah demokrasi hanya didasari hasrat untuk berkuasa serta bobroknya pengkaderan yang ada di internal partai politik.

"Ini sungguh kegagalan demokrasi, partai politik sekarang enggan mengeluarkan tenaga dan ongkos untuk memperjuangkan calon kepala daerah yang tak punya kans besar untuk menang dan lebih memilih calon yang baru dan punya modal besar," kata Gito Pardede kepada wartawan, Selasa (22/9).

Sejauh ini masih tiga daerah yang memiliki calon tunggal yaitu Pematang Siantar, Gunung Sitoli dan Humbang Hasundutan. Gito juga berpendapat jumlah itu diperkirakan naik menunggu pengumuman calon tunggal pada Pilkada 2020 pada tanggal 23 September 2020.

"Kita sangat kecewa dengan kondisi demokrasi di Sumatera Utara saat ini. Setidaknya ada 3 kabupaten kota di sumut yang akan melawan kotak kosong alias calon tunggal dan ini memperilhatkan kemampuan partai politik dalam menciptakan pemimpin yang memiliki kemampuan baik," ujarnya.

Saat ditanyai tentang sikap parpol dalam mengusung calon tunggal, ia berpendapat konsekuensi sistem pemilihan yang disepakati pemerintah dan DPR di tingkat pusat merupakan dalih parpol.

"Jadi di Sumut memiliki calon petahana yang tidak didukung oleh partai pengusung awal, namun lebih memilih mencalonkan yang populer dan punya modal, walau ada kader yang sudah berjuang lama di internal partai," ungkapnya.

Semua indikator utama pencalonan adalah popularitas, yang dicalonkan memiliki elektabilitas tinggi dan modal besar. Partai pragmatis dan rasional, hanya ingin menang pemilu.

"Sistem Pilkada dengan calon tunggal dirasa juga memiliki syarat berat untuk calon perseorangan atau independen karena sebelum mendaftarkan diri, calon independen harus mengumpulkan 6,5-10% pemegang hak suara, sebenarnya independen adalah nafas demokrasi yang sebenarnya," sebutnya. (M17/f)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru