Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 02 Juli 2025
Bengkel Timbulkan Kebisingan dan Diprotes Warga

Sudari ST : Bila Tidak Sesuai, Cabut Izinnya dan Hentikan Operasionalnya

Redaksi - Jumat, 09 Oktober 2020 14:51 WIB
397 view
Sudari ST : Bila Tidak Sesuai, Cabut Izinnya dan Hentikan Operasionalnya
Istimewa
Sudari ST
Medan (SIB)
Adanya gudang yang dipakai sebagai workshop atau bengkel kerja pembuatan sparepart mesin pengolahan kelapa sawit diprotes masyarakat Jalan Pancing I Lingkungan III Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan. Warga keberatan dan memerotes suara yang dihasilkan bengkel tersebut.

“Kami keberatan dengan adanya gudang yang digunakan sebagai workshop pembuatan spare part mesin-mesin pengolahan kelapa sawit. Suaranya sudah sangat mengganggu masyarakat yang bermukim di sekitarnya,” ujar salah seorang warga, Eko dihadapan Komisi II DPRD Medan, Senin (5/10) saat digelarnya rapat dengar pendapatan (RDP) antara masyarakat dan pengusaha di lantai III gedung dewan.

Disebutkannya, suara yang berasal dari kegiatan bengkel tersebut sangat mengganggu masyarakat. Warga juga protes dan menyebutkan jika bengkel tersebut tidak layak untuk berada dan beroperasi di tengah-tengah pemukiman warga.

Menurut Eko dalam RDP yang dipimpin Sudari ST dan dihadiri sejumlah anggota Komisi II serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Armansyah Lubis itu, petugas konsultan lingkungan hidup yang mengecek langsung ke lokasi saat bengkel beroperasi.
Bengkel itu memang mengeluarkan suara yang sangat berisik, yakni di atas 85 desibel. Sedangkan menurut aturan, ambang batas suara yang layak didengar manusia sesuai kementerian lingkungan hidup, harus di bawah 70 desibel.

"Padahal gudang yang dijadikan bengkel itu berdiri di tempat pemukiman padat penduduk. Lingkungan III ini apakah tempat industri atau tidak? Ini jelas bukan kawasan industri. Tapi kenapa diizinkan untuk beroperasi? Kalau mau beroperasi, silakan pindah saja ke kawasan KIM, jangan di pemukiman, masyarakat terganggu," ujar Eko menambahkan.

Warga lain, Edi justru mempertanyakan soal izin yang dimiliki bengkel tersebut. Sejumlah warga mengaku bersedia menandatangi surat karena disebut bahwa surat itu adalah salah satu syarat kepengurusan IMB. Padahal belakangan diketahui, bahwa surat itu untuk izin kebersediaan warga akan adanya bengkel di sana.

"Awalnya kami disuruh mantan Kepling yang diminta pemilik bengkel untuk menandatangani surat di atas kertas biasa tanpa materai, katanya itu untuk IMB saja. Eh, ternyata belakangan pemilik bengkel punya surat tidak keberatan warga akan adanya bengkel itu. Anehnya lagi, justru tandatangan kami sudah di atas materai dengan tinta cair. Padahal kami tidak pernah menandatangani surat di atas materai, surat dari mana itu? Siapa yang memalsukan tandatangan kami?" tanya Edi bersama Burhanuddin yang sama-sama merasa tak pernah menandatangani surat bermaterai itu.

Menanggapi itu, Sudari meminta kepada pemilik bengkel, Saim terkait penjelasan tentang masalah itu. Disebutkannya, yang dilakukan pihak bengkel itu adalah pelanggaran berat. "Anda harusnya tahu aturan kalau buka usaha di kampung orang. Sebagai pebisnis juga seharusnya tahu kalau itu bukan lokasi industri tetapi pemukiman penduduk. Saya heran apa yang membuat DLH dan PKPPR mengizinkan ini beroperasi," ujar Ketua F-PAN DPRD Medan ini.

Menjawab itu, Saim pemilik bengkel mengaku sudah meminta izin kepada masyarakat sekitar. Bengkel tersebut bergerak di bidang konstruksi pembuatan sparepart komponen mesin di pabrik kepala sawit. Ia juga mengaku memiliki berbagai izin seperti UKL UPL, Dokumen Amdal, Izin dari DPMPTSP dan Izin lingkungan. "Izin-izin saya sudah lengkap pak," ujarnya.

Sudari juga meminta Dinas Lingkungan Hidup untuk memberikan penjelasan terkait masalah itu. Kadis Lingkungan Hidup Kota Medan Armansyah Lubis mengaku jika yang menandatangani rekomendasi itu adalah Kadis sebelum dirinya, yakni Isa Anshari. Itupun, DLH tidak akan menandatangani surat rekomendasi bila sebelumnya Dinas PKPPR tidak memberikan rekomendasi awal.

"Rekomendasi yang dikeluarkan DLH sesuai rekomendasi yang dikeluarkan TRTB (PKPPR). Mereka izinkan, itu karena lokasinya ada di zona K1. Lalu, pengusaha membuat permohonan UKL UPL melalui konsultan, bukan melalui petugas kami, jadi tidak ada keterlibatan kami di situ," jawabnya.

Mendengar itu, Wakil Ketua Komisi II itu meminta agar DLH dan Dinas PKPPR meninjau ulang bengkel yang dimaksud. Bila pada akhirnya bengkel terbukti tak memenuhi syarat beroperasi, maka diminta untuk dicabut izinnya dan pindah dari lokasi tersebut. Utamanya, karena menurut peta RTRW kawasan tersebut adalah pemukiman penduduk yang hanya diperbolehkan untuk perdagangan K1, tapi faktanya justru menjadi bengkel produksi. (M13/f)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru