Medan
(harianSIB.com)
Kapolrestabes Medan,
Kombes Pol Dr Gidion Arif Setyawan SIK SH MHum meraih gelar
Doktor Ilmu Administrasi setelah menjalani ujian terbuka Program
Doktor Ilmu Administrasi di FIA-
Universitas Brawijaya,
Malang, Jawa Timur, Rabu (28/5).
Kombes Gidion mengangkat disertasi berjudul "
Collaborative Governance Dalam Perlindungan Anak Berhadapan Hukum (ABH)" dengan studi kasus di Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Baca Juga:
Hasil penetapan nilai yang dilakukan para penguji yang dibacakan oleh pimpinan ujian Dr Imam Hanafi MM MSi bahwa Kombes Pol Gidion dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Doktor Bidang Ilmu Administrasi. Dalam pertanggungjawaban ilmiahnya,
Kapolrestabes Medan menjelaskan bahwa indeks perlindungan anak di Indonesia mengalami penurunan, khususnya ABH.
Hal itu menjadi sinyal kuat perlunya kolaborasi dan koordinasi antar lembaga-lembaga perlindungan anak seperti, Polri, PPPA, KPAI, BAPAS, Kejaksaan, Komnas perlindungan Anak dan lain-lain.
Baca Juga:
"Kondisi yang memperihatinkan terhadap ruang anak di Indonesia yang kemudian mendapat predikat 10 besar negara kekerasan terhadap anak. Dikuatkan dengan data KPAI tentang indeks perlindungan anak yang mengalami penurunan. Hal ini membuat kami membuat penelitian dari konteks collaborative governance," ujar Kombes Pol Dr Gidion dalam paparan sidangnya di hadapan promotor dan dosen penguji.
Dia menjelaskan, pendekatan tradisional saat ini sudah tidak cukup. Oleh karena itu perlunya collaborative governance yang memiliki prinsip menyatukan pemerintah, swasta, unsur masyarakat sipil dan internasional dan model greenwood (2021). Dari situlah lahir governance theory dan policing theory.
"Maka hasilnya kolaborasi lebih berdampak dan lebih terlembagakan," terangnya.
Gidion mengungkapkan, Collaborative Governance dalam perlindungan ABH akan berjalan dengan baik apabila setiap stakeholder yang berkepentingan melakukan assesment, design dan organization.
"Apabila dilakukan seharusnya dapat mengidentifikasikan adanya public purpose disertai kepatuhan dan berkelanjutan atas dokumen kerjasama, komunikasi dan tata kelola informasi yang baik," sebut Dr Gidion.
Kapolrestabes mencontohkan collaborative governance saat menemukan sebuah kasus anak yang cukup memperihatinkan di wilayah hukum Polrestabes Medan dan Deli Serdang.
"Jadi saya menemukan sebuah kasus, ada anak perempuan di bawah umur yang mengalami pelecehan oleh orang tak dikenal. Namun yang menjadi kendala pada saat itu adalah anak tersebut tidak memilik data administrasi diri dan kependudukan. Bergerak dari sinilah kami berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk dibuatkan akta lahir dan diberikan nomor kependudukan. Dengan begitu hak-hak anak tersebut dapat terpenuhi baik secara hukum maupun kebutuhan yang diberikan oleh pemerintah," ungkap mantan Kapolres Metro Bekasi itu.
Gidion mengutarakan jika hal-hal yang menyangkut soal collaborative governance perlu kerjasama yang solid dan berkesinambungan dari semua pihak.
"Berangkat dari hal kecil untuk mencapai impian atau cita-cita yang besar. Terkait kenakalan remaja yang ABH, kita memberikan apresiasi atas inisiasi beberapa kepala daerah yang mengirimkan anak-anak dalam pendidikan karakter," ucap mantan Kapolres Metro Jakarta Utara itu.
Lulusan Akpol 1996 itu juga sempat merasakan pendidikan selama 3 tahun. Jadi dia merasakan adanya disiplin, kepatuhan dan rasa kebangsaan di dalamnya.
"Kami memberi apresiasi kepada kepala daerah yang menginisiasi program tersebut, sehingga pendidikan karakter untuk motivasi hidup dan dapat menumbuhkan nasionalisme dalam diri ABH tersebut," pungkasnya.
Ujian tersebut juga dihadiri promotor Prof Drs. Andy Fefta Wijaya (Rektor dan Dekan), MDA PhD Dr Hermawan, SIP, MSi, Dr Yurizal, SH MH dan tim Dosen Penguji Prof Dr Soesilo Zainal MS, Dr Mochammad Rozikin MAP, Prof Dr Bambang Santoso Haryono MS, Dr Endah Setyowati SSos MSi, Prof Dr P Israwan Setyoko MS (eksternal reviewer dan Komjen Pol Prof Dr Dedi Prasetyo MHum MSi MM (eksternal reviewer) mengikuti secara daring.(**)