Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 05 Agustus 2025

Kolaborasi Lintas Sektor dan Peran Media dalam Memerangi Pandemi Senyap Resistensi Antimikroba di Indonesia

Redaksi - Selasa, 17 Juni 2025 16:24 WIB
264 view
Kolaborasi Lintas Sektor dan Peran Media dalam Memerangi Pandemi Senyap Resistensi Antimikroba di Indonesia
(Foto Dok/AJI Medan)
Foto Bersama narasumber dengan peserta pada lokakarya jurnalisme sains di Medan pada Rabu (4/65/2025).
Medan(harianSIB.com)

Para ahli dari berbagai sektor, termasuk kesehatan hewan, kesehatan manusia, dan lingkungan, bersama dengan para jurnalis, berkumpul dalam sebuah lokakarya jurnalisme sains di Medan pada Rabu (4/65/2025). Acara ini menyoroti urgensi penanganan resistensi antimikroba (AMR), sebuah ancaman global yang dijuluki "pandemi senyap," dan menekankan pentingnya pendekatan "One Health" serta peran media dalam menyebarkan kesadaran kepada publik.

Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroba seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit berevolusi dan tidak lagi merespons obat-obatan yang dirancang untuk membunuh mereka. Hal ini membuat infeksi menjadi lebih sulit diobati, meningkatkan risiko penyebaran penyakit, penyakit parah, dan kematian. Proses ini terjadi secara alami, namun dipercepat oleh penyalahgunaan dan penggunaan berlebihan antimikroba pada manusia, hewan, dan tumbuhan.

Baca Juga:

Secara global, dampak AMR sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 2019, diperkirakan 7,7 juta kematian terkait dengan 33 patogen bakteri. Tanpa tindakan segera, superbug diprediksi dapat merenggut lebih banyak nyawa daripada kanker pada tahun 2050 dan mendorong 24 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2030.

Di Indonesia, tantangan AMR juga signifikan. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mengungkapkan bahwa 41% masyarakat memperoleh antibiotik tanpa resep dokter, dengan sumber utama adalah apotek atau toko obat berizin (61,3%) dan bahkan warung (22,2%). Data ini menggarisbawahi rendahnya kesadaran dan praktik penggunaan antibiotik yang tidak bijak di tengah masyarakat. Lebih lanjut, data prevalensi patogen resisten di Sumatera menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, dengan E-coli yang resisten terhadap sefalosporin generasi ketiga mencapai 81% dan Klebsiella pneumoniae yang resisten terhadap karbapenem sebesar 72%.

Baca Juga:

Pendekatan "One Health"

Menghadapi ancaman kompleks ini, kolaborasi menjadi kunci. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH), yang sebelumnya dikenal sebagai OIE, memainkan peran penting dalam memitigasi AMR di tingkat global. Dengan 183 negara anggota, WOAH mengembangkan standar internasional, meningkatkan kesadaran, dan mendukung negara-negara anggota dalam memperkuat pengawasan dan tata kelola AMR. Salah satu inisiatif utamanya adalah basis data global tentang penggunaan antimikroba pada hewan (ANIMUSE) untuk memfasilitasi akses terhadap informasi penting ini.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis dengan mengadopsi pendekatan "One Health," yang mengintegrasikan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Komitmen ini diwujudkan melalui Peraturan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan No. 7/2021 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengendalian Resistensi Antimikroba 2020-2024. RAN ini, yang disusun bersama oleh berbagai kementerian dan didukung oleh organisasi internasional seperti WHO dan FAO, menetapkan enam strategi utama, mulai dari peningkatan kesadaran hingga investasi berkelanjutan.

Kementerian Pertanian secara aktif menerapkan berbagai regulasi untuk mengendalikan AMR di sektor peternakan dan kesehatan hewan. Ini termasuk pelarangan penggunaan Antibiotik Pemacu Pertumbuhan (AGP), penerapan sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk menjamin keamanan produk hewan, dan promosi praktik peternakan yang baik. Pada tahun 2022, sebuah deklarasi komitmen bersama ditandatangani oleh enam perusahaan besar di industri perunggasan, yang menunjukkan peningkatan keterlibatan sektor swasta.

Editor
: Bantors Sihombing
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru