Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 09 September 2025

Pdt Penrad Siagian Protes Resentralisasi R-APBN 2026 Jadi Ancaman Semangat Otonomi Daerah

Firdaus Peranginangin - Selasa, 09 September 2025 10:58 WIB
167 view
Pdt Penrad Siagian Protes Resentralisasi R-APBN 2026 Jadi Ancaman Semangat Otonomi Daerah
Foto harianSIB.com/Firdaus
Pdt Penrad Siagian STh MSi.
Medan(harianSIB.com)

Anggota DPD RI Pdt Penrad Siagian STh MSi memprotes keras adanya indikasi resentralisasi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) 2026, sehingga menjadi ancaman bagi semangat otonomi daerah (Otda), sebab terjadi ketidakadilan pembagian DBH (Dana Bagi Hasil) perkebunan bagi daerah penghasil.

Hal itu disampaikan Penrad Siagian saat mengikuti sidang paripurna luar biasa ke-1 DPD RI masa sidang I Tahun 2025-2026, Selasa (9/9/2025) di gedung Nusantara IV Senayan Jakarta dalam agenda "Pengambilan Putusan Pertimbangan DPD RI atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2026".

Baca Juga:

Dalam paparannya, Penrad Siagian menyoroti beberapa persoalan mendasar terkait postur APBN 2026 yang dinilai menunjukkan resentralisasi yang sangat mencolok.

"Roh dari desentralisasi otonomi daerah sebenarnya bukan seperti itu. Pengelolaan anggaran, pengelolaan kebijakan itu ada di daerah. Jadi kalau ada pernyataan yang sifatnya provokasi, saya pikir bentuk vulgar resentralisasi yang sedang terjadi," tegas Penrad.

Baca Juga:

Terkait kebijakan efisiensi yang sedang dijalankan pemerintah, Penrad memahami hal tersebut sebagai kebijakan politik. Namun, ia menolak jika efisiensi diartikan sebagai penarikan semua sumber pengelolaan keuangan ke pusat.

Penrad melihat, salah satu yang berdampak adalah Transfer ke Daerah (TKD) yang mengalami penurunan, sehingga pihaknya meminta agar TKD dikembalikan minimal sama dengan tahun sebelumnya, sebelum terjadinya efisiensi.

"Selain itu, kita ingin memperlihatkan bahwasanya negara ini masih tetap berada di jalur yang benar di otonomi daerah, ini juga bentuk atau dikte kebijakan pusat kepada daerah," jelasnya sembari menambahkan, belum tentu Kementerian/Lembaga yang mengatur kebijakan dan pengelolaan keuangan ke daerah sesuai dengan konteks daerah tersebut.

Lebih lanjut Penrad juga menyoroti persoalan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dinilai tidak adil bagi daerah penghasil, sebab ada beberapa regulasi tentang DBH dari Undang-undang tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah hingga Peraturan Menteri Keuangan perlu diubah.

"Kalau hasil, katakanlah Sumatra Utara dengan luas perkebunan yang ratusan ribu hektar hanya mendapatkan sekian persen saja, itu tidak masuk akal. Sumber dayanya diambil dari daerah, tapi semua keuntungan dibawa ke pusat," kritiknya.

Berkaitan dengan itu, Penrad secara tegas menyatakan bahwa perubahan persentase DBH harus menjadi target kerja DPD RI di periode ini dan ke depan, mengingat terbatasnya opsi kepala daerah selain menaikkan pajak untuk meningkatkan pendapatan daerah.(*).

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru