Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 11 Juli 2025

Melestarikan Sumber Daya Ikan, Pukat Hela dan Pukat Tarik Dilarang Beroperasi

- Minggu, 17 Mei 2015 13:27 WIB
486 view
Melestarikan Sumber Daya Ikan, Pukat Hela dan Pukat Tarik Dilarang Beroperasi
Medan (SIB)- Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) telah mengeluarkan Permen Kelautan dan Perikanan No.2/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

Permen KKP itu merupakan penegasan dari UU No.31/2004 tentang perikanan, pasal 9 ayat (1) menyebutkan larangan kepemilikan dan penggunaan alat tangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah Indonesia, termasuk jaring trawl atau pukat harimau, atau kompressor.

“Ketika zaman berubah, pemikiran juga harus berubah, sehingga pelestarian sumber daya ikan yang ada tetap terjaga dan tetap berkelanjutan untuk generasi anak cucu-cucu bangsa,” ujar Kadis Perikanan dan Kelautan Sumut, Zonny Waldi kepada wartawan SIB, Rabu (13/5) di Medan.

Dijelaskannya, saat ini Gerakan Nasional Penyelamatan  (GNP) Sumberdaya Kelautan dan Perikanan sudah bekerjasama dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Hal itu dilakukan guna menjaga sumber daya ikan di perairan Sumut, yang memiliki panjang pantai 1.300 Km, terdiri dari 545 Km di wilayah Pantai Timur, dan 375 Km di wilayah Pantai Barat serta 380 Km di Pulau Nias dan Nias Selatan. Jumlah nelayan 251.759 jiwa dan jumlah rumah tangga perikanan (RTP) 62.941 jiwa.

Dalam pengembangan kelautan dan perikanan secara bekelanjutan di NKRI katanya, maka dikeluarkan keputusan Menteri Perikanan Kep.06/MEN/2010  bahwa alat tangkap ikan harus menggunakan alat yang ramah lingkungan misalnya, jaring lingkar, pukat cincin dan yang lainnya, sehingga tidak merusak ekosistem laut.

Sementara tangkap ikan yang merusak bio alam laut, dilarang walau secara alami sumber daya ikan mempunyai daya pulih kembali, namun apabila pemanfaatannya yang melampaui jumlah tangkap maka dapat mengalami kepunahan. Karena itu pemanfaatan sumber daya ikan harus didasari pada prinsip pengelolaan yang rasional, bertanggungjawab dan berwawasan lingkungan.

Sementara dalam mengurus izin kapal tangkap ikan, diatur dalam UU No 23 tahun 2014, bahwa  kewenangan perizinan kapal tangkap ikan 5-10 Gross Tonnage (GT) dikeluarkan kabupaten/kota, 10-30 GT kewenangan provinsi, sementara 30 GT ke atas kewenangan pusat.

“Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut, mengimbau kepada mitra kerja Dinas Perhubungan Laut (Syah Bandar) yang mengeluarkan izin kapal agar dapat mendata ulang ketentuan GT setiap kapal penangkap ikan di Sumut, sehingga tidak terjadi spekulan penurunan GT,” harapnya.

Zonny juga mengharapkan kepada Kementerian Perikanan dan Kelautan RI,  agar mengalokasikan anggaran untuk membantu nelayan kecil Sumut dalam mengganti alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.

“Perlu diketahui walaupun Permen No. 2/2015 sudah keluar, tetapi masih ada nelayan yang mengantongi izin yang berlaku, maka nelayan masih dapat berlayar menangkap ikan, tetapi bagi nelayan yang sudah habis izin agar mematuhi peraturan dan  mengganti alat tangkap ikannya,” pungkasnya. (A16/y)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru